Tuesday 30 June 2015

Aksara Minangkabau ada di Sulit Air

          Minangkabau secara kekuasaan menjadi bagian kerajaan Sriwijaya dulu nya, karena berkembang mengikuti waktu identitas Minang juga membentuk jati diri sendiri. Akan tetapi sedikit ironi mengenai aksara budaya sendiri Minangkabau mengalami akulturasi budaya dari tiga agama yakni Hindu, Budha dan Islam. Sering kita dengar ucapan bahwa kebudayaan Minang betapapun tuanya di tengah-tengah kebudayaan nusantara, namun Minangkabau tak punya aksara seperti Batak, Jawa, Bugis, dan lain-lain. Di Makasar umpamanya, huruf Lontara masih dikembangkan terus. Masih banyak penduduk yang bisa menuliskannya. Di sekolah-sekolah masih dipelajari. Begitu juga daerah lain karena mereka memang punya warisan berupa huruf-huruf asli dari nenek moyang mereka.

          Bagaimana Minangkabau? Yang dikatakan punya warisan budaya yang cukup tinggi? Jawabnya barangkali karena kita belum sempat melakukan penelitian secara luas atau mendalam. Mungkin karena begitu luasnya cakupan kebudayaan Minangkabau itu, maka belum seluruhnya terjangkau dalam penelitian. Seperti dikatakan peribahasa Inggris, “di lapangan luas sulit menggali lebih dalam…”.

          Sejarawan Dr. Taufik Abdullah pernah berkata bahwa masih banyak yang harus kita gali, teliti, kumpulkan, dan kita kerjakan. Sampai sekarang, peta dialek saja kita belum punya. Betapa banyak dialek yang terdapat di Minangkabau. Bukan hanya yang terdapat di Luhak nan Tigo, antara nagari yang satu dengan nagari bertetangga sudah berbeda dialeknya.

          Namun demikian, satu hal yang menggembirakan patut kita kemukakan di sini. Kebudayaan Minangkabau sebenarnya lengkap dengan huruf asli berupa aksara Minang. Ini ditemukan di dua tempat. Pertama, di Nagari Pariangan, Padang Panjang, yang kita kenal sebagai nagari tertua di Minangkabau. Kedua, di Nagari Sulit Air, Kabupaten Solok. Cuma saja kedua bentuk huruf yang ditemukan di dua tempat itu berbeda satu sama lain. Belum dapat kita pastikan mana yang tua diantara dua itu. Para ahlilah yang akan menjelaskan kemudian.
  • Aksara Minang di Pariangan
          Pada tahun 1970 di sela-sela hiruk pikuknya dialog pembahasan tentang Sejarah dan Kebudayaan Minangkabau dalam siding seminar yang diadakan di Batusangkar, seorang peserta seminar tampil memperlihatkan aksara Minang yang ia temukan di Pariangan. Kebetulan yang tampil itu adalah bekas camat di Pariangan Kabupaten Tanah Datar. Bekas camat itu berkata penuh semangat, “Kebudayaan Minang itu lengkap. Jangan dikatakan kita tak punya huruf asli sebagai peninggalan nenek moyang kita …” katanya.

          Aksara Minang itu ditemukan dalam Kitab Tambo Alam milik Datuk Suri Dirajo dan Datuk Bandaro Kayo di Pariangan Padang Panjang. Tambo Alam itu ditulis dalam aksara Minang tersebut. Bukan seperti kitab-kitab tambo yang biasanya ditulis dalam tulisan Arab Melayu. Di dalam kitab tambo itu antara lain tertulis Undang-Undang Adat yang berbunyi sebagai berikut.

Dibelah-belah dipatigo
Siraut pambelah rotan
Luhak dibagi tigo
Adat dibagi salapan 

          Aksara Minang itu berjumlah 15 buah yang terdiri dari: a – ba – sa – ta – ga – da – ma – ka – na – wa – ha – pa – la – ra – nga (bandingkan dengan Surat Ulu di Palembang yang menurut Drs. Zuber Usman terdiri dari 16-17 huruf). Jika huruf-huruf Minang itu diberi titik di atasnya, maka di baca: i – bi – si – ti – gi – di – mi – ki – ni – wi – hi – pi – li – ri – ngi. Dan kalau diberi titik dibawahnya bacaannya berubah menjadi u – bu – su – tu – gu – du – mu – ku – nu – wu – hu – pu – lu – ru – ngu.

