Thursday 29 October 2015

KONCEK

Koncek

Di satiok luak ado koncek
Koncek di luak Peti
Koncek di luak Taruko
Koncek di Luak Tembok

Koncek di luak Mabu
Koncek di luak Mawuang
Koncek di luak Bayauw

Satiok awak ado kecek
Kecek nan manyonang hati
Kecek nan mambuek suko
Kecek nan ado basobok

Kecek nan tajam bak sambilu
Kecek nan manambah binguang
Kecek nan manambah kacau
Hati-hati mangaluakan Kecek

Salah - Padi Mudo

Lurah bapaga batang komo
Sabolah kabawah polak rimbun
Salah ka manusia Mintak mo-o
Salah ka Allah mintak ampun
-------------------------
Padi ijau kini lah kuniang
Rumpuik disawah di siangi
Barobah tobang malayang di ateh nyo

Hati kacau kapalo poniang
Rumik masalah nan di adok-i
Soba jo samboyang nan jadi ubek nyo

By: Hamdullah Salim (H.S)

--- Sekian ---

Tuesday 27 October 2015

Dirantau kito basamo

Orang Sulit Air ini memang unik, hoby berhimpun tiada kesempatan untuk tidak berkumpul atau sekedar menanyakan kabar. Setidak nya pengamatan pribadi ada tiga tempat jika menemui orang Sulit Air barami-rami. Pertama yakni ketika ada acara organisasi diselenggarakan oleh SAS, IPPSA atau wadah persekutuan sejenis lain nya. Yang kedua adalah ketika waktu ada salah satu keluarga ditimpa musibah (meninggal, sakit dll) yang ketiga adalah ketika ada hajatan (pesta, syukuran berdoa) di suatu tempat untuk berkumpul.

Jika sebelum ada tilepon dan dunia internet, kopi darat yang paling bermakna adalah berjumpa dalam duka ataupun cita. Itupula kuat nya kekerabatan diperantauan, contoh paling nyata ketika ada musibah meninggal dunia salah satu kerabat atau keluarga orang Sulit Air di perantauan khusus nya di Jakarta. Ketika setelah acara takziah selesai jam 10 malam, masih saja belum beranjak dari tempat duduk. Bahkan ketika air minuman atau sedikit manisan sudah habis, yang rumah duka masih saja ramai dan hidup. Ada pesan yang bisa ditangkap dari acara takziah tersebut, yakni orang awak kangen akan bertemu muka walau ditempat orang berduka sekalipun.

Andaipun ada pertemuan yang kekeluargaan lain nya, bisa juga dalam suasana suka cita. Yakni berbaur dalam acara pesta pernikahan orang awak (Sulit Air) baik itu digedung atau di rumah mempelai. Namun pertemuan  itu rasanya waktunya tak selonggar ketika orang berakziah. Dari sinilah rasa nya embrio-embrio pertemuan selanjutnya menjadi sebuah agenda yang nyata untuk kebersamaan akan datang. Tidak memandang suku, atau pun usia yang jelas masih dalam satu ide yang nama nya acara itu sepakat berjalan, walau dikemudian waktu perbedaan2 mengemuka, tapi anggap saja sebagai rahmat.

Kader IPPSA dalam sebuah acara  Silaturahhim Nasional di Puncak
Lain hal nya jika menjadi bagian pengurus organisasi, pertemuan intens sekali sebulan setidak nya wajib dilakukan. Sungguh unik juga wadah pemuda-pemudi organisasi Sulit Air ini, ketika anak-anak bujang dan si anak gadis mendapat tempat tersendiri dalam pergaulan nya di perantauan. Dimana diwadahi dalam suatu organisasi IPPSA (Ikatan Pemuda Pemudi Sulit Air) ciri nya yang pasti adalah yang sudah menikah dilarang ikut!. Asal si anak gadis bilang ada kegiatan IPPSA, para orang tuapun mau tidak mau harus merelakan kepergian nya dalam suasana sedikit tenang minimal terawasi masih dalam orang-orang yang masih diketahui nasab nya dan apa suku nya.

Jadi yang belum menikah atau belum memiliki pendamping/kekasih sijantung hati rugi rasanya bahkan sia-sia masa muda nya jika si anak bujang belum pernah untuk berkiprah dalam gerakan IPPSA serta mengenal gadis asal negeri nya sendiri. Apalagi kini setiap cabang SAS sudah ada gedung pertemuan, disanalah mereka-mereka mengekspresikan jati diri berorganisasi dalam idealis-idealis tersendiri. Boleh jadi dimasa akan datang, menjadi pengurus organisasi pemuda kampung sendiri yang luar biasa begitu rumit nya, akan terasa tidak canggung lagi jika nanti berinteraksi dalam organisasi nasional yang heterogen massa nya.

