Sunday, 27 March 2016

TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK


Karya:  HAMKA

--- Sebuah Sinopsis ---

Di negeri Batipuh Sapuluh Koto (Padang panjang), seorang pemuda bergelar Pendekar Sutan, kemenakan Datuk Mantari Labih, yang merupakan pewaris tunggal harta peninggalan ibunya. Karena tak bersaudara perempuan, maka harta bendanya diurus oleh  mamaknya. Datuk Mantari labih hanya bisa menghabiskan harta tersebut, sedangkan untuk kemenakannya tak boleh menggunakannya. 

Hingga suatu hari, ketika Pendekar Sutan ingin menikah namun tak diizinkan menggunakan hartanya tersebut, terjadilah pertengkaran yang membuat Datuk Mantari labih terbunuh. Pendekar Sutan ditangkap, saat itu ia baru berusia 15 tahun. Ia dibuang ke Cilacap, kemudian dibawa ke Tanah Bugis. Karena Perang Bone, akhirnya ia sampai di Tanah Mengkasar (orang dulu menyebut nya). Beberapa tahun berjalan, Pendekar Sutan bebas dan menikah dengan Daeng Habibah, putri seorang penyebar agama islam keturunan Melayu. Empat tahun kemudian, lahirlah Zainuddin.

Saat Zainuddin masih kecil, ibunya meninggal. Beberapa bulan kemudian ayahnya menyusul ibunya. Ia diasuh Mak Base, teman kerabat ayahnya yang cukup terpandang. Pada suatu hari, Zainuddin meminta izin Mak Base untuk pergi ke Batipuh, sumbar, mencari sanak keluarganya di negeri asli ayahnya. Dengan berat hati, Mak Base melepas Zainuddin pergi.

Sampai di Padang, Zainuddin langsung menuju Negeri Batipuh. Sesampai di sana ia begitu gembira, namun lama-lama kabahagiaannya itu hilang karena semuanya ternyata tak seperti yang ia harpakan. Ia masih dianggap orang asing, dianggap orang Bugis, orang Makassar (Sulawesi). Betapa malang dirinya, karena di negeri ibunya ia juga dianggap orang asing, sementara di Makassar dia juga dianggap orang asing karena kuatnya adat istiadat pada saat itu. Ia pun jenuh hidup di batipuh, dan saat itulah ia bertemu Hayati, seorang gadis Minang yang membuat hatinya gelisah, menjadikannya alasan untuk tetap hidup di sana. Berawal dari surat-menyurat, mereka pun menjadi semakin dekat dan kahirnya saling cinta.

Kabar kedekatan mereka tersiar luas dan menjadi bahan gunjingan semua warga. Karena keluarga Hayati merupakan keturunan terpandang, maka hal itu menjadi aib bagi keluarganya, adat istiadat mengatakan Zainuddin bukanlah orang Minangkabau, Ibunya berasal dari Makassar. Zainuddin dipanggil oleh mamak Hayati, dengan alasan demi kemaslahatan Hayati, mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi meninggalkan Batipuh.

Zainuddin pindah ke Padang Panjang (berjarak sekitar 10 km dari batipuh) dengan berat hati. Hayati dan Zainuddin berjanji untuk saling setia dan terus berkiriman surat. Suatu hari, Hayati datang ke Padang Panjang untuk melihat acara pacuan kuda. Ia menginap di rumah temannya bernama Khadijah. Satu peluang untuk melepas rasa rindu pun terbayang di benak Hayati dan Zainuddin. Namun hal itu terhalang oleh adanya pihak ketiga, yaitu Aziz, kakak Khadijah yang juga tertarik oleh kecantikan Hayati. Karena berada dalam satu kota (Padang Panjang) akhirnya Zainuddin dan Aziz bersaing dalam mendapatkan cinta Hayati.

Mak Base meninggal, dan mewariskan banyak harta kepada Zainuddin. Karena itu ia akhirnya mengirim surat lamaran kepada Hayati di Batipuh.Ternyata surat Zainuddin bersama'an dengan lamaran Aziz. Zainuddin tanpa menyebutkan harta kekayaan yang dimilikinya, akhirnya ditolak oleh ninik mamak Hayati dan menerima pinangan Aziz yang di mata mereka lebih beradat, juga asli Minangkabau, dan Hayatipun akhirnya memilih Aziz sebagai suaminya. Zainuddin tak kuasa menerima penolakan tersebut. Apalagi kata sahabatnya, Muluk, Aziz adalah seorang yang bejat moralnya. Namun apalah dayanya di hadapan ninik mamaknya. Setelah penolakan dari Hayati, Zainuddin pun sempat jatuh sakit selama dua bulan.

Atas bantuan dan nasehat Muluk, Zainuddin dapat merubah pikirannya. Bersama Muluk, Zainuddin pergi ke Jakarta. Di sana Zainuddin mulai menunjukkan kepandaiannya menulis. Dengan nama samaran "Z", Zainuddin kemudian berhasil menjadi pengarang yang amat disukai pembacanya. la mendirikan perkumpulan tonil "Andalas", dan kehidupannya telah berubah menjadi orang terpandang karena pekerjaannya. Zainuddin melanjutkan usahanya di Surabaya dengan mendirikan penerbitan buku-buku.

Karena pekerjaan Aziz dipindahkan ke Surabaya, Hayati pun mengikuti suaminya. Suatu kali, Hayati mendapat sebuah undangan dari perkumpulan sandiwara yang dipimpin dan disutradarai oleh Tuan Shabir atau "Z". Karena ajakan Hyati Aziz bersedia menonton pertunjukkan itu. Di akhir pertunjukan baru mereka ketahui bahwa Tuan Shabir atau "Z"adalah Zainuddin. Hubungan mereka tetap baik, juga hubungan Zainuddin dengan Aziz.

Semenjak mereka Hijrah ke Surabaya semakin lama watak asli Aziz semakin terlihat juga. Ia suka berjudi dan main perempuan. Kehidupan perekonomian mereka makin memprihatinkan dan terlilit banyak hutang. Mereka diusir dari kontrakan, dan mereka terpaksa menumpang di rumah Zainuddin. Di balik kebaikan Zainuddin itu, sebenarnya dia masih sakit hati kepada Hayati yang dulu dianggapnya pernah ingkar janji. Karena tak kuasa menanggung malu atas kebaikan Zainuddin, setelah sebulan tinggal serumah, Aziz pergi ke Banyuwangi mencari pekerjaan dan meninggalkan isterinya bersama Zainuddin. Sepeninggal Aziz, Zainuddin sendiri pun jarang pulang, kecuali untuk tidur.

Beberapa hari kemudian, diperoleh kabar bahwa Aziz telah menceraikan Hayati. Melalui surat Aziz meminta supaya Hayati hidup bersama Zainuddin. Dan kemudian datang pula berita dari sebuah surat kabar bahwa Aziz telah bunuh diri meminum obat tidur di sebuah hotel di Banyuwangi. Hayati juga meminta maaf kepada Zainuddin dan rela mengabdi kepadanya. Namun karena masih merasa sakit hati, Zainuddin menyuruh Hayati pulang ke kampung halamannya saja. Esok harinya, Hayati pulang dengan menumpang Kapal Van Der Wijck.

Setelah Hayati pergi, barulah Zainuddin menyadari bahwa ia tak bisa hidup tanpa Hayati. Apalagi setelah membaca surat Hayati yang bertulis “aku cinta engkau, dan kalau kumati, adalah kematianku di dalam mengenang engkau.” Oleh sebab itulah setelah keberangkatan Hajati ia berniat menyusul Hayati untuk dijadikan isterinya. Zainuddin kemudian menyusul naik kereta api malam ke Jakarta.

Harapan Zainuddin temyata tak tercapai. Kapal Van Der Wijck yang ditumpangi Hayati tenggelam di perairan dekat Tuban. Hayati tak dapat diselamatkan. Di sebuah rumah sakit di daerah Lamongan, Zainuddin menemukan Hayati yang terbarng lemah sambil memegangi foto Zainuddin. Dan hari itu adalah pertemuan terakhir mereka, karena setelah Hayati berpesan kepada Zainuddin, Hayati meninggal dalam dekapan Zainuddin. Sejak saat itu, Zainuddin menjadi pemenung hilang semangat hidupnya. Dan tanpa disadari siapapun ia meninggal dunia. Kata Muluk, Zainuddin meninggal karena sakit. Ia dikubur bersebaelahan dengan pusara Hayati. 

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Buya Hamka bukanlah nama yang asing di kalangan masyarakat Nusantara. Buya Hamka merupakan salah seorang ulama terbilang yang berjuang menerusi penanya. Buya Hamka juga boleh dikatakan salah seorang tokoh ulama Nusantara yang berjaya memecahkan kepompong kejumudan yang memenjara serta menidurkan umat Islam ketika itu. Novel-novel yang ditulis oleh Buya Hamka se-memangnya unik kerana ketika itu belum ada ulama yang mau menulis novel. Seringkali juga usahanya menulis dipandang serong oleh ulama-ulama lain.

Kritik akan adat disini terlihat menonjol dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Widjk. Di sini Hamka mengkritik sistem masyarakat yang terlalu berpuak-puak sehingga meminggirkan puak lain terutama dalam perkahwinan. Nasib malang yang menimpa Zainuddin merupakan manifestasi kekecewaan Hamka kepada sistem masyarakat yang materialistik, mementingkan harta dari segalanya. Hayati dikahwinkan bukan kerana cinta, tetapi kerana harta semata.

Penulis ketika pertama kali membaca nya, masih kelas 1 SMP namun waktu itu merasa aneh saja seorang buya besar nusantara menulis kisah cinta yang terbelenggu budaya dan sistem masyarakat zaman itu. Mungkin inilah cara Buya membuka tabir keragaman adat yang kadang bertentangan dirangkai dalam kisah cinta antara dua insan manusia yang berbeda derajat. Dalam ending nya pun, karya-karya buya sering dalam rundung kisah sedih dan mengharukan. Disinilah menggunakan cinta sebagai cara menzahirkan/menampakan pertentangan memang hebat, malah dapat memberi kesan kepada jiwa pembaca. 

Inilah hanyalah sebuah ulasan pribadi dari penulis, akan sebuah maha karya yang begitu indah nya untuk dihayati. Bahkan pernah menjadi bacaan wajib kepada semua siswa sekolah Indonesia dan Malaysia pada tahun 1963. Sebagai seorang Buya, Pencerah, Diplomat, Pemikir juga Cendikia hampir jarang terlihat pada era saat sekarang ini.

--- Sekian ---

Monday, 14 March 2016

Batagak Panghulu di Minangkabau

Batagak panghulu berarti meresmikan seorang datuk menjadi Panghulu. Dalam adat Minang peresmian atau pengangkatan seorang panghulu tidak dapat dilakukan oleh keluarga yang bersangkutan saja. Malahan keseluruhan suku dilingkupi dalam satu kesatuan adat berupa (KAN) Kerapatan Adat Nagari inilah yang akan terlibat pula didalam nya nanti. Peresmian haruslah berpedoman dalam petitih adat Minang yakni " Maangkek Rajo sakato Alam - Ma'angkek Panghulu sakato Kaum ".
Sebelum itu syarat-syarat  pribadi seorang panghulu juga harus dilihat, dimana jabatan panghulu di minangkabau di turunkan secara turun-temurun. Dari niniak turun ka mamak, dari mamak turun ka kemenakannya. Dimana yang berhak mendapat atau memakai gelar panghulu adalah kemenakan dekat, kemenakan di bawah dagu kata orang minang, artinya kemenakan yang setali darah menurut garis matrilineal.
Panghulu adalah pemimpin kaum, pembimbing anak-kemenakan, dan menjadi niniak mamak di nagarinya. Maka dari itu seorang yang akan menjadi panghulu adalah orang yang memenuhi syarat kepemimpinan adat minangkabau.

Berikut syarat- syarat menjadi panghulu menurut adat :
  1. Laki – laki. Panghulu haruslah laki-laki bukan perempuan. Laki- laki yang memenuhi syarat dari kaumnya.
  2. Baik zatnya. Panghulu adalah orang yang baik. Maka syarat menjadi pangulu adalah orang yang baik. Berasal dari keluarga yang baik pula serta kedua orangtuanya. Ini sebagai jaminan akhlaknya.
  3. Baligh dan berakal. Panghulu adalah orang yang dewasa dan berakal. Artinya dia mampu membedakan baik dan buruk, benar dan salah. Akal yang baik dapat bertindak  tepat dan teguh pendirian, tidak tergoyahkan dalam mengambil keputusan.
  4. Berkemampuan. Panghulu adalah orang yang kaya atau mampu. Hal ini agar nantinya tidak akan menyusahkan orang lain. Ia hidup dari anak – kemenakannya untuk keperluan sehari – hari. Pangulu juga boleh mencari keuntungan (untuk hidupnya) di atas kepemimpinannya.
  5. Berilmu. Panghulu harus memiliki ilmu yang luas. Ia memiliki ilmu tentang adat, hukum dan ketentuan adat. selain ilmu tentang hal tersebut, pangulu juga harus menguasai ilmu agama dan umum yang baik.
  6. Adil. Panghulu adala orang yang adil. Adil dalam memperlakukan anak – kemenakannya. Adil dalam mengambil setiap keputusan terhadap berbagai persoalan yang di hadapi. Menghukum berdasarkan kebenaran serta tidak pilih kasih antara anak kemenakan bik jauh atau dekat.
  7. Arif dan bijaksana. Panghulu haruslah berperasaan halu, berpaham, dan berpikiran tajam. Ia juga harus arif dan bijaksana dalam mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi.
  8. Tablig. Panghulu harus mampu menyampaikan segala yang baik – baik kepada masyarakat.
  9. Pemurah. Panghulu harus dapat memberikan nasehat, bantuan dan segala yang di perlukan oleh masyarakatnya.
  10. Tulus. Panghulu harus orang yang tulus dan ikhlas dalam melaksanakan tugasnya.
  11. Sabar. Panghulu harus orang yang sabar, berlapang dada, dan berpandangan luas.
Khalifa hidup suku Limo Singkek Salapan dari bapak Ramli ke bapak Notariza Taher Dt. Tan Aceh
Mendirikan panghulu yang dimaksud adalah menukar (Khalifa) panghulu ditingkat panghulu itu sendiri. Dalam strata nya panghulu mempunyai struktur baik itu Datuk Ninik yang 15 ataupun Datuk Andiko (turunan anggota datuk ninik), maka tata cara untuk pelaksanaan penukaran tergantung tingkat yang ditukar (Khalifa).

Untuk nagari Sulit Air sendiri ada dua macam penukaran ( pengalifahan) panghulu yang terjadi ialah :
  • Khalifa Mati , Artinya panghulu yang ditukar adalah panghulu yang telah meninggal dunia.
  • Khalifa Hidup, Artinya panghulu yang ditukar adalah dalam posisi pemegang seorang datuk masih hidup di pindah ke calon seorang datuk bagian dari turunan dari suku tersebut. Dalam pedoman Minang disebut " Hiduik Bakarilaan - Mati batungkek Mati ". Mengandung makna jika seorang panghulu yang kan digantikan tidak mampu lagi dalam menjalankan amanh tugas seorang datuk, meliputi kendala berupa menurun nya kesehatan, cacat hukum, melanggar norma agama, Sosial atau kesibukan luar biasa dsb. Maka beliau boleh dan memberikan jabatan itu kepada calon pengganti nya.
Dari kedua macam pengalifahan tersebut, tata cara pelaksanaan nya tetap sama ditingkat panghulu itu sendiri, yang membedakan adalah adat pelaksanaan. Secara garis besar langkah yang ditempuh dalam mendirikan panghulu menurut adat di nagari ini adalah : 
1. Musyawarah Mufakat atau Barundiang. Barundiang inipun terdiri dari :
  • Musyawarah Saparuik (Musyawarah dalam keluarga besar tabusek nya panghulu)
  • Musyawarah Sapayung (Musyawarah melingkupi anak kemanakan panghulu)
  • Musyawarah Saniniek (musyawarah meliputi dibawah payung datuk  Niniek)
  • Musyawarah Suku (Musyawarah  meliputi persukuan dibawah datuk Suku nan ampek)
2. Musyawarah Mengisi Pancakauan, ini suda memasuki proses adat di rumah gadang yang terdiri dari :
  • Pemasangan Saluak kepada penghulu yang akan diangkat oleh seorang Datuk Suku
  • Pembai'atan (pengambilan sumpah) terhadap panghulu yang akan di angkat oleh seorang Jurai
  • Penasehatan Panghulu yang akan diangkat oleh seorang Datuk Monti 
3. Prosesi Bararak, dimaksud disini memebritahukan kepada khalayak ramai seluruh masyarakat , bahwa telah di resmikan (diangkat) seseorang datuk menjabat panghulu suatu kaum. Dalam perjalanan bararak ini, juga harus diiringi segenap pemangku panghulu - panghulu saninik dalam satu suku, selanjutnya diiringi juga oleh junjungan bungo siriah dan makanan lain nya.

4. Prosesi Panjamuan, diartikan disini bahwasanya memberikan jamuan (makan) setiap kehadiran para tamu dan karib kerabat dimana setelah pulang dari acara bararak ke minimal empat jorong yang telah dilalui. Disinilah pengorbana keluarga besar atau sang Datuk diwujudkan, dimana lazim nya minimal memotong seekor sapi untuk seluruh jamuan tersebut.

5. Prosesi naik ke Balairung Sari di Balailamo, dimana dalam hal ini seorang panghulu yang diangkat akan dinyatakan sah sebagai anggota Kerapatan Adat Nagari  (KAN). Sejogyanya lah panghulu yang telah diangkat dan bisa diterima oleh pengurus KAN dan anggota yang terdiri dari panghulu-panghulu dari empat suku yang berada dinagari Sulit Air.
Saat ini terdapat 115 orang Datuk/ Panghulu yang ada dinagari Sulit Air meliputi Datuk Suku, Datuk Ninik, Datuk Andiko, Jurai, Datuk Monti terbagi di empat suku yakni Limo Panjang, Limo Singkek, Simabur dan Piliang. Namun sayang, warga nya yang banyak hidup merantau ini keberadaan para datuk-datuk banyak pula berdomisili bukan dinagari Sulit Air. Secara bathiniah menjadikan proses beradat mengajarkan kemenakan ikut terabaikan mebina anak kemenakan secara lansung. Akan tetapi menyiasati hal tersebut banyak sekarang datuk-datuk tersebut mengangkat wakil datuk namun jelas tidak termaktub dalam susunan 115 orang datuk di nagari ini.

Itulah acara inti dari  upacara adat peresmian pengangkatan pangulu yang berlaku di nagari ini. Namun, yang di atas di jelaskan secara umumnya saja, tentunya upacara tersebut juga dipengaruhi oleh aturan dan ketentuan yang berlaku dalam masing-masing nagari tetap ada sedikit perbedaan nya, yang utama semua syarat lebih dulu telah terpenuhi.



--- Sekian ---

Monday, 7 March 2016

Minang dan Jokowi

Oleh: Irwan Prayitno

Tiba-tiba saja etnis Minang menjadi perbincangan skala nasional, ketika sebuah lembaga survei (Burhanudin Muchtadi) menyampaikan siaran pers kepuasan orang Indonesia terhadap kinerja Presiden Joko Widodo atau biasa dipanggil Jokowi.

Dalam siaran pers tersebut dinyatakan, tingkat kepuasan warga dari etnis Minang terhadap kinerja Jokowi adalah yang terendah dibanding warga dari etnis lain yang ada di Indonesia. Hal ini menjadi perbincangan hangat para netizen. Persepsi positif dan negatif bermunculan dan menjadi bahasan diskusi yang menarik. Warga dari etnis Minang yang puas terhadap kepemimpinan Jokowi 36,1 persen dan yang kurang puas 63,9 persen. Survei ini dilaku­kan 18-29 Januari 2016 oleh Indikator Politik Indonesia. Angka ini langsung mengingatkan kita kepada hasil pemilu presiden 2014 di Sumbar di mana pasangan Jokowi-JK memperoleh suara 23,1 persen dan pasangan Prabowo-Hatta memperoleh 76,9 persen yang merupakan prosentase tertinggi di Indonesia.

Angka yang tak jauh beda antara kepuasan terhadap kinerja Jokowi dengan hasil perolehan suara Pilpres 2014 ini mungkin memiliki korelasi atau relevansi yang layak didiskusikan oleh para pakar dan akademisi. Baik dari segi sosial, politik, budaya, maupun dari pelaku survei sendiri. Jika melihat rekam jejak kepemimpinan Jokowi, maka baru ketika menjadi Presiden RI orang Minang merasakan kepemimpinan Jokowi. Sementara ketika menjadi Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta bisa dibilang, orang Minang (khususnya warga Sumbar) belum merasakan kepemimpinan Jokowi. 

Oleh karena itu, ketidakpuasan orang Minang ini perlu penjabaran lebih detil. Apakah ketidakpuasan ini berarti Jokowi melakukan diskriminasi terhadap orang Minang? Mengapa etnis lain tingkat kepuasannya tinggi? Mengapa hanya etnis Minang yang tingkat kekurangpuasannya tinggi? Jika hasil survei menyebut, orang Indonesia puas dengan kinerja Jokowi, maka seharusnya ini merata di seluruh wilayah, dan tidak ada ketimpangan yang besar untuk satu wilayah. Demikian juga ketika berbicara masalah kepemimpinan, tidak ada diskriminasi yang dilakukan Jokowi selaku presiden kepada masyarakat Sumbar. Salah satu hal yang bisa menjawab pertanyaan tadi adalah budaya yang ada pada orang Minang ketika melihat pemimpin yang biasa disingkat 3T. 

T pertama adalah takah, yaitu performance, postur tubuh yang bagus, rupawan, gagah, penampilan yang menarik dan nampak berwibawa. Orang Minang akan melihat apakah seseorang memiliki ketakahan yang memadai yang diperlihatkan dari sikap, perilaku, tampilan, cara  bicaranya di depan publik atau cara menyampaikan pikiran melalui lisan dan tulisan, serta bagaimana gaya memimpinnya. Bagaimana bahasa tubuhnya dalam berkomunikasi di depan publik. T kedua adalah tageh yaitu tegas, berani, kuat, kokoh,  ber­pendirian dan muda.

Orang Minang akan melihat apakah seorang pemimpin itu mampu menjadi tumpuan harapan rakyatnya. T ketiga adalah ‘tokoh’.  Orang Minang akan menilai apakah seorang pemimpin layak untuk menjadi tokoh bagi mereka, mampu memberikan keteladanan, layak didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting. Ketokohannya juga diakui dalam skala yang lebih luas lagi. Keilmuannya juga sudah terbukti dan diakui, baik ilmu agama, adat, dan akademik.
Sementara Jokowi sendiri tampil di publik dengan gaya “apa adan­ya” dan “dari sononya” dengan wajah yang ndeso serta cara bicara “rakyat kebanyakan” yang ternyata digemari oleh masyarakat Indo­nesia sehingga dalam pemilihan presiden 2014 lalu meraih suara terbanyak. Namun jika melihat 3T tadi, penampilan Jokowi rupanya kurang matching dengan budaya yang ada pada orang Minang. Sehingga mayoritas rakyat Sumbar cenderung memilih Prabowo. Figur Prabowo dianggap lebih sesuai dengan selera orang Minang. Begitu juga pada pilpres 2 kali sebelumnya, SBY menang telak di Sumbar. Kecendrungan ini pun terjadi pada pilkada dan pemilu. 

Sedangkan jika melihat dari segi penerimaan, orang Minang sudah menerima Jokowi sebagai Presiden RI. Ini dibuktikan dengan kondi­si di Sumbar yang aman dan tertib. Tidak ada demo menentang pemerintah misalnya. Bahkan dari sisi pemerintahan, seluruh pemerintahan kota dan kabupaten serta provinsi ikut mensukseskan program pemerintah pusat.
Irwan Prayitno dan Nasrul Abit pimimpin Sumbar 2016-2021
Selaku Gubernur Sumbar yang merupakan perpanjangan tangan pemer­intah pusat di daerah, saya juga bisa memastikan loyalitas ma­syarakat maupun pemerintah daerah di Sumbar kepada pemerintah pusat tetap terjaga hingga kini. Ini bisa dibuktikan dengan tidak adanya organisasi atau kelompok separatis pengacau keamanan. 

Bahkan Sumbar adalah salah satu daerah teraman di Indonesia. Animo masyarakat yang antusias terhadap pembangunan yang bertu­juan kesejahteraan rakyat adalah realita yang ada di satu sisi. Maka bisa disimpulkan, masyarakat Minang memiliki sikap realis­tis, rasional, dan logis di satu sisi, dan punya selera tersen­diri (budaya) di sisi lain. Dan keduanya itu ternyata bisa berjalan masing-masing tanpa saling menjatuhkan. 

Sumber: Harian Singgalang