Monday, 31 December 2018

Ketua KAN yang baru, menjemput nagari beradat

Setelah menunggu beberapa waktu lama, bertempat di Balailamo tepat nya setelah lebaran Haji Idul Adha 1439 Hijriah tahun 2018, akhirnya pengganti bapak Hendri Dunant Dt. Endah Bongsu (Limo Singkek) dimufakati bersama oleh para angku datuk ampek jinih nan empat suku untuk menetapkan datuknya orang Simabur yang menjadi ketua KAN 2018-2022  yakni bapak Sukirman Dt. Panghulu Kayo. Proses terpilihnya beliau cukup berjalan alot namun penuh dengan pertimbangan dan tolak ukur untuk kemajuan bersama, mengapa dilimpahkan kepada datuk kaumnya Simabur Lubuk Siami ini? Adalah kemampuan dan kecakapan beliau untuk bermusyawarah menimbang raso yang diutamakan. Selain itu tentu domisili rantau beliau masih dikota Solok memudahkan konsolidasi fungsi KAN itu sendiri tak jauh dari nagari ranah cumeti koto piliang ini.

Sekarang keberadaan para datuk baik dirantau maupun di nagari Sulit Air terdata ada 115 orang datuk membawahi ampek suku, yakni Piliang, Limo Singkek, Limo Panjang & Simabur. Namun disayangkan tidak semua yang cukup waktu dan kesempatan menghadiri alek para angku datuk tersebut. Bisa dilihat dalam data kehadiran, cuma dihadiri 53 orang datuk baik dikampuang halaman maupun dari rantau. Jika dihitung kuota musyawarah sebenarnya tidak mencukupi 50 plus 1. Namun faktor kekosongan datuk dari masing masing suku turut mempengaruhi kehadiran beliau tersebut. 
Ketua KAN sekarang adalah ketua KAN datuk andiko ke-8 memimpin lembaga adat nagari Sulit Air semenjak tahun 1967. Beliau juga datuk pertama juga yang berasal dari Simabur, setelah tiga suku lainnya sudah pernah memimpin. Jikalau dilihat sumber informasi arsip nagari, datuk pertama dipimpin oleh orang Limo singkek adalah Dt. Bagindo Rajo dari tahun 1967-1982. Diteruskan oleh Dt. Bangso Rajo suku Limo Singkek cukup lama dari tahun 1982-1997. Selanjutnya diambil lagi oleh kaum Limo Singkek Dt. Tan Aceh dari 1997-2002. Pada pemilihan selanjutnya dipimpin Dt. Majo Indo dari Suku Piliang waktunya singkat selama tiga tahun dari 2002-2005. Musyawarah seterusnya dikuasakan KAN kepada Dt. Tumanggung dari suku LimoPanjang tahun 2005-2009. Uniknya Dt. Majo Indo orang Piliang kembali memimpin KAN dari tahun 2009-2014. Terakhir selama empat tahun ini dari tahun 2014-2018 di amanhkan kepada Dt. Endah Bongsu.

Sudah empat bulan pemilihan ketua KAN yang sah diajukan, namun sungguh sayang sampai akhir tahun 2018 ini struktur kepengurusan belum juga purna dikukuhkan bersama. Sempat beredar struktur pengurus di bulan november silam, dan bersiap dilantik bulan desember ini namun tak kunjung terjadi. Semoga tahun depan tahun 2019 semua kendala dan perbedaan bisa ditanggulangi. Banyak persoalan tanah ulayat, sengketa dengan negeri tetangga juga polemik keluarga memerlukan ranah hukum adat dan kekuasaan sang datuk untuk menengahi nya secara bijaksana. Apakah itu bisa, InsyaAllah.

--- Sekian ---

Tuesday, 9 October 2018

Orang Minang dukung Jokowi

Musim politik sudah tiba, hak berpolitik milik setiap warga dibumi Indonesia. Walau kita Bhineka namun tetap tunggal ika. Masyarakat Sulit Air yang agamis termasuk paling dinamis, meskipun satu dua ada yang oportunis. Coba tengok kampung halaman, 16 partai bersiap tahun 2109. Caleg-caleg harapan juga berebut angan-angan bersaing diantara 9 orang bakal calon dewan. mereka berjuang demi untuk kemaslahatan nagari juga kesejahteraan pribadi.