Sangat besar jasa bapak Darussalam Dt. Samarajo ini dalam membentuk cikal bakal hidup nya organisasi IPPSA, bahkan pendahulu-pendahulu tersebut nyaris setengah mati dalam mengawal organisasi ini. Sebut saja masih dalam suasana agresi Belanda, suasana PDRI, PRRI bahkan Komunis bangkit tahun1965. Alhamdulillah sudah lewat setengah abad organisasi ini masih dikawal oleh adik-adik yang memiliki potensi menyatukan pemuda nagari. Semoga saja dalam suasana era Jokowi ini, membuat pemuda-pemudi nagari tidak setengah hati dalam berbhakti.
Ketum Bapak Zakarsih (baju hitam) ketika hadir acara pernikahan orang Sulit Air dengan Artis Yulia Rahman.
Beralih ke organisasi Sulit Air Sepakat, jika berandai bisakah menjadi sebuah partai politik? Dengan memiliki ad/rt yang jelas, kepengurusan yang lengkap, pengurus pusat sudah memulai cetak kartu anggotanya, mempunyai 84 cabang yang tersebar 17 provinsi ( tinggal cari 4 provinsi lagi dirikan cabang SAS) dan berada di tiga negara serta dua benua Asia dan Australia rasa nya tidak begitu sulit itu terwujud. Akan tetapi demi sebuah nafsu politik sesaat, rasa persaudaraan mamak dengan kemenakan menjadi renggang dan juga filosofi urang Minang beradat dan beragamo menjadi garing makna nya.

Usahlah itu di fikirkan, dengan menonjolkan potensi pribadi serta koneksi yang dimiliki rasanya setiap individu mampu menjadi pimpinan setiap partai politik yang potensial. Cukup rasanya hanya menjadi sebagai kebanggan anak nagari, yang mana ada wakil nya disetiap partai. Siapa saja yang maju, sok atuh asal jangan dari partai non Islam saja. Sesungguhnya keberadaan organisasi ini, bisa dengan sendiri nya sebagai batu loncatan membentuk karakter kuat diaplikasikan dalam manajemen partai. Sebagian kita kenal bapak Happy Bone Zulkarnaen (Golkar), bapak Irsyal Yunus (PDIP) jangan salah! beliau itu pernah menjadi ketua ippsa cabang juga lho.

Keberadaan SAS sekarang yang terus berusaha membumi dengan warga nya patut di apresiasi, sudah lima tahun ini dalam masa kepengurusan H. Zakarsyih Nurdin yang bersuku Limo Singkek selalu barami-rami ke cabang SAS. Dimana dalam setiap pelantikan plus silaturahmi DPP SAS mengajak serta warga yang ingin ikut merasakan suasana pelantikan dicabang-cabang yang ada. Terbaru sebentar lagi akhir bulan ini akan dilantik kepengurusan SAS cabang Bali dan Lombok, DPP SAS akan membawa serta warga sekitar180 orang akan memenuhi gedung IKMS Provinsi Bali. Bahkan begitu semangat nya, yang tidak mau naik pesawat PP bisa naik kereta api atau mobil. Kabar nya akan juga dihadiri oleh gubernur Bali dan pejabat orang penting lain nya. Begitupun "orang penting" Sulit Air juga akan menyambut warga disana, salah satunya bapak Prim Haryadi SH.MH saat ini Kejari Denpasar, dimana lagi heboh nya dengan kasus Angeline masih dibawah tanggung jawab beliau.
Gedung  IKMS Bali ini nanti acara silaturahmi & pelantikan DPC SAS
Tahun 2002 silam DPP SAS pernah juga mengadakan silaturahmi, agenda mukernas SAS plus ada jalan-jalan nya. Namun sayang, meledak nya bom Bali waktu itu mebuat ciut nyali peserta. Walau tetap hadir namun dalam suasana penuh was-was. Inilah saat nya kembali DPP SAS membawa serta warga, yang sebenarnya rembukan para arisan grup tennis SAS untuk sekedar kunjungan muhibah ke klub tenis di Bali. Namun berkembang, bagaimana mengajak serta para warga. Bisa jadi dalam rangka memperkuat organisasi ini juga ada nuansa silaturahmi yang kuat dirangkai dalam pelantikan SAS dan pertandingan tenis nanti.

Sekarang kito masih basamo, jika dulu organisasi SAS hanya memiliki majalah Suara SAS dan IPPSA mempunyai majalah Tunas Muda yang masih ogah terbit. Saat ini didepan layar kaca internet, ikut andil yang besar juga dalam membagi informasi dan berkomunikasi. Sebelum ada Path, Instagram, twitter bahkan Facebook ini, tersebutlah mailist Sulitanet yang menyampaikan setiap berita dan inspirasi. Tahun 2003 mailist Sulitanet yang beranggotakan 255 kepala, mampu menyampaikan berita & informasi dari layar kaca anda. Ditahun 2010 turunan dari ide-ide dari cerita bersambung mailist Sulitanet, lahir pula ROS radio online Sulit Air yang digagas oleh bapak Mulyadi Dt.Marah Bangso.