          Selanjutnya kalau diberi bercagak (bertanda v) di atasnya dibaca: e – be – se – te – ge – de – me – ke – ne – we – he – pe – le – re – nge. Kalau tanda “v” tersebut dipindahkan ke bawah harus dibaca: o – bo – so – to – go – do – mo – ko – no – wo – ho – po – lo – ro – ngo. Tapi kalau diberi titik di samping kanan, maka ia menjadi huruf mati: b – s – t – g – d – m – k – n – w – h – p – l – r – ng. (Lihat contoh I)
Sekarang marilah kita perhatikan contoh II. Nah, jika kita ingin menyalinnya ke dalam aksara latin, jadilah ia sebagai berikut:

Nan ampat talatak di bumi
Aso bulan duo matoari
Tigo timur ampat salatan
Rumah gadang lumbung bapereng
Sawah gadang banda buwatan. 

          Jika kita perhatikan aksara Minang ini mirip dengan huruf Lontara, yaitu huruf asli yang ada di Makasar (Ujung Pandang). Cuma jumlahnya yang berbeda. Aksara Minang berjumlah 15, sedangkan huruf Lontara berjumlah 23. Sebenarnya huruf Lontara tersebut, menurut Djalaluddin, seorang guru di Ujung Pandang yang juga menyusun buku pelajaran untuk SMTA mengatakan bahwa huruf Lontara itu telah dipakai sejak 400 tahun yang lalu di Sulawesi Selatan.
          Huruf Lontara tua, katanya, diciptakan oleh Daen Pamatta’, Syahbandar Kerajaan Gowa atas perintah Raja Sombaja pada tahun 1538. Bapak Kamardi Rais sebagai wartawan menaruh perhatian besar, ketika melihat banyak kesamaan cara menuliskannya meski hurufnya berbeda. Jika huruf Lontara tersebut diciptakan pada abad 16, mungkinkah aksara Minangkabau yang ditemukan di Pariangan in diciptakan pada abad 14 ketika Adityawarman dirajakan di bumi Pulau Emas (Minangkabau)? Marilah kita serahkan kepada para ahli dari hasil penelitiannya nanti. Tapi kalau kita perhatikan prasasti-prasasti yang terdapat di Kubu Rajo, Limo Kaum, Pagaruyung dan lain-lain tidak ditulis dalam aksara Minang tersebut melinkan ditulis dalam bahasa Sanskerta dengan style (gaya) Adityawarman.

          Barangkali sukar untuk menerima bahwa aksara tersebut diciptakan dalam masa Adityawarman. Di samping itu, dari kalimat yang kita kutip dari Kitab Tambo Alam di atas yang ditulis dalam aksara Minang tersebut terdapat suatu keganjilan dalam menuliskan kata ampat. Kenapa tidak ditulis dengan ampek? Barangkali juga aksara itu sudah lama diciptakan, sedangkan tambonya yang ditulis kemudian.
  • Aksara Minang “Ruweh Buku” di Sulit Air
          Setelah kita kemukakan aksara Minang yang ditemukan di Pariangan Padang Panjang, maka kini marilah pula kita sajikan aksara Minang yang lain yang ditemukan di nagari Silek Aia (Sulit Air). Menurut Ketua Lembaga Studi Minangkabau di Padang, Drs. Denito Darwas Dt. Rajo Malano, Kitab Tambo Ruweh Buku yang ditemukan di nagari Sulit Air juga ditulis dalam aksara Minang. Berisi ajaran adat Minang nukilan Datuk Suri Dirajo di Pariangan Padang Panjang juga.

          Kemudian entah pada zaman apa dan tahun berapa, kitab Ruweh Buku itu dibawa orang ke Sulit Air dan dimiliki oleh Datuk Tumanggung secara turun temurun. Terakhir dimiliki oleh Syamsuddin Taim yang berusia 75 tahun pada tahun 1980. Ia menerima kitab itu dari mamaknya Rasad gelar Datuk Tumanggung pada tahun 1921. Sedangkan Rasad Dt Tumanggung menerimanya pula dari Datuk Tumanggung V. Begitu seterusnya jawek bajawek dulu sampai sekarang. Tambo Ruweh Buku sudah ada sejak awal disusunnya peraturan atau ketentuan-ketentuan adat Minangkabau yang disebutkan sebagai kerajaan “BUEK”.
          Beda dengan aksara Minangkabau yang ditemukan di Pariangan, Padang Panjang, maka aksara Minang “Ruweh Buku” di Sulit Air, kata demi kata dideretkan ke bawah kalau hendak membentuk kalimat. Mirip dengan huruf Katakana (Jepang), tapi jika hendak merangkaikan huruf jadi satu kata tetap dideretkan ke kanan. Jumlah hurufnya 21 buah lengkap dengan tanda baca. Beda dengan aksara Minang di Pariangan, maka huruf Ruweh Buku ini memiliki huruf hidup a – i – u – o  dan selebihnya huruf mati semua (lihat Contoh III).