Lain kampung halaman, beda pula di perantauan. Meskipun SAS termasuk organisasi besar ranah minang, dalam berpolitik aturan nya berbeda pandangan. Wadah SAS tidak boleh berpihak dalam partai apapun, itu aturan ad/rt nya yang menentukan. Semua orang silahkan bersiap jadi anggota dewan  siapapun dia - tetap dapat dukungan. Ada puluhan orang SAS yang mencalonkan, satu calon DPD, 4 calon DPR, 47 caleg DPRD kota/provinsi. Semua menyebar dalam 13 partai, baik pemerintah maupun oposisi.

Magnet citra Jokowi sudah menghebohkan negeri ini, banyak yang membenci namun tidak sedikit yang simpati. Orang Minang dulunya melahirkan pejuang, harga dirinya pantang dikekang. Sedikit meriang melihat saat ini ibarat zaman perang. Namun yang dominan adalah mereka yang melawan, ketidak adilan dibiarkan. Disisi lain mereka dianggap pahlawan, katanya mendobrak segala kebebasan.

Pro Incumbent dari Sulit Air :


Adakah orang minang saat ini tidak merasakan itu semua, atau merasa lebih nyaman? Ada! beberapa dan itu terlihat nyata. Jika beberapa tahun silam Aznil Tan (Pasaman) kader militan partai banteng, berani berjuang sendirian, sekali-kali ditemani tokoh Buya Syafii Maarif (Sijunjung).

Mereka merasa yakin nyatakan dukungan, meski dihujat warga Minang secara mayoritas. Sekarang lihat? hampir merata, bahkan 10 kepala daerah di Sumbar rame rame dukung wong Solo ini. Bahkan wali nagari se kabupaten Dhamasraya yang banyak dihuni etnis Jawa dengan bangga dukung mas Joko.

Kekalahan koalisi Jokowi empat tahun silam di ranah minang, cuma unggul 21% suara masih terasa menyakitkan. Tahun ini persiapan semua mereka libatkan, yang sepaham di ikut sertakan. Yang berlawanan diperkarakan. Nagari Cumeti Koto Piliang inipun kena imbas nya, Sulit Air nagari kecil diatas danau Singkarak menyimpan juga orang-orang militan. Mereka "mau ikut" cukup dilihat dua faktor, karena Ideologi dan Ekonomi. ini hanya asumsi jika bukan apalagi. Ada tiga warga yang terlibat sekarang diantaranya:

H. Dharmizal 
Deklarasinya sudah lima bulan, banyak tokoh nasional yang terlibat. Ormas REJO salah satu afiliasi dukungan ke presiden. Pak Ical (org memanggil) punya peran menampung aspirasi masyarakat. Belasan cabang hampir seluruh provinsi di Indonesia sudah mereka resmikan.

Luar biasa, padahal beliau kader inti partai demokrat lima tahun silam, beralih ke yang baru. Harapan baru, cita-cita baru. Semoga jika menang berbalas jadi menteri nanti pak haji. Aamiin.

Hendrik E. S
Perawakannya subur, sosialisinya manjur, idealis nya tidak bisa diukur. Sahabat saya cukup lama kenal, yang sama sama bergabung di IPPSA  (wadah pemuda pelajar nagariSulit Air). Keberadaan nya juga aktif jadi  relawan SOLMET, namanya cukup dkenal teman teman seperjuangan.

Tahun ini tugas nya lebih berat, jabatan wakil ketua tim pemenangan Jokowi Sumbar sudah diemban nya. Jakarta - Padang bolak balik kebiasana yang akan dilalui nya enam bulan kedepan. Mudah-mudahan seandainya jadi, sahabatku ini semakin makmur. Aamiin.


M. Raffik Perkasa
Bisa-bisa aja dunsanak kita ini buat berita. Di Banten minggu lalu, atas nama pemuda Minangkabau, minta maaf kepada Buya Ma'ruf Amin. Sodara Raffik dalam dialog tersebut ikut mengakui Islam Nusantara bagian dari Indonesia. Itu hak dia, boleh. Tapi yang salah adalah menyangkut pautkan pernyataan dengan MUI Sumbar, sementara belum pernah confirmasi, tabbayun dulu kata ustad Abdul Somad.

Saat ini Ketua Al-ma'un (ormas dukungan  Jokowi) dia pimpin. Sebelum itu ada juga  IPPMI (Ikatan pemuda pemudi Minang) ormas yang telah terdaftar di KNPI. Selama 11 tahun juga dipegang jadi ketua umum, baru kali ini ucapan tersebut memantik kontroversi. Walau sekjend IPPMI sebutkan itu pernyataan pribadi, bukan IPPMI apalagi pemuda minang.