Di facebook juga banyak bertebaran grup urang awak, coba ketik deh diantaranya grup SAS, grup SAJ & grup FKNSA. Sampai sekarang sudah tidak terhitung segala daya upaya setiap pribadi untuk memberikan cerita dan kisah nya. Begitupun blog Balailamo ini, menjadi penyambung berita disemua elemen masyarakat yang menyinggung tentang potensi riuh nya nagari. Selain itu apakah tidak ada organisasi perhimpunan yang lain nya, berkiprah untuk nagari ?? Buannnyak toh...terdata di fikiran penulis ada 17 forum yang hidup dan berkontribusi selain SAS & IPPSA namun sifat nya sebagian hanya Ad-Hoc (sementara). Semoga saja kedepan masih banyak muncul pemberi inpirasi, ikut andil dalam membangun negeri, apa saja bidang nya. Asal dengan niat positif kerjakan apa yang kamu mampu. Oya, satu lagi mari berbuat - hindari berdebat dan wacana tanpa aksi

--- Sekian ---

Saturday 17 October 2015

Intifada, perjuangan tiada henti bangsa Palestina

 Apa itu Intifada?


Intifada berasal dari kata berbahasa Arab intifadlah dari asal kata nafadla yang berarti gerakan, goncangan, revolusi, pembersihan, kebangkitan, kefakuman menjelang revolusi, dan gerakan yang diiringi dengan kecepatan dan kekuatan. Intifada pertama kali dipakai sebagai nama oleh sebuah kelompok perjuangan Palestina yang membelot dari Gerakan Fatah. Namun kini kata itu lekat dengan gerakan kebangkitan baru rakyat Palestina. Pada dekade 1980-an, rakyat Palestina secara serentak bangkit melakukan perlawanan menentang rezim Zionis Israel. Sejak itu, intifada dipakai untuk menyebut gerakan yang muncul secara tiba-tiba, serentak, independen, agresif, universal, dengan kesadaran dan rasa protes, serta dengan penuh keberanian. Gerakan itu dilakukan oleh rakyat Palestina dalam menghadapi rezim Zionis Israel.

Saat itu, rakyat Palestina tidak memiliki sarana dan fasilitas apapun dalam perjuangan membebaskan negeri mereka melawan tentara Zionis. Mereka bersenjatakan batu untuk membela diri dan menyerang musuh. Karena itu, intifada dekade 80-an disebut juga dengan revolusi batu. Meski hanya bersenjatakan batu, tetapi intifada ini sangat menakutkan bagi Israel. Sebab dalam kitab suci mereka tercatat kisah Nabi Daud as yang membunuh Jalut, raja yang kejam dan bengis dengan senjata batu.

Sejarah Palestina moderen diwarnai dengan empat kebangkitan, yaitu kebangkitan tahun 1921, 1932, 1939 dan 1987. Intifada terakhir disebut sebagai yang terbesar dan paling luas. Para pejuang Palestina menggunakan strategi menyerang ke dalam wilayah pendudukan (Israel) dan mengatasnamakan perjuangan ini dengan syiar Islam, dengan mencampakkan cara-cara lama yang bertahan dan menggunakan atribut perjuangan nasionalis atau jargon-jargon non agama lainnya.

Mengenai gerakan intifada, Syahid Dr Fathi Ibrahim Shaqaqi, Sekjen pertama Gerakan Jihad Islam Palestina mengatakan, “Dalam sejarah revolusi dan perjuangan, kata intifada memiliki latar belakang yang panjang. Akan tetapi dari sisi makna, intifada berarti kebangkitan menggantikan masa kevakuman. Intifada adalah tahap pendahulu bagi sebuah revolusi. Misalnya, di Iran, terjadi kebangkitan di madrasah Feiziyah Qom. Kebangkitan itu kita namakan intifada, sebab gerakan itu pada tahun 1979 membuahkan kemenangan revolusi. Apa yang terjadi saat ini di Palestina tak lain adalah tahap bagi sebuah revolusi. Kita tak pernah membayangkan gerakan kebangkitan ini akan berjalan secara luas dan universal seperti ini. Kita namakan gerakan ini dengan nama intifada. Karena itu, kami di Gerakan Jihad Islam menyebut kebangkitan ini sebagai intifada dan revolusi.