          Kalau kita ingin menuliskan ta bukanlah gabungan huruf t dengan huruf a, melainkan ambillah huruf t kemudian diberi garis di atasnya. Kalau menulis ti taruhlah garis di bawah huruf t tersebut. Menuliskan tu maka sebelum huruf t bubuhkanlah garis miring terlebih dahulu. Menuliskan te pakailah garis miring setelah huruf t. sedangkan kalau ingin membuat to pakailah titik di atas huruf t. Begitu seterusnya. Aksara Minang Ruweh Buku tersebut juga dilengkapi dengan tanda baca seperti tanda tanya, tanda seru, titik, koma, bagi, tambah, kali, kurang.

          Menurut Syamsuddin Taim gelar Pakih Sutan, Tambo Ruweh Buku ditulis di atas lembaran kulit kayu sepanjang 55 cm atau satu hasta lebih sedikit. Ada 48 halaman dan ditulis menggunakan getah kayu yang berwarna hitam. Aksara Minang ini terdiri dari 5 huruf Vokal dan 17 huruf konsonan, bahkan dilengkapi juga tanda strip, koma, titik, tanda tanya, tanda seru dan tanda tambah. Ketika arsip aksara Minang ini dipegang oleh bapak Syamsudin Thaim bergelar pakieh Soetan berusaha menemui beliau via ketua SAS bapak H.Rainal Rais, sayang sudah meninggal dan tidak ketemu arsip asli nya namun untung salinan nya sudah ada.

          Sekarang yang menjadi tanda tanya, kenapa aksara Minang itu menjadi dua? Dapatkah disimpulkan bahwa ada huruf lama dan huruf baru? Tentu perlu penelitian lebih lanjut dari para ahli. Apakah itu dari Fakultas Sastra Universitas Andalas atau para peneliti dari Yayasan Genta Budaya Sumatera Barat, yang salah satu programnya, kita ketahui adalah dalam bidang ini.
(Alm) Kamardi Rais, memiliki Ilmu adat kuat dan ulama yang berkharisma,  pernah ceramah sholat Id Fitri di Lap Koto Tuo.
          Adalah bapak Kamardi Rais Dt. Panjang Simulie dulunya ketua LKAAM (lembaga kerapatan adat alam minang kabau) Sumatera Barat yang mencoba mencari aksara ini semua, menelusuri jejak dan bukti yang otentik untuk menjadi sebuah bagian sejarah dan itu tidak mudah. Apalagi arsip-arsip dari universitas Leiden Belanda (1920) juga memberikan gambaran fakta yang juga berbeda dalam artian ketika masih penjajahan dulu juga berusaha memasukan atau mencampur adukan aksara minang yang sudah ada. Beliau sendiri adalah manusia yang multi dimensi seorang wartawan, penulis, tokoh adat, politikus sekaligus cendikiawan Minang, dengan menepis keraguan tentu tidak sembarang asal untuk mengungkap asal usul aksara ini.

          Aksara Minang bila dilihat dari bentuk nya boleh jadi percampuran dari aksara arab kuno dan Sangsekerta. Kemungkinan aksara asli Minangkabau Muncul pada masa peraliahan kekuasaan kerajaan bercorak Hindu-Budha menuju kerajaan Islam di Minangkabau. Saat ini aksara Minang akan dicoba dijadikan kurikulum belajar oleh pemda Lima Puluh kota. Bagaimana dengan nagari Sulit air (sumber aksara Minang)? apakah pakar sejarah Sulit Air bapak Hamdullah Salim bisa melengkapi keping-keping sejarah aksara yang terpisah? kita tahu, kelemahan mendasar dari sejarah minang hanya berdasarkan cerita dari mulut kemulut dirangkai dalam bentuk tambo tapi minus dalam melihat waktu dan kejadian nya. Semoga ada kejelasan dan Nagari Sulit Air menjadi bagian Sejarah Minangkabau.