Tidak ada yang perlu ditutupi. Semua akan jelas siapa lawan dan kawan. Mari kita perjuangkan bangsa yang tenteram. Jauhkan dari pencitraan namun dekatkan dengan Al-quran. Mereka mereka yang berbeda haluan. Semoga tidak kelewatan apalagi Offside kata kata wasit asal italia - Collina. Itulah sebait kisah orang kampung saya, kampung sanak siapa ?

--- Sekian ---

Saturday, 30 June 2018

Uniknya nama-nama jalan di kampung

Warga SAS yang dari rantau, mungkin hampir sekali dua tahun pulang ke kampung halaman Sulit Air. Namun mereka mungkin hanya tahu lokasi rumah orang tua atau rumah keluarga bako, selain itu adalah lokasi wisata dan lokasi pasar yang cukup familiar dilewati setiap hari. Mungkin anak-anak muda Sulik Air masa sekarang banyak yang tidak tahu dengan nama-nama pada maso sisuok itu, sudah berubah namanya karena penanda yang menyebabkan bernama demikian sudah tidak ada lagi. Sedikit kita ulas, mungkin dunsanak pernah singgah tapi lupa nama nya. Berikut diurutkan dari pintu masuk jalan dari nagari Tanjung Alai (Kec. X koto dibawah) menuju nagari Sulit Air (kec.X koto diatas). Nama jalan yang dilalui mobil ini khusus kali ini adalah jalan utama saja menuju berakhir dibukit Tambulun, belum termasuk daerah kedalam nya,  diantaranya : 

1. Padang Bungka 
2. Pulai 
3. Titi Jaruang 
4. Simpang Taram atau Batu Galeh  
5. Kelok Lubis
6. Piek Ontang
7. Batu Panakuik
8. Pasa Balai 
9. Lokuok atau Kelok Lokuok
10. Bawah Botuong
11. Bawah Durian
12. Goduong Timbau
13. Balai Lamo
14. Jembatan Titi
15. Sugabak
16. Kelok Dama
17. Guguok Rayo
18. Lu-ak Losuong
19. Lu-ak Nampuang
20. Gontiang Bawuo
21. Gontiang 
22. Lu-ak Bayau
23. Lu-ak Basuong
24. Tanah Putieh
25. Kubang Duo
26. Simpang Siaru 
27. Batu Bolah
28. Gontiang Bigau 
29. Gontiang Pandan
30. Jariangau
31. Pincuran
32. LInawan
33. Mala-on
34. Timbulun.

Belum disebutkan, nama-nama dari Simpang Tugu Koto Tuo sampai ke perbatasan Bukik Konduong; dari Titi sampai ke Tanah Sirah,di perbatasan dengan Tanjung Balik. Juga dari Gando, Kunik Bolai ke Kubang Duo, dari Gontiang sampai ke Basuong, Kumbangan dan Limau Puruik, Alai, Pisalak. Masih banyak lagi jalur-jalur jalan di Sulik Ayie. Semoga Generasi Muda Sulik Ayie masakini yang berdarah lebih segar dan deras, semangat masih berkobar, mampu melengkapi semuanya itu dalam suatu peta lengkap Sulik Ayie, yang juga menyangkut nama bukit, lubuok, lu-ak, lurah dan sebagainya. 

Sungguh hebat, betapa besar dan luasnya tanah pusaka kita Sulik Ayie, memiliki nama-nama tempat yang demikian banyak, sebagai karunia Allah, kiranya kita dan generasi penerus, dapat menyadari dan menyukuri nikmat ini. Saudara-saudara kita dari negeri lain belum tentu mempunyai apa yang disebut tanah pusaka atau tanah tercinta yang diakui sebagai milik bersama itu. Ini karena masyarakat Sulik Ayie itu adalah suatu keluarga besar bagaikan pohon beringin, akarnya seluk berseluk, pucuknya hempas menghempas, daunnya timpa bertimpa; seikat bak sirih, serumpun bak serai, sehina dan semalu mencintai masyarakat dan tanah pusakanya Sulit Air, sebagai manifestasi kecintaan terhadap bangsa dan tanah airnya Indonesia. Demikian antara lain dicantumkan dalam mukadimah ad/rt organisasi SAS. 