Intifadah pertama memasuki panggung politik pada 1987, dimulai dengan pemuda Palestina yang membalas pembunuhan enam anak-anak Palestina oleh tentara-tentara Israel. Berlanjut hingga 1993, Intifadah menghadapi tanggapan yang sangat keras dari Israel, berdasar prinsip bahwa “kekerasan melahirkan kekerasan,” Timur Tengah kembali terjatuh ke dalam kekacauan. Sepanjang masa ini, perhatian dunia tertuju pada kasus anak-anak yang tempurung kepalanya pecah dan tangan-tangan mereka dipatahkan oleh para tentara Israel. Orang-orang Palestina, dari yang paling muda hingga yang paling tua, menentang kekerasan militer Israel dan penindasan dengan sambitan batu apa pun yang dapat mereka temukan. Sebagai balasannya, tentara Israel secara besar-besaran memberondongkan senjatanya: menyiksa, mematahkan tangan, dan menembaki lambung dan kepala orang-orang dengan tembakan senapan. Pada tahun 1989, sebanyak 13.000 anak-anak Palestina ditahan di penjara-penjara Israel.

Apa pun alasannya, memilih cara kekerasan tidak pernah memecahkan persoalan. Dan kembali, kenyataan penting harus dicamkan ketika merenungkan tanah tempat Intifadah terjadi. Pertama-tama, karena diperkuat oleh keputusan PBB, tentara Israel menggunakan kekuatan yang, sejalan dengan hukum internasional, seharusnya dijauhi. Meskipun sudah diperkuat aturan, jika Israel menuntut agar keberadaannya di tanah ini diterima, cara menunjukkannya tentu bukan dengan membunuh orang-orang tak berdosa. Karena semua orang yang waras pastilah sepakat, jika salah bagi orang-orang Palestina memilih kekerasan, maka pastilah juga salah bagi tentara-tentara Israel membunuh mereka. Setiap negara memiliki hak membela diri dan melindungi dirinya, namun apa yang telah terjadi di Palestina jauh dari sekedar membela diri.

Tentara pendudukan Israel menanggapi batu-batu dan ketapel remaja Palestina dengan senapan otomatis dan peluru tajam. Oleh karenanya setidaknya beberapa orang Palestina meninggal setiap hari.
Selama tahun-tahun Intifadah, sebuah peristiwa terjadi di desa Kristen Beit Sahour di dekat Bethlehem. Kejadian ini, yang disaksikan oleh penduduknya Norman Finkelstein, hanyalah satu dari banyak contoh yang tidak mendukung bahwa campur tangan militer didorong oleh keinginan membela diri:
Suatu kali di kamp pengungsian Jalazoun, anak-anak membakar ban ketika sebuah mobil menepi. "Pintu dibiarkan terbuka, dan empat pria (pemukim Israel maupun tentara berpakaian preman) melompat keluar, menembak membabi buta ke segala penjuru. Anak-anak di samping saya tertembak di punggungnya, peluru keluar dari pusarnya… Hari berikutnya Jerussalem Post melaporkan bahwa tentara itu menembak untuk membela diri."

Intifadah rakyat Palestina, yang dilakukan dengan sambitan batu dan pentungan untuk melawan tentara paling modern di dunia, berhasil menarik perhatian internasional pada wilayah ini. Gambar-gambar yang intinya mengenai pembunuhan tentara Israel atas anak-anak berusia sekolah sekali lagi menunjukkan kebijakan teror pemerintah pendudukan. Masa ini berlanjut hingga Kesepakatan Oslo tahun 1993, ketika Israel dan PLO duduk bersama di meja perundingan. Pada pertemuan ini, Israel mengakui Yasser Arafat untuk pertama kalinya sebagai perwakilan resmi rakyat Palestina.

Setelah Intifadah pertama mencapai puncaknya dalam kesepakatan damai, rakyat menunggu dengan sabar perdamaian dan keamanan kembali ke wilayah Palestina. Penantian ini berlanjut hingga Sepetember 2000, ketika Ariel Sharon, yang dikenal sebagai “Penjagal dari Libanon,” melakukan kunjungan yang menghebohkan ke Mesjid al-Aqsa bersama puluhan polisi Israel. Kejadian ini memicu bangkitnya Intifadah al-Aqsa.

Rasa sakit dan penderitaan tak berujung orang-orang Palestina meningkat dengan adanya Intifadah al-Aqsa. Saat ini, tiap hari ada laporan yang menyebutkan anak-anak dan remaja meninggal di wilayah-wilayah Palestina. Semenjak awalnya di bulan September 2000 hingga Desember 2001, sebanyak 936 orang Palestina tewas (angka-angka ini bersumber dari Organisasi Kesehatan Palestina). Sepanjang pertikaian, satuan-satuan tentara Israel menjadikan banyak warga sipil, termasuk anak-anak yang pulang sekolah sasaran pengeboman dengan helikopter.