-- Sekian --

Sunday 14 June 2015

Randai opera ala Minang

          Randai dalam sejarah Minangkabau Konon kabarnya ia sempat dimainkan oleh masyarakat Pariangan Padang Panjang ketika mesyarakat tersebut berhasil menangkap rusa yang keluar dari laut. Randai di Minangkabau suatu… kesenian yang dimainkan oleh beberapa orang, berkelompok atau beregu, dimana dalam randai ini ada cerita yang dibawakan, seperti cerita Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, dan cerita rakyat lainnya.
          Pemeran utama berjumlah satu orang, dua orang, tiga orang atau lebih tergantung dari cerita yang dibawakan, dan dalam membawakan atau memerankannya pemeran utama dilingkari oleh anggota-anggota lain yang bertujuan untuk menyemarakkan berlansungnya acara tersebut. Sekarang ini Randai merupakan sesuatu yang asing bagi pemuda-pemudi Minangkabau, hal ini dikarenakan bergesernya orientasi kesenian atau kegemaran dari generasi tersebut. Randai terdapat di Pasisie dan daerah Darek (daratan).
         Pada awalnya Randai adalah media untuk menyampaikan kaba atau cerita rakyat melalui gurindam atau syair yang didendangkan dan galombang (tari) yang bersumber dari gerakan-gerakan silat Minangkabau. Namun dalam perkembangannya Randai mengadopsi gaya penokohan dan dialog dalam sandiwara-sandiwara modern, seperti kelompok Dardanela dan Tonil pada awal abad ke 20.
Jadi, Randai adalah media untuk menyampaikan cerita-cerita rakyat, dan kurang tepat jika Randai disebut sebagai Teater tradisi Minangkabau walaupun dalam perkembangannya Randai mengadopsi gaya bercerita atau dialog teater atau sandiwara. “Sebelum randai menjadi teater berkembang saat ini, dulunya adalah tari randai. Tari randai dipelihara di perguruan silat yang mengajarkan Ulua Ambek terutama di daerah pesisir (Padang Pariaman). Tak heran tari-tari Minang kontemporer dewasa ini, ada yang pola gerak dan pola dialog seperti randai.
Fungsi Tari Randai
          Sebagai hiburan masyarakat biasanya yang diadakan pada saat pesta rakyat atau pada hari raya Idul Fitri. Untuk mempertebal rasa ketradisian juga memberi kesempurnaan terhadap adat istiadat Minangkabau itu sendiri, sarana Aspirasi dan Media Informasi.
          Randai berasal dari perkataan merandai berarti mengarang atau melingkar suatu kawasan lapang untuk mencari sesuatu yang hilang. Terdapat pelbagai versi sebenarnya tentang asal usul randai ini. Struktur persembahan randai berkonsepkan gerak tari silat diselangi nyanyian berunsur lagu rakyat serta diiringi muzik caklempong, rebana, salung dan gong. Randai sering di persembahkan pada pesta menuai padi, upacara perkahwinan dan adat istiadat lain.
          Disaksikan ratusan pasang mata, 12 muda-mudi berpakaian tradisional Minangkabau membentuk lingkaran di tengah arena. Lima pemain lain, duduk di pinggir arena. Para pemain randai (anak randai) bergerak melingkar dan sering melakukan gelombang randai secara serempak, yang bersumber pada gerakan-gerakan silat atau seni pencak silat.
          “Hep… ta…,” terdengar teriakan seorang di antaranya (tukang gore), dibarengi dengan tapuak galembong (menepuk celana) yang bunyinya tingkah-meningkah. Setiap anak randai punya gaya sendiri dalam gerak dan menepuk celana yang didesain khusus-mempunyai pisak yang dalam, sehingga menghasilkan bunyi beragam waktu ditepuk, tapi serempak. “Hep…ta… Dugudung-dak-dik-dung.” Cerita yang diangkat dari kaba Kasiah Putuih Dandam Tak Sudah (Kasih Putus Dendam Tak Sudah) pun dimulai, terjadi dialog dan akting. Kemudian diikuti saluang dan dendang (nyanyian), biola, kayat, kerincingan dan calti.
          Penampilan anak randai penuh pesona dan seru. Tontonan sekitar tiga jam itu sering membuat penonton (segala usia; dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga kakek-nenek) tertawa riang. Dialog jeda sejenak, anak randai kembali ber-hepta-hepti diiringi cerita yang didendangkan (gurindam) dan diiringi saluang. Cerita bergulir, mengisahkan anak gadis (Sari Banilai) menolak keinginan orangtuanya (Datuk Tumanggung Tuo) untuk dinikahkan dengan bako-kemenakan Datuk Tumanggung Tuo-bernama Malendo Alam.