Tahun 2011, waktu DPP SAS hendak membuat peta lengkap Sulik Ayie dengan bantuan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kab. Solok, saya sudah minta agar semua nama itu dicantumkan. Saya katakan pula, bila nama-nama tsb demikian banyak, cukup ditandai dengan angka-angka kecil. Kemudian dalam lembaran atau halaman tersendiri, disebutkan daftar nama-nama berdasarkan urutan angka-angka tsb. Tapi entah apa sebabnya, mungkin karena terlalu banyak dan ruwet, peta yang sudah didistribusikan ke cabang-cabang SAS tsb tidak memuat hall-hal yang saya maksudkan tsb. Walau begitu, kita berterima kasih peta Sulik Ayie itu sudah ada, tinggal melengkapinya saja lagi sebagai edisi kedua atau edisi revisi nanti. Saya ada beberapa catatan atas nama-nama yang disebutkan tsb, sebagai berikut:

a. Belum dicantumkan nama tempat di perbatasan Sulik Ayie-Tanjuang Alai. Kalau tak salah namanya Lurah Barasok juga. Semoga dapat dijelaskan oleh yang lebih tahu;

b. Sebenarnya di setiap persimpangan jalan besar dengan lorong atau jalan setapak di Sulik Ayie ada pula diberi nama, seperti:

1) Di Piek Otang, jalan menuju ST El Hakim dan jalan setapak menuju Guok Taroguong dulu bernama Kampuong Harimau. Saya teringat, waktu saya sekolah di SR II Meses dulu di tahun 1952-1954. Bila terdesak hendak buang air kecil, dapat melepaskannya dengan berlari-lari ke bawah rimbunan pohon-pohon punik yang ada di samping sekolah tsb. Tapi bila terdesak hendak buang besar, saya harus pergi jauh sekali ke Kampuang Harimau di Piek Ontang itu. Saya tidak dapat menjelaskan, bagaimana halnya dengan guru dan murid2 perempuan bila mengalami hal demikian. Mungkin ada rumah atau tempat lain atau mungkin juga kakus itu ada, tapi karena satu dan lain hal enggan ke sana, maklumlah anak masih kecil, masih suka seenaknya dan cari gampangnya. Mungkin teman yang lain bisa menjelaskan;
2) Yang nomor nomor 7 yakni Batu Panakuik , dulu juga bernama Meses (sekarang di sana juga berdiri mesjid “Baitullah”), karena disinilah terletaknya SR II KotoTuo, bekas Sekolah Meisyes yakni Sekolah Kepandaian Puteri, peninggalan Zaman Belanda. Yang bernama Batu Panakuik, saya kira adalah kawasan antara Piek Ontang dengan Meses itu. Simpang Tiga Koto Tuo arah ke Tanjung Alai dan Bukik Konduong, yang sekarang bernama Simpang Tugu Monas, dulu namanya Simpang Meses. Tugu itu berdiri pada tahun 1958, waktu Pasukan ABRI berhasil menundukkan kekuatan PRRI di Sulik Ayie, maka tugu itu diberi nama Tugu Pembebasan dan disebutkan pada prasastinya. Namun ketika Harun Zein menjadi gubernur Sumbar, kata-kata pada prasasti itu dihapus dan tidak boleh lagi digunakan nama tugu pembebasan pada nagari-nagari yang ada tugu semacam itu, karena dianggap sebagai penghinaan terhadap harkat dan martabat orang-orang Minang;

3) Nomor 8 itu mungkin lebih tepat disebut Topi Balai (dimuko “Sakolah Es-er”) dan pada kelokan tajam ujungnya disebut “Simpang ka Limo Singkek Jarohok”); 

4) Di pertigaan pendakian Koto Tuo, di depan rumah JP Dt. Samarajo dan juga rumah keluarga Nurani Arief (ibunda Mukhsis Jadibs bersaudara), Kamrardy Arief, Syafrizon Miin dsb-nya, disebut “Simpang ka Balai”;

5) Di pendakian Surau Kelok, di depan rumah Rohana Kamil (ibunda DR. Amin Nurdin bersaudara) yakni jalan mendaki ke Lapangan Koto Tuo, dulu terkenal dengan nama “Batang Macang Di-oyak Harimau”. Disebut demikian karena batang macang besar yang berdiri di tebingnya, banyak menjatuhkan buah-buah yang sudah busuok (tambiluok-on), hingga sangat mengecewakan hati kami anak-anak sekolah yang selalu lalu-lalang di bawah pohonnya. Maka mungkin karena tidak bisa menjatuhkan buah-buah macang yang bagus, disebut saja: - karena sering dihoyak (digoncang) harimau. Sama juga dengan pohon papaya (kalikih) yang bunganya terasa pahit untuk di-uwok atau di-anyang, dikatakan orang-orang awak; -karena pohon itu sudah dipanjat ular! Hahaha;