Tentara Israel menggunakan senjata mereka bukan untuk melucuti senjata anak-anak Palestina, melainkan untuk membantai dan membunuh mereka. Suleiman Abu Karsh, wakil menteri perdagangan Palestina, menyatakan perasaan rakyatnya mengenai Intifadah ini dalam sebuah wawancara:
Intifadah ini terlahir dari kekejaman Zionis Israel dan provokasi terhadap rakyat Palestina dan hal-hal yang kami anggap suci. Karena ikatan kuat rakyat Palestina terhadap tempat-tempat suci ini, khususnya Mesjid Aqsa, yang merupakan kiblat pertama Muslimin, mesjid mereka, dan salah satu titik pusat Haram asy-Syarif, Israel menunjukkan tindak kekejaman.
Bendera Zionis Israel - bahkan terpampang jelas di Tolikara Papua
Di Palestina, di mana 70% penduduk terdiri atas kalangan muda, bahkan anak-anak pun telah mengalami perpindahan, pengusiran, penahanan, pemenjaraan, dan pembantaian semenjak pendudukan tahun 1948. Mereka diperlakukan seperti warga kelas dua di tanahnya sendiri. Mereka telah belajar bertahan hidup dalam keadaan yang paling sulit. Renungkanlah fakta-fakta berikut ini: 29% dari orang yang terbunuh selama Intifadah al-Aqsa berusia di bawah 16 tahun; 60% dari yang terluka berusia di bawah 18; dan di wilayah tempat bentrokan paling sering terjadi, paling tidak lima anak terbunuh tiap hari, dan setidaknya 10 orang terluka.

Tentara Israel, yang menjadikan warga sipil dan anak-anak sebagai sasaran, tidak ragu menembak bahkan anak-anak yang tengah bermain di tempat bermain sekolah. Karena jam malam yang diberlakukan oleh Israel, dalam tahun itu mereka lebih sering tidak pergi ke sekolah. Ketika mereka bisa bersekolah, mereka menjadi sasaran serangan Israel. Salah satu serangan itu terjadi pada 15 Maret 2001. Sewaktu murid-murid Sekolah Dasar Ibrahimi di al-Khalil tengah bermain selama jam istirahat, tentara Israel menembaki mereka. Kejadian ini, ketika enam anak-anak terluka parah, bukan contoh yang pertama maupun terakhir tentang kekejaman semacam itu.

Dalam The Palestine Chronicle, wartawan-penulis Ruth Anderson menggambarkan beberapa kejadian tak berperikemanusiaan dalam Intifadah al-Aqsa: Tak ada yang menyebutkan seorang lelaki muda yang baru menikah yang pergi berdemonstrasi hanya untuk menjadi martir, meninggalkan pengantin wanitanya menjadi janda. Tak ada yang menyebutkan pemuda Palestina yang kepalanya diremukkan oleh orang Israel dan tangannya dipatahkan sebelum ia secara brutal dijagal. Tak ada yang menyebutkan seorang anak kecil berusia 8 tahun yang tertembak mati oleh tentara Israel. Tak ada yang mengatakan bagaimana para pemukim Yahudi, yang dilengkapi dengan berbagai jenis senjata dan disokong oleh pemerintah Barak, menyerang desa-desa Palestina dan mencabuti pohon-pohon zaitun dan membunuh orang-orang sipil Palestina. Tak ada yang menyebutkan bayi-bayi Palestina yang meninggal ketika rumah mereka dibom dengan serangan udara atau orang yang dihujani oleh peluru Israel ketika dipindahkan ke tempat aman. Setiap orang tahu bahwa bayi-bayi tidak bisa melempar batu. Setiap orang tahu kecuali orang-orang Israel dan Amerika.

Terbaru: Situasi di Tepi Barat dan Jalur Gaza memanas dalam beberapa pekan terakhir. Tercatat sedikitnya 32 warga Palestina terbunuh dan 7 warga Israel tewas sejak awal Oktober lalu.  Sejumlah kelompok Palestina, seperti Hamas menyebut gerakan perlawanan saat ini sebagai Intifada ketiga. Kericuhan yang dimulai dari aksi pelecehan aparat Israel terhadap Masjid Al-Aqsa, kiblat pertama Muslim.

--- Sekian ---

Sunday 11 October 2015

The Sulit Air Dreams


Pesawat melintasi kawah Gunung Kerinci, yang kelabu diliputi awan
Dan tidak lama kemudian, sang pramugari pun berseru:
”Please, your attention! Perhatian, perhatian! Para penumpang yang kami hormati,
dalam waktu tidak berapa lama lagi pesawat ini akan mendarat
di bandar udara ”Padang Riburibu Sulit Air”

Mendengar nama itu hatiku tersentak, darahku berdesir
”Lampu akan dipadamkan. Silakan menghidupkan lampu baca! 
Sudilah menegakkan sandaran kursi, 
mengikatkan sabuk pengaman sampai pesawat ini berhenti dengan sempurna!” 
 Kuambil teropong dan lewat jendela kaca kunikmati panorama alam
Di bawah terhampar Danau Singkarak, airnya biru menyejukkan mata
Duhai.... beriak-riak bergelombang di sapu angin, melambai-lambai,
bak lambaian padi-padi muda di bentangan sawah nan menghijau.
Indah nyaJembatan Kereta Api Ombilin
Terlihat perahu-perahu nelayan berkayuh menebarkan jala
Dan beberapa ’speed boat” yang berlari dengan cepat
Ini benar-benar pemandangan langka yang jarang kualami
Di seberang, di utara, melintas kereta api, berasap cerobongnya,
sarat membawa penumpang dan batubara
Merambat di rel baja bagaikan rumahgadang berjalan,
begitu gambaran masa kecilku melihat kereta api dari Sitinjau Laut