          Oleh mamaknya, Lelo Manjo, Sari Banilai dinikahkan dengan bekas teman sekolahnya, Rambun Sati. Dendam Datuk Tumanggung Kayo dan kemenakannya Malendo Alam pun bergejolak. Ketika Sari Banilai pindah ke Kota Medan, rumah yang ditinggalkannya dibakar oleh Malendo Alam. Keinginan ayak/mamak untuk menyelamatkan “Sako dan Pusako” lenyap sudah, karena mengikuti kehendak hawa nafsu.
Kesenian randai tak kalah hebat dan mengagumkan dengan tarian lainnya. Yang menarik dan mengagumkan, perwatakan tokoh dalam penampilan randai tidak diungkapkan melalui tata rias, tetapi disampaikan lewat dendang (gurindam). Kemudian, yang menjadi musik selain tepuk galembong, juga tepuk tangan, tepuk kaki, tepuk siku, petikan jari, hentakan kaki, dan teriakan-teriakan “hep… ta…ti… hai” oleh tukang gore, dan nyanyian atau dendang yang dilakukan oleh para pemain sambil melakukan gerakan-gerakan galembong.
          Kesenian randai sebagai teater rakyat di Minangkabau cukup diminati berbagai kalangan. Ini sering ditampilkan pada acara-acara seperti pesta panen, helat perkawinan, helat batagak penghulu, dan pesta-pesta rakyat lainnya. Ia menambahkan, jika kita melihat unsur utama dalam randai, misalnya tarian randai yang disebut bagalombang, pada randai-randai yang lebih klasik pada umumnya adalah gerak silat atau pencak silat yang diolah secara kreatif, dan diiringi dengan lagu-lagu dendang yang memang banyak sekali terdapat di dalam masyarakat Minangkabau, karena merupakan bagian dari tradisi seni budaya musik seperti saluang dan dendang, atau seni tutur seperti bakaba, barabab, dan basijobang.
          “Karena kebudayaan Minangkabau adalah kebudayaan yang dinamis, terbuka terhadap inovasi, maka perkembangan randai dewasa ini cukup beragam. Ada unsur-unsur gerak dan musik baru yang diadaptasi ke dalam randai, yang umumnya berasal dari lagu-lagu melayu (joget), bahkan juga dari musik dangdut. Idiom-idiom baru ini antara lain diadaptasi untuk membuat pertunjukkan randai tetap relevan dengan perkembangan masyarakat dan zamannya.
Penulis dulu sering menyaksikan Seni Randai di dalam gedung Serbaguna balailamo ini (pict mailist Sulitanet)
          Semasa Orde Baru berkuasa kesenian randai nyaris tenggelam, setelah pemerintahan nagari digantikan oleh pemerintahan desa. Kini, dengan kembalinya ke sistem pemerintahan nagari, kesenian randai kembali tumbuh. Setiap nagari memiliki sedikitnya 10 grup randai. Ironis nya nagari Sulit Air sering untuk hiburan mengimpor kesenian ini dari daerah lain seperti Batusangkar, Paninggahan, Padang panjang dll. Karena kesenian ini membutuhkan kerjasama dan penghayatan sempurna terhadap nilai budaya.
          Hal lain yang menarik dari tradisi randai adalah, semangat kolektif dan partisipasi masyarakat pendukung tradisi tersebut. Organisasi dan manajemen pengelolaan randai bertumpu kepada semangat kebersamaan tersebut. Lingkungan masyarakat tempat randai tersebut tumbuh, merasa berkewajiban memelihara dan mengembangkannya. Tanpa dukungan mereka -termasuk finansial- tak mungkin randai bisa berkembang. Sampai kini kegiatan pertunjukan lebih bersifat sosial, kecuali ada perubahan pola organisasi pada pemilikan kelompok atau individu yang sudah mulai ada sekarang ini.
Ditanah lapang balailamo inilah nanti kesenian IPPSAWAN/IPPSAWATI diperagakan
          Bagaimana dengan event pulang basamo nanti, In Shaa Allah... IPPSA Dangau akan menampilkan salah satu seni khas Minangkabau ini, judul nya apa ? mari tunggu aja tanggal main nya. Semoga dengan melestarikan kesenian Minang ini, mampu memeberikan rasa rindu terhadap budaya dan kampung halaman nenek moyang kita.
---- Sekian ----