6) Yang nomor 10 yang diberi nama Bawah Botuong itu, di depan “Ladang Durian Datuok Ganiek-ganiek” kalau saya memberinya nama “Simpang ka Sawitan”, karena ada jalan menuju Sawitan dan Muaro. Selain betung yang disebut Firdaus tsb, dulu juga ada tumbuh pohon sauh besar di depan rumah mungil milik keluarga Alwi Dt. Nan Besar (kakeknya Tito Alwie), yang pernah jadi wali nagari;

7) Yang nomor 11 yakni “Bawah Durien” (karena dulu memang ada pohon durian-nya), tempat Pak Dullah menjual sate, cendol dan kemudian juga membuka bengkel sepeda, perlu ditambah dengan nama ”Pandakian ka Potai Lobek”, karena ada jalan mendaki ke Potai Lobek, kawasan yang dulu terkenal sebagai “markas besar”nya kalaluwang (kelelawar, kalong) Sulik Ayie, yang bergantungan di ranting-ranting pohon punik yang banyak terdapat di sana; 

8) Nomor 13 Balai Lamo, seharusnya dibagi lagi dengan nama-nama spesifik, yakni Tabuoh (karena dulu di sini ada tabuh milik nagari, kantor MAN (urusan agama, sekarang Kantor KAN), Kantua Wali, Goduong Comin, Penurunan rumah (Alwin) Dt. Sutan Malano atau Rumah Tenggi, baru terakhir Ujuong Titi atau Surau Jambatan Bosi; 

9) No.15 Sugabak, mungkin yang dimaksud Surau Gabak, nama surau pada masa dulu,mungkin juga nama lain dari Surau Baru, yang lokasi tanahnya kemudian menjadi Kantor dan Balai Nikah Mesjid Raya Sulit Ayie;

10) Nomor 19 Lu-ak Nampuang, mungkin lebih disebut Pandakian Surau Nampuang; 

11) Nomor 21 Gontiang mungkin lebih tepat disebut Gontiang Bungo;

12) No.23 Lu-ak Basuong, apakah tidak sebaiknya disebut Basuong saja?
Dan nama sesudah ini, yakni sebelum jalan sampai di Kubang Duo, tidak jauh dari rumah Ida-Jurnalis Uddin, ada persimpangan jalan ke kiri yakni ke Mantagi dan Nowan. Saya mengenal nama tempat ini sebagai “Simpang Tigo Mantagi”. Sekian dulu, Saya juga berharap, agar ada komentar, baik berupa kritik, pembetulan, penambahan nama maupun saran-saran dari Anda-anda semua, demi kesempurnaan dan kepedulian kita kepada Sulik Ayie dan masa depannya. Silakan dan monggo kasih komentar atau sanggahan. thanks.

Sumber : Fb. Hamdullah Salim 

Thursday, 31 May 2018

Zainal Abi Din Ahmad : Pejuang & Arsitek Masyumi

Di antara para tokoh Pergerakan dan Intelektual Masyumi yang sering diceritakan oleh Kakek sewaktu di Bukit Tinggi adalah Prof. Zainal Abidin Ahmad (11-04-1911). Karya-karyanya sudah saya baca sejak duduk dibangku Madrasah Muallimin dan menjadi rujukan wajib training advance Pelajar Islam Indonesia. Sebagai alumni dari Sekolah Thawalib Padang Panjang Sumatera Barat, beliau diamanatkan oleh Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim (penulis kitab Ushul Fiqh As-Sulam) untuk mengajar pada kelas tertinggi (1929-1933).

Salah satu buku referensi yang dipakainya ketika itu ialah buku The New World of Islam karya Lottrop Stoddard yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Amir Syakib Arselan berjudul Hadirul Alam Islamy. Karena pengaruh ajaran yang diberikannya pada waktu itu membangkitkan semangat jihad para siswa Sumatera Thawalib, maka pemerintah kolonial melarang beliau mengajar (onderwijsverbod). Pada waktu itu pemerintah Hindia Belanda memberlakukan “wilde scholeh ordonantie”, yaitu ordonasi yang sengaja dibuat untuk melumpuhkan apa yang dinamakan oleh penjajah dengan “sekolah-sekolah liar”.

Dalam dunia karang-mengarang, Allahuyarham Zainal Abidin Ahmad adalah seorang penulis produktif. Buku-buku karangannya antara lain: Konsepsi Politik dan Ideologi Islam, Konsepsi Negara Bermoral menurut Imam al-Ghazali, Negara Adil dan Makmur menurut Ibnu Sina, Piagam Madinah: Konstitusi Negara Tertulis yang Pertama di Dunia, Ilmu Politik Islam, Memperkembangkan dan Mempertahankan Pendidikan Islam di Indonesia,Riwayat Hidup Imam al-Ghazali, Riwayat Hidup Ibnu Rusyd, Dasar-Dasar Ekonomi Islam,dan beberapa buku lainnya. Karya-karyanya ini merupakan hasil pengembaraan intelektual beliau sewaktu menjelajah dunia Eropa dan Timur Tengah.