Oh, cantiknya jembatan Batang Ombilin,
Tempat danau melepas kelebihan air yang meluncur di kolongnya
Di sekitar ada rumah makan, toko, kios lkan bilih dan oleh-oleh,
bus dan kenderaan yang parkir, masih seperti dulu juga
Terlihat juga mesjid pinggir danau di Sumpur yang kukenal dulu
Jauh di atas, di perbukitan terbentang jalan raya Trans Sumatra
Di bawahnya bertebaran villa, tempat wisatawan menikmati danau
Terpancar pesona Bukit Barisan, sumarak ranah Minangkabau
Pesawat semakin merendah dan melambat,
mengambil ancang-ancang, memasuki landasan dari arah Aripan

Di depan mata kini terpampang, indahnya nagari-nagari,
yang dulu disebut Kecamatan Sepuluh Koto di Ateh
Aduhai, nampak Batang Ombilin jalan berliku,
mengalirkan airnya mulai dari Katialo, Paninjauan, Tanjung Balit, 
akhirnya dengan setia dan sepanjang zaman, dimasukinya
haribaan tanah kelahiranku Sulit Air tercinta.

Dengan bantuan ketiga anaknya Batang Balam, Ompang dan
Batang Siaru, dilayaninya kebutuhan para sanakku,
warga lembah Gunung Merah-Putih,
sebelum bergabung dengan Batang Ombilin, menuju Selat Malaka.
Teropong semakin kurapatkan, mengamati aliran air Batang Katialo,
yang ternyata kini besar, lebar, dan bersih,
dengan air yang melancar deras
Air batang Ombilin membelah nagari-nagari di Minangkabau
Dari sungai itu terbentang beberapa polong air yang dialirkan
menuju sawah, ladang, industri rumah dan pabrik
Ada juga kincir angin, airnya digunakan untuk berbagai kebutuhan Gunung Merah-Putih, 
Guguok Muncuong, Guguok Nyandau & bukik Sundak Langik di belahan sebelah timur,
Sibumbun Betina, Sibumbun Jantan dan Guok Kumbangan di utara
Guok Tarogoung dan Guok Sarikieh di sebelah barat,
dan Guok Jonggi di penjuru selatan,
bagai tonggak-toggak penjaga nagari, bermandikan cahaya elektrik
bagaikan gadis-gadis bersolek manja hendak ke pesta

Wahai...antara pinggang gunung, bukit dan guguk-guguk itu,
kini terbentang jalan raya, juga bentangan kawat-kawat baja,
tempat lori-lori bergantung dan berlari-lari ria,
tumpangan para wisatawan berhibur diri,
bak lori di Taman Mini atau lori semen Indarung masa dahulu
Di sepanjang batas delapan puluh kilometer persegi ulayat Sulit Air,
bertaburan rumah, pabrik, kampus, kantor, sentra kerajinan rakyat
Surau-surau di sepanjang sungai, mesjid dan sekolah di sana-sini.
Hotel-hotel, obyek-obyek wisata, di beberapa pojok dan simpul kota
Pesawat pun mendarat mulus di bandara Padang Ribu-ribu
Padang Riburibu, wahai lintasan jalan kaki masa bocahku,
ke Kacang atau ke Tembok pada masa silam, bila hendak
naik kereta api ke Solok atau Padangpanjang, siapa kira,
engkau jadi begini gagah dan banyak disebut orang sekarang?

Di di tangga pesawat, kulayangkan pandang ke anjungan bandara
Di puncak bangunan yang bergonjong itu,
terpampang suatu baliho besar berhiaskan neon warna-warni:
”Welcome To/ Selamat Datang di Kota Santri dan Wisata Sulit Air”
Membaca baliho itu rasa berdetak lagi jantungku
Di apron, sedang parkir dua pesawat,
dan di ruang tunggu bandara, berlalu lalang macam-macam orang, 
banyak pula yang berhidung mancung, berkulit bule,
begitu asing mereka bagiku, tidak seorangpun yang kukenal

Petugas bandara yang lelaki berpeci, berbaju gunting cina,
perempuan berlilit dan berbaju kurung, seperti murid PSA masa dulu.
Semua ramah berikan memberikan layanan,
menebarkan senyum, menyebarkan harum
Aku kembali tersenyum ketika naik taxi, namanya ”Sarikie Taxi”
Keluar bandara, terbentang dua jalan besar, ke utara dan ke selatan
Aku pilih jalan ke utara, lewat Bukit Kandung, walau jauh memutar
Di sepanjang jalan toko, rumah, warung, kantor, bengkel, SBPU
Sepuluh menit kemudian bersua suatu kompleks bangunan besar,
amat menggetarkanku : ”Pondok Pesantren Modern Gontor Sulit Air”
Megah dan jombang, menara mesjidnya tinggi menjulang langit
Terlihat ratusan santri berpakaian koko berbaris memenuhi lapangan
Terlihat ruangan kelas berjejer, asrama, aula, dan entah apa lagi,
kini kabarnya telah banyak mencetak ulama dan da’i-da’i kondang.

