10. Tanggal 28 RAMADHAN 1409 (tanggal 4 MEI 1989) Rekonsiliasi pemangku Adat.
Begitu juga, tanggal 28 Ramadhan 1409 Hijriah sebagai Hari Kebangkitan Adat Sulit Air, setahu saya tidak pernah diperingati, bahkan tidak banyak orang yang menyinggungnya lagi. Dulu, sengaja dibuat tgl 28 Ramadhan, berarti 1-2 hari menjelang Idul Fitri, pada saat Sulit Air tengah ramai dikunjungi para perantau, agar dapat memperingati Hari Kebangkitan Adat Sulit Air itu secara kidmad dan meriah.
11. Tanggal 12 APRIL 2003, pemberian gelar kebesaran kepada keturunan Sulit Air.
“Kalaulah boleh diperkenankan, mungkin gelar kebesaran adat ini pantas diterima oleh kakek saya almarhum Demang Hamid yang gigih berjuang dan gugur dalam melawan penjajah atau untuk mendiang ibunda saya yang penuh cinta kasih membesarkan kami anak-anaknya dalam suka dan duka".
12. Tanggal 27 JANUARI 2009 - Berdirinya Gontor pertama di Sumatera Barat.
Adalah tanggal yang ditetapkan oleh
Kerapatan Adat Nagari (KAN) Sulit Air sebagai Hari Kebangkitan Adat
Sulit Air. Deklarasi itu dicetuskan pada penutupan Musyawarah Pemangku
Adat Sulit Air, yang berlangsung dari tanggal 4 s/d 6 Mei 1989 di Sulit
Air. Deklarasi berisi 4 hal pokok, yakni: (1) menjadikan adat Sulit Air
sebagai motivasi untuk mensukseskan pembangunan nasional; (2)
mengupayakan adat Sulit Air dapat selalu bersesuaian dengan perkembangan
zaman, ilmu dan teknologi yang semakin canggih dan ini sesuai dengan
pepatah adat sekali air gadang, sekali tepian berubah; (3) menyatakan
bahwa tanggal 28 Ramadhan 1409 H. yang bertepatan dengan tgl 4 Mei 1989
Mei yaitu hari pembukaan Musyawarah Pemangku