Dalam jagat dunia kewartawanan ia juga pernah memimpin sejumlah media massa yang berpengaruh di Nusantara seperti “Panji Islam” (1934-1942) Medan, “Al-Manar” (1937-1942) Medan, “Fadjar Asia” (1943-1942) Singapura, “Berita Melayu” (1944-1945) Singapura, “Indonesia Raya” (1947-1948) Yogyakarta, “Pemandangan” (1950) Jakarta, dan “Harian Abadin” (1951-1957) Jakarta.

Pada tahun 1957 Himpunan Pengarang Muslim Indonesia (HPI) di Jakarta mengadakan angket untuk seluruh pembaca tanah air, menyebut sepuluh orang pengarang Islam terkemuka. Antara lain: 1. HAMKA, 2. Isa Anshari, 3. Mohammad Natsir, 4. Tamar Djaya, 5. Moenawwar Khalil, 6. Zainal Abidin Ahmad, 7. Hasbi As-Shiddiqiy, 8. Firdaus AN, 9. Ahmad Hassan, 10. Zaenal Arifin Abbas.

Cendikiawan Melayu-Minangkabau yang dianugerahi gelar profesor oleh Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta pada 1982 ini sudah aktif berpolitik sejak usia belia. Bahkan di zaman Belanda, pada usia 23 tahun, ia sudah ikut mendirikan serta memimpin Partai Persatuan Muslimin Indonesia (Permi),  Partai Islam Indonesia (PII), dan kemudian sebagai aktifis Partai Masyumi. Ia sempat menjadi Wakil Ketua DPR untuk masa jabatan 1955-1959.Selain tokoh “Bulan Bintang”seperti M Natsir, Kasman Singodimedjo, Mohammad Roem, Prawoto Mangkusasmito dan Sukiman. Ia juga sebagai seorang ‘tink-tank’ (pemikir dan ideolog) Masyumi yang menjalankan mesin roda politik dalam berjuang. Karya-karyanya menjadi bacaan wajib bagi para anggota dan kader Masyumi di berbagai daerah.

Bagi Masyumi yang partainya di bubarkan Presiden Soekarno setelah Demokrasi Terpimpin, bukannya berpangku tangan. Banyak di antara mereka yang meneruskan perjuangannya di bidang lain. Bagi orang-orang beriman, keadaan yang dihadapinya itu merupakan cobaan semata; dan diterimanya sebagai kehendak Allah, untuk kebaikan bersama. Lagi pula, bagi seorang pejuang, kalah menang dalam perjuangan, timbul atau tenggelam dalam pergolakan semuanya adalah sunnah ilahi semata. Bagi mereka, tempat berjuang mengabdikan diri kepada Allah, negara, bangsa, dan agama bukan hanya ada di gedung DPR; tidak hanya di dalam pemerintahan saja; tetapi juga dapat dilakukan di berbagai bidang lain. Karenanya saat partai Masyumi dibubarkan, sebahagian tokoh Masyumi kemudian mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.

Prof. Kamal Hassan (Cendikiawan asal Malaysia/mantan Rektor IIUM) dalam disertasinya di Columbia Universitymengatakan Dewan Dakwah yang didirikan para tokoh Masyumi adalahsebagai “Laboratorium Dakwah”.Dewan Dakwah aktif melakukan kaderisasi da’i, mendirikan masjid, memberikan bantuan sosial, membina angkatan muda baik sekolah, pesantren maupun kampus. Sampai ada sebuah ungkapan, “Jika dulu berdakwah lewat jalur politik, maka sekarang berpolitik lewat jalur dakwah”.

Di awal tahun 1980-an Zainal Abidin Ahmad sering didatangi oleh para aktifis Pelajar Islam Indonesia (PII) wilayah Jakarta untuk meminta nasihatnya sekaligus menimba ilmu Sejarah Peradaban Islam.Ketika awal kebangkitan dakwah kampus Salman ITB beliaulah yang menjadi salah satu instruktur pada LMD (Latihan Mujahid Dakwah) yang dikomandani Bang ‘Imad, AM Saefuddin, AM Lutfi, Fuad Amsyari, Kuntowijoyo, dan Endang Saifuddin Anshari.