Di sekitar banyak hotel, tempat bermalam para wisatawan,
para tamu dari nehara-negara Islam pun banyak menginap di situ.
Taxi sampai di pertigaan jalan Bukit Kandung,
di depan dua tanda panah, ke kiri menunjuk Batu Sangkar,
yang kanan mengarah ke Koto Tuo.

Oh, rupanya antara Bukit Kandung dengan Batu Sangkar,
kini terhubung oleh jembatan besar, yang melintasi Batang Ombilin
Supir taxi yang mengatakan demikian, yang juga menjelaskan
dari bandara Padang Riburibu kini ada penerbangan setiap hari ke
Jakarta, Palembang, Pekan Baru, Medan dan Kuala Lumpur
Dari Rawang ada kereta api membawa penumpang dan batu bara,
menuju Sawah Lunto, Solok, Padangpanjang dan Padang
Ada pula kereta api wisata yang melayani wisatawan lewat jalur itu,
dari Sulit Air ke Padang, mengitari nagari-nagari di sepanjang rel,  
menikmati pesona keindahan alam, dan dibeberapa tempat,
disambut dengan berbagai atraksi senibudaya Minangkabau

Dari Sulit Air terbentang pula jalan raya angkutan umum menuju
Ombilin, Singkarak, Solok, Sawahlunto, Talawi, dan Batusangkar
Sulit Air sungguh berada dipersimpangan jalan yang amat strategis
Terminal bus di Lapangan Koto Tuo, stasiun kereta api di Rawang
Kami sampai di gapura jalan yang bertuliskan:
”Selamat Datang di Kawasan Wisata Islami Talago Loweh”
Di kanan berdiri anggun kompleks ”Masjid Baitul Makmur” bertingkat
Ah, ingat aku Baharuddin Sutan Malako Cs, yang merintisnya dulu
Akulah dulu yang memberi nama mesjid itu, dan menurut supir taxi
mesjid itu punya kegiatan pendidikan tinggi menghapal Al Qur’an,
pusat pelatihan bela diri, pelatihan seni budaya Minang dan Islam, 
pusat kajian adat basandi syarak, 
serta pengajian akbar mingguan bersama da’i-da’i kondang, dari mana-mana jamaah berkunjung

Air nya Talago Laweh  yang jernih menyejukan pandangan
Dari kompleks mesjid itu, samar-samar kudengar lagu kasidah, 
ditingkahi bunyi talempong, saluang dan puput sarunai, merdu sekali
Telaga di samping mesjid menjadi ”Kolam Renang Talago Loweh”
Terdiri dari tiga bagian terpisah: lelaki, perempuan dan anak-anak
Banyak dikunjungi peminat dari seluruh Sumatra Barat dan Riau
Di depannya berdiri ”Sulit Air International Hotel”, berbintang empat
Talago Loweh penuh toko cendera mata berciri Minang dan Islam
Pada penurunan, ditemui lagi tanda panah penunjuk jalan ke kiri:
”Alai Resort”, ”Taman Pemandian Lubuok Uok”, ”Limau Puruik”
Ke kanan adalah: ”Waduk Air Bersih Purangan”,
dengan kemajuan teknologi, menyedot air dari Danau Singkarak, 
untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk Sulit Air

Lalu bertemu lapangan tennis, arena bulutangkis dan pondok wisata
”Sarikieh Taxi” memasuki ”Terminal Bus Koto Tuo”,
yang menempati bekas lapangan Koto Tuo sampai Pasar Koto Tuo, l
stadion pindah ke Lubuk Siami, pasar ke Balik Parik, hebat sekali
Sedang rumah-rumah penduduk banyak pindah ke perbatasan kota
Aku turun dari taxi, dari suatu pojok di bagian atas terminal kuamati
seluruh penjuru Sulit Air, kota santri dan wisata, sungguh menawan
Koto Gadang tertutup dengan bangunan bertingkat, perkantoran,
balaikota, balairungsari, DPRD, kantor swasta, dinas-dinas daerah
Pangka Titi dan Mesjid Raya masih seperti yang dulu,
namun ditengah kemegahan Sulit Air, terasa begitu kecil kini

Wisatawan naik jonjang saribu, sampai di Gunung Papan, 
dan dapat menyeberang ke Guok Muncuong, Sundak Langik, Sibumbun Jantan, 
Sibumbun Betina dengan lori gantung, berlari-lari riang di angkasa
dan terlihat sepuluh koto di ateh, Danau Singkarak, Batang Ombilin
Taxi bergerak lagi ke lembah Guok Tarogoung kawasan pemukiman
Memasuki jalan raya menuju Tanjung Alai di tepian Trans Sumatra,
di kiri Piek Ontang dengan bangunan ”Institut Teknologi Sulit Air”nya

Jauh di seberang terlihat ”Taman Rekreasi Batu Galeh” Taram
Juga ”Sentra Kerajinan Rakyat Guguok Jonggi” dan disebelah kanan
Sarikieh dengan ”Balai Penelitian dan Pembibitan Holtikultura”-nya
Habis Titi Jaruong, aku tersenyum lagi, ingat lagi masa lalu,
di suatu pojok ketemu suatu warung, dengan papan nama:
”Ompiang Badadieh Padang Bungka”

Kenderaan semakin ramai menuju jalan raya Trans Sumatra
Menjelang Tanjung Alai, kami berbelok kekiri, ke jalan lingkar selatan, 
melintasi Sarosah, Guok Jagak, Kunik Bolai, 
Siaru, lembah Gunung Papan, Sundak Langik, dan Rawang,
yang disepanjang kiri-kanan jalannya membentang kolam ikan,
di atasnya berenang kerumunan itik yang tengah bermain jenaka,
kebun sayur mayur dan sawah-sawah nan menghijau, duh sedapnya!
Sundak Langik penuh dengan antena dan perangkat telekomunikasi

Di Rawang ada pabrik briket dan pabrik buah-buahan dalam kaleng
Ada anak panah menunjuk ke kawasan ”Wisata Buru Babi Ikiek-ikiek”
disertai lukisan wisatawan membidik babi dengan senapan buru
Berbelok kembali ke utara, sampailah kami di Gontiang Guok Balang

Bertemu suatu rumah makan besar: ”Simbacang Restaurant”,
yang yang menyadikan menu masakan minuman spesial Sulit Air
Rasa lapar menyeretku berhenti di sini, sambil juga sholat di surau
Halaman parkir penuh sesak dengan kenderaan, tamunya melimpah
Menunya benar-benar khas Sulit Air: gulai ompuok, samba itam, 
samba panyikek, samba putiek macang, karabu maco, pai mansai,
goriang potai maco, niro, es karambie monuo, es aka kalamponang.
 Kulihat ada tamu yang bergerak jakunnya, cupak-cepong suapnya,
mencopak kuleknya, dan keluar peluh dinginnya,
aku pun merasakan nikmatnya, sampai tiga kali minta tambuh

Di depan melintas kereta api Pisalak-Rawang membawa batu bara
Terdengar bunyi pluitnya, berdentam-dentam rodanya, asyik sekali!
Sesudah makan, kami lewati ”Museum Gontiang Bigau”, 
kemudian Kubang Duo yang banyak sekolah, Mantagi dan Linawan 
dengan ”Industri Oleh-oleh Khas Sulit Air”-nya, perjalanan berlanjut
ke Lurah Kayu Paik, lalu obyek wisata air ”Guok Tojun” Timbulun
Timbulun terutama masyhur dengan tambang batubaranya,
yang diangkut ke Padang, juga dibutuhkan untuk membangkitkan pusat tenaga listrik di PLTU Pisalak
Habis Pisalak, memutar kekiri menempuh jalan raya lingkar utara,
melewati Bukik Sibumbun Betina, Sibumbun Jantan, Limau Puruik.
Di kiri-kanan jalan adalah padang rumput dan 
penggembalaan hewan Limau Puruik memang tenar sebagai pemasok sapi dan air susu
Sulit Air sekarang, next.... ???
Dan waktu menuruni jalan ke Lembah Bukik Kumbangan, teratakku
Tepatnya di Gontiang Kok Oru, tiba-tiba taxiku menabrak pohon pulai
Ashtaghfirullah, aku terpelanting ke ......bawah ranjang tempat tidurku
Aku terbangun dan sadar, ooohhh........, aku barusan hanya bermimpi
Mimpikan Sulit Air Nan Jaya, entah kapan dan tahun berapa kelak
Aku rupanya demikian terpengaruh Barack Hussein Obama, si idola Ayah dan ayah tirinya Muslim,
 pernah empat tahun tinggal di Jakarta Menulis ”The American Dreams”, mengimpikan perubahan Amerika

Sedang aku juga mengimpikan perubahan dan kebesaran Sulit Air
Namun aku hanya mampu bermimpi dan menulis puisi:

”The Sulit Air Dreams”  
By: Hamdullah Salim.

Sumber:  Media DDR edisi ke dua. (Adalah majalah Dewan Dakwah Risalah - sebuah perkumpulan - 
cikal bakal bersatu & terwujudnya pesantren Gontor cabang Sumatera Barat tahun 2009).