Friday 5 June 2015

Anak cacat yang dermawan


          Saya melihat sebuah artikel dengan foto yang sangat menyentuh hati. Anak dalam cerita ini memperlihatkan dua hal. Yang pertama, kekurangan fisik bukanlah halangan untuk memiliki kebesaran hati dan berbuat baik. Kedua, kemiskinan bukanlah halangan untuk berbagi. Semoga cerita ini bisa membawa inspirasi buat kita semua.
           Ada seorang anak yang kurus tinggal tulang berbalut kulit, yang rambutnya sendiri pun sudah menguning mungkin akibat terpaan sinar matahari dan malnutrisi, menyeret-nyeret tubuhnya. Kakinya cacat. Dia memegang sebuah mangkuk besi. Anak itu merangkak di depan meja yang bertuliskan “donasi”. Orang-orang berpikir: “Ia akan lewat.” Sebagian lagi berpikir bahwa anak ini minta diberikan sumbangan.


          Tapi selanjutnya merupakan kejadian yang tak terduga!! Dia berkata pada orang-orang dewasa itu, “Saya ingin menyumbang!” Ia pun menuang koin dari mangkuknya. Para petugas mengulurkan tangan ingin membantu, tapi dia ingin melakukannya dengan tangannya sendiri...

           Mereka semua tak bisa berkata-kata karena ia memberikan semua yang diperolehnya kepada. Lembaga Amal dengan usahanya dan dengan tangannya sendiri. Tapi ternyata tak hanya itu. “Saya masih punya uang lagi.” Ia berkata dengan antusias sambil merogoh saku celananya...

Ia mengambil beberapa lembar uang dan kemudian menyumbang…dan lagi (Subhanallah..)!


           Dalam hati saya berteriak, “Aduh adik ini. Jangan-jangan dia sudah menyumbang semua uangnya!”
Bagaimana orang yang menurut standar normal miskin itu ternyata begitu kaya hatinya? Memang, kita jangan pernah memandang rendah orang lain. Tapi terlebih lagi, jangan kita memandang rendah diri sendiri. Kita kadang tidak dapat memilih apakah kita bisa punya kekayaan materi, kita juga tidak bisa memilih kondisi tubuh kita, tapi kita selalu bisa memilih untuk memiliki kekayaan hati. Anak ini telah menunjukkan hal ini kepada kita semua.


           Aduh, mata saya sampai berair-air melihat dia. Sungguh kagum. Melihat wajahnya, tubuhnya, kondisinya, rasanya jika berpas-pasan di jalan, mungkin aku akan merasa iba. Tapi dengan ini, aku baru sadar dia bukan orang yang perlu dikasihani karena dia sudah begitu kaya (dengan kemuliaan berderma nya). Tapi dia perlu dikasihi agar dia dapat berbagi lagi dengan orang lain.


Orang bijak mengatakan :


Sesungguhnya jika kita berbuat kebaikan, kita bukan hanya menolong orang lain atau mahkluk lain. Sesungguhnya kita sedang membantu diri sendiri agar lebih bahagia. Temukanlah kebahagiaan dengan memberi


          Adik itu saja bisa. Kita juga pasti bisa. Semoga rekan-rekan semua semakin bersemangat menjalani hari, masih banyak yang terbatas hidup nya dari kita namun lebih kaya hatinya. Jika Anda tersentuh dengan cerita di atas, mari hayati untuk kita diri pribadi minimal tolong “share” cerita ini ke teman-teman yang lain agar mereka juga dapat memetik hikmah yang ada pada cerita di atas. Semoga dapat bermanfaat bagi kehidupan kita, terimakasih.


Sudahkah bersedekah hari ini ??

--- Sekian ---

Monday 1 June 2015

Agenda pulang basamo SAS - IPPSA 2015



          In Shaa Allah.. dalam hitungan hari kita akan memasuki bulan suci Ramadhan, bulan yang mana kita untuk selalu meraih amal kebajikan sebanyak-banyak nya dan mendekatkan diri kepada Nya. Semoga momen ramadhan tahun ini memberikan berkah untuk nagari kita dan kita semua yang berhubungan dengan negeri Sulit Air yang selalu dilindungi dari segala mara bencana dan jauh dari kemaksiatan yang nyata serta tidak mempersekutukan Nya. Amin. So what... adakah yang akan menghabiskan puasa nya dikampung halaman atau menunggu hari 'H" nya nanti berlebaran dengan sanak saudara ?? jika iya,  mari pantau agenda pulang basamo nya dari sekarang. 

          "Memperkuat Organisasi SAS. dalam bentuk menata aset-aset organisasi serta, anggota sas & memajukan Nagari Sulit Air" itu adalah judul tema yang akan di angkat oleh DPP SAS nanti nya dalam mukernas 2015 yang menurut rencana berlansung selama dua hari di kampung halaman Balailamo. Semua kegiatan tersebut sekaligus menghimbau mengajak segenap warga SAS & IPPSA di perantauan seluruh Indonesia & LN ( 83 cabang) untuk "pulang basamo" maliek kampuang barami-rami. Mari kita semua niatkan sama-sama mengsukseskan acara tersebut sambil mempererat silaturrahim, serta berpartisipasi dan juga berbagi kepada segenap untuk warga di kampung nan kita tinggalkan.
Mukernas SAS terakhior di adakan di Sentul tahun 2012 yang lalu
          Tema yang sudah desebutkan diatas kenapa diambil ? karena dipandang masih perlu adanya upaya dan program organisasi yang berkelanjutan untuk generasi akan datang. Tidak itu saja thema ini juga dibahas nanti bisa memperkuat dan memantapkan eksistensi Organisasi SAS diperantauan, disisi lain secara tidak langsung memberi koneksi dari rantau kepada yang dikampung lebih cepat dalam memajukan kampung halaman Sulit Air. Organisasi SAS diketahui sejak tahun2007 sudah membentuk perkumpulan yang berbadan hukum di mata pemerintah. Dengan demikian banyak hal yang bisa dipetik manfaat nya dan konsolidasi secara menyeluruh atas kepemilikan asset organisasi, dimana saat ini masih kepemilikan gedung aset SAS diperantauan masih di atasnamakan perorang/ individu, sekelompok atau yayasan tertentu. Selanjutnya bisa atas nama organisasi SAS sesuai dari amanat mubes SAS XXI  dua tahun silam di Sulit Air.

          Dalam mukernas juga ikut akan dibahas perlunya suksesi babalik ka nagari 200 tahun lahir nya nagari Sulit Air, serta 100 tahun keberadaan oragnisasi SAS. Semua itu bertujuan mempersatukan masyarakat Sulit Air serta keturunan nya agar melek sejarah nagari serta dalam upaya meningkatkan basis ekonomi nagari serta pariwisata Sulit Air kedepan nya. Keseragaman simbol, bendera dan kop organisasi serta surat menyurat juga ikut masuk pembahasan, tidak itu saja menempatkan perhatian warga rantau untuk kemajuan nagari juga perlu dicari solusi nya . Bahkan banyak issue yang perlu dibicarkan dan duduk bersama dari orang rantau nanti nya dikaloborasikan dengan tiga tungku sajarangan yang berkuasa dinagari. 

          Pulang basamo nanti tidak hanya terfokus kepada kemajuan nagari dan organisasi SAS perantauan yang ada, kepemimpinan organisasi  IPPSA kedepan juga perlu dukungan semua orang tua SAS dimanapun berada. Tidak cukup hanya dengan memeberi saran, lebih dari itu semua daya dan upaya agar IPPSA tetap eksis perlu kita usahakan, bahkan perlu dimasukan dalam agenda program mukernas SAS akan berlansung nanti. Organisasi pemuda tertua di Minang yakni IPPSA, nanti akan mengadakan pemilihan ketua umum nya. Diharapkan bahkan diminta kader-kader IPPSA di daerah juga turut menjadi pionir kebangkitan pemuda-pemudi nagari untuk perantauan, minimal menyemangati dan tidak lupa sejarah kampung bisa mereka ketahui nanti nya jika mereka bergabung dengan IPPSA. Tidak lucu kan, peran nya dari dulu hanya sebagai penghibur di Balailamo saja, hanya fokus pada nilai seni. Kedepan solusi dan program kepemudaan yang lain harus sanggup mereka jalani. Apa yang sudah dilakukan saudara Taufik Akbar ketua umum IPPSA sekarang, dilihat dari program kerja yang sudah dilakukan dengan keterbatasan nya sudah memberikan sebuah re-genarasi yang menjanjikan dimasa akan datang. Tinggal kepemimpinan kedepan siapa lagi, yang akan meneruskan.
Pesantren Gontor adakan seni islam untuk warga Sulit Air beberapa waktu yang lalu
          Olah raga yang akan di pertandingkan nanti ada bola kaki, Futsal, Bulu tangkis. Khusus bola kaki hanya akan diterima 12 tim saja, penutupan pendaftaran terakhir ditunggu sampai tanggal 1 juli 2015 atau mana yang sudah mencukupi menjadi 12 tim. Untuk info lebih lanjut nya silahkan hubungi kordinator bola Sdr. Usmanto no.hp 08126783655, satu tim yang sudah pasti ikut yakni IPPSA dangau jadi hanya tersisa slot 11 tim lagi dari perantauan. Dimana bola akan bertanding selama 7 hari penuh pagi 1 x dan sore 2x yang final nya akan terlaksana pada tanggal 23 atau 24 juli 2015. Olah raga Futsal lansung kendali dipegang oleh DPP IPPSA silahkan hubungi Rizki ( Sekjend IPPSA) no.hp: 0857787444463. Olahraga Bulu tangkis bisa nanti menghubungi bapak Asri no.Hp: 0818686843.  Bahkan ada nanti berburu tupai juga lansung dikordinasi oleh panitia olahraga bapak Fauzi no.hp: 018389000343. 

          Malam kesenian masih ditunggu partisipasi para cabang yang ada, mengenai persiapan dan peralatan perlengkapan di dangau nanti silahkan hubungi kordinator seni bapak hendri no.hp: 081384471950. Ini yang menjadi sebagai tanggung jawab panitia nanti untuk menyelenggarakan nya, sebenarnya masih banyak nanti event yang ikut dilaksanakan setiap jorong seperti Selawat dulang, saluang dan rabab atau event Bararak para datuk-datuk nan ampek suku  tergantung mana yang ada palewaan datuk kedepan. Bahkan event  reuni para alumni sekolah di Sulit Air juga tidak mau ketinggalan untuk berkumpul bersama nanti nya.

         Negeri Sulit Air ini tidak bisa dipungkiri ikut dibesarkan oleh nama besar SAS dan gerak ippsawan/ippsawati, dari mobilitas dua organisasi inilah kemajemukan dan beragam kegiatan mereka hidup dinamis baik dirantau maupun untuk kemakmuran nagari. Sepatutnya lah kita semua berikan sokongan baik sponsor, saran bahkan waktu dan tenaga kepada mereka yang siap menjalani organisasi ini kedepan. Adapun keterbatasan dari kemampuan mereka sejogyalah bagian dari partisipasi kita dan tanggung jawab bersama untuk mengsukseskan nya. 

          Jika dilihat kalender masehi 2015, sepertinya hari Idul Fitri jatuh pada hari Jumat tanggal 17 juli, bahkan ormas Muhammadiyah sudah menetapkan hari nya sama yaitu Jumat. Begitupun secara umum masyarakat Sumatera Barat lebih banyak mengikuti refrensi Muhammadiyah dalam menetukan lebaran nya. Pulang basamo Sulit Air nanti akan dicanangkan waktu nya dari tanggal 15 juli sampai 24 juli, semua kegiatan berpusat di Nagari Sulit Air dari berbagai tempat yang sudah di rencanakan. berikut sekilas jadwal panitia SAS-IPPSA yang telah disepakati, tapi semua bisa berubah mengikuti keadaan:

Tiada keindahan selain merayakan hari yang Fitri bersama sanak saudara di kampung sendiri
Ustad Ihsan lulusan Gontor ini Sempat juga isi pengajian di KJRI sydney & warga SAS disana
  • Hari Jumat 17 Juli 2015 - 1 Syawal 1436 Hijriah :  
  1. 06.00 - 07.00 Persiapan Solat Idul Fitri di lapangan Koto Tuo
  2. 07.00 - 09.00 Imam Sholat : Ustad Meri Zondra & Penceramah : Ustad Ihsan Zulhiandi MCL
  3. 11.30 - 13.00 Sholat Junat dengan penceramah Ustad Ed- Fauzan
  4. 13.00 - 14.00 Peresmian & renovasi pemugaran Masjid raya
  5. 15.30 - 18.00 Pembukaan pertandingan bola kaki di lapangan koto tuo
  6. 20.00 - 23.00 Pembukaan pulang basamo dan Mukernas SAS serta malam seni IPPSA Dangau
  • Hari Sabtu 18 juli 
  1. 08.00 - 12.00 Rapat Mukernas SAS dan Konferensi IPPSA di Balailamo // pembukaan Futsal
  2. 12.00 - 13.00 --- Ishoma ---
  3. 13.00 - 17.00 Rapat usulan dan saran anggota SAS serta perangkat nagari // Bola kaki
  4. 20.00 - 23.00 malam seni cabang IPPSA ( dihitung hanya tampil satu Korwil.. )
  • Hari Minggu 19 Juli 
  1. 08.00 - 15.00 Hicking bersama IPPSA ke batu galeh-Taram serta Berburu Aleg se SumBar
  2. 15.00 - 18.00 Bola kaki menampilkan 12 cabang IPPSA & Futsal
  3. 20.00 - 23.00 Malam seni IPPSA (Korwil.. )
  • Hari Senin 20 Juli
  1. 07.00 - 12.00 Peresmian (bakaru) Siger Suliek Aie di puncak gunung Merah & Penghijauan
  2. 15.00 - 18.00 Bola kaki dan Futsal (semi final)
  • Hari Selasa 21 Juli
  1. 09.00 - 12.00 Pentas budaya adat ( bararak Pengangkatan Datuk Limo Singkek - Piliang)
  2. 15.00 - 18.00  Bola kaki dan Futsa ( Final)
  3. 20.00 - 23.00 malam seni IPPSA (Korwil ..)
Sumber: Panitia SAS-IPPSA 2015
--- Sekian ---