Dalam buletin Dakwah no.24 yang diterbitkan oleh DDII Jakarta Raya tahun 1974  Zainal Abidin Ahmad  menulis: “Ide yang besar pasti akan melahirkan suatu usaha yang besar. Dan sebaliknya ide yang kecil hanyalah menimbulkan usaha yang kecil juga, meskipun dibungkus atau dihiasai dengan nama yang besar. Bungkusannya yang besar tidaklah dapat menghasilkan suatu usaha yang besar, kalau memang ide yang mendukungnya adalah kecil”.

Seorang Muslim haruslah menjadi “Ideien drager” (pembawa dan pendukung cita-cita besar), malah harus lebih tinggi. Bukan hanya cita-citanya besar dan tinggi, tetapi niatnya juga harus ikhlas, menuju kepada arah yang satu, yaitu kepada Allah SWT.

Dalam pandangan sahabat dan kawan seperjuangannya H.M. Yunan Nasution mencatat, Allahuyarham mempunyai watak kepemimpinan, yang selalu bersifat membimbing, suka bergaul dengan setiap lapisan masyarakat. Dalam rapat dan pertemuan selalu mengemukakan pendapat yang membangun, tidak merasa benar sendiri, suka memberi dan menerima (take and give), tidak konfrontatif, kalau orang lain belum dapat menyetujui pikirannya, ia tidak mutung, tapi diterimanya dengan lapang dada.

Ibarat menemukan sebuah harta karun yang sekian lama terpendam, saya merasa bersyukur banyak mengoleksi karya-karya intelektual Masyumi khususnya karya Zainal Abidin Ahmad yang masih saya miliki sebagai warisan dari kakek. Semoga juga kita berharap karya pejuang dan intelektualMasyumi ini dapat kembali terbit. Agar generasi selanjutnya dapat melanjutkan estafet perjuangan bapak-bapak Bulan Bintang. “Risalah Merintis Dakwah Melanjutkan” dapat terwujud.


Biografi :
Nama     : Zainal Abidin Ahmad 
Lahir      : Sulit Air 11 April 1911 
Wafat     : Jakarta 26 April 1983
Ibu         : Saadiah (Piliang Tabuah nan Gadang)
Ayah      : Datuk Ahmad
Istri        : Rohana Djamil
Anak     : Nizam Zainal, Ismet Zainal, Ratna Zainal & Syah Djohan Zainal

Wallahu A’lam bish Shawwab. 

By: Hadi Nur Ramadhan

Thursday, 26 April 2018

TMMD 101 kado untuk Sulit Air

Kehadiran prajurit TNI dalam program TMMD/N 101 yang jatuh pada awal bulan April tahun 2018 ini adalah kado terindah untuk nagari yang memiliki 13 jorong ini. Tahun ini genap ulang tahun ke-197 nagari Sulit Air jika diukur awal mulanya dua abad yang silam tepatnya 28 april 1921 yang ketika itu nagari ranah Cumeti Koto Piliang ini mendapat gempuran pertama penjajah Belanda dari benteng Simawang. Hari jadi nagari Sulit Air (HAJASA) boleh jadi sebuah moment untuk mengingatkan kembali persatuan, keragaman, kekuatan adat dan perantauan SAS untuk dapat memajukan nagari ini bersama sama.

Pembukaan TMMD/N pada tanggal 4 april 2018 dilapangan KotoTuo resmi dibuka oleh bupati Solok bapak Gusmal SE, didampingi Danrem 032/Wrb Brigjend TNI Mirza Agus SIP & Dandim 0309 Solok Letkol Arh Priyo Iswahyudi. Walau dalam situasi cuaca hujan membasahi lapangan tidak mengurangi khidmat nya pemukulan gong tanda dibuka nya TMMD/Nasional ke-101. Hadir juga saat itu DPP SAS serta tim pendamping TMMD/N, dmana memberikan cendra mata buku sejarah SAS kepada para pejabat yang ada termasuk kapolres Solok AKBP Dony Setiawan dan lainya.

Program TMMD/N berlansung selama satu bulan di kenagarian Sulit Air, selesai nanti diakhiri dengan acara penutupan pada tanggal 3 mai 2018. Keberadaan para prajurit akan ditempatkan dalam satu tenda besar di Balai lamo serta di inapkan disebagian rumah warga. Sebanyak 150 anggota TMMD/N akan membagi porsi kerja nya meliputi perbaikan sarana jalan, pembuatan saluran irigasi, bedah rumah, penghijauan ( pembagian bibit limau, cengkeh), penyuluhan hukum, pemeriksaan kesehatan, serta kegiatan lain nya. 
Dipertengahan waktu kegiatan tepat nya pada tanggal 18 april 2018, kedatangan tim pengawas dari pusat TNI AD dipimpin aslog kasad oleh Mayjend Irwan turut memotivasi target kegiatan yang telah dicanangkan bersama antar TNI dan Warga masyarakat. Kedatangan tamu dari jajaran komando angkatan darat tidak saja disambut oleh warga dan Wali nagari, bahkan ketua DPP SAS serta rombongan untuk kedua kalinya pulang menjamu bintang dua Mayjend Irwan asli orang Padang ini. Tentu turut memberi semangat kebersamaan, konon bapak Syamsudin Muchtar nantinya akan memberikan cinderamata untuk setiap prajurit yag hadir dinagari Sulit Air.
Dipilihnya nagari Sulit Air sebagai lokasi pelaksana TMMD tidak luput dari perhatian & kemauan seorang (purn) Kol.TNI.AD Amreyza Anwar dt, Sati Marajo. Bermula ketika dua tahun yang silam selepas beliau dinobatkan menjadi seorang penghulu nya suku Limo Singkek, melihat nagari ini juga perlu sentuhan nyata perbaikan lansung, salah satu solusi jalan nya adalah perlu diwujudkan nya program TMMD. Maka segeralah dikordinasikan bersama Wali Nagari Sulit Air ibu Alex Suryani & di ajukanlah proposal tersebut kepada pihak TNI. Baru pada akhir tahun 2017 kepastian itu didapat, hingga dapat hasil nya dirasakan bersama sama. 
Tentu ini adalah kerjasama semua pihak TMMD dapat dilihat secara nyata, apalagi para kepala  jorong jorong menantang waktu mengerahkan segenap warga nya untuk turut berpartisipasi, guru dan siswa pun turut serta. Coba lihat tangan dan jejak cangkul, peluh membasahi sekujur tubuh para orang tua pekerja dikampung sangat besar jasanya, dalam membangun kerja sama ini. Setiap orang memberikan kontribusi yang nyata dan itu tidak sia-sia untuk dapat dinikmati kemudian hari. Diakhir penutupan nanti pada hari kamis 3 mai 2018, diharapkan semua warga dan  perantau SAS ikut dapat hadir dan mengucapkan rasa tak terhingga atas sumbangsih tenaga dari anggota laskar bersenjata milik negara republik Indonesia ini. Terimakasih pak Tentara - BRAVO TNI.

--- Sekian ---

Wednesday, 31 January 2018

Sulit Air dalam irama Pantun Minang

1. Pusuong

Apo guno losuong?
Untuok panumbuok pagi
Apo guno pusuong?
Panunjuok jalan di malam hari


2. Baliek Parik 


Kalakanji di Baliek Parik
Di sarowa inyo tasangkuik
Urang mati indak manggarik 
Nyawanyo tobang ka langik


3. Sakti


Bujang Sati urang Simabur
Di Tepi Air rumah isterinya
Walau sakti jangan takabur
Di Sulit Air tiada gunanya


4. Mahir


Engku Ruslan dari Bukit Kandung
Dahulu mengajar di sekolah Sulit Air
Sesuatu pekerjaan janganlah tanggung
Kalau belajar hendaklah mahir


5. Guguk Jonggi


Guguk Jonggi, Guguk Teragung
Tegak megah keduanya
Satu tinggi satu jangkung
Tampak gagah keduanya


6. Singkek Baringin


Singkek Baringin, Guguok Jaguong
Talatak di jorong Gando
Nyinyiek bacomin, datuok tamonuong
Samo tarogak ka maso mudo


7. Nyinyie


Ciek kinci-e, ciek endek
Samo-samo malanyau padi
Ciek nyinyi-e, ciek dedek
Samo-samo marisau ati


8. Limau Puruik


Limau Puruik hutan taratak
Singgah dulu di Kumbangan
Sakit perut menahan gelak
Sudah bercucu mengaku bujang


9. Sisunguik


Dari ma-a datang linta
Dari rumpuik turun ka kaki
Dari ma-a datang cinta
Dari sisunguik turun ka ati


10. Galu-galu


Galu-galu dan gula enau
Dimakan dengan kelapa parut
Malu-malu aku menghimbau
Takut tidak uda sahut


11. Ikan Silimang


Ikan silimang ditambah barau
Tali-tali tidak terpikirkan lagi
Tuan terbayang hati pun risau
Nasi tidak termakan lagi


12. Buah Dodok


Buah dodok, buah sicerek
Togak manjulang si bungo rayo
Darah tasirok manarimo surek
Kakak ka pulang di bulan iko

by : Hamdullah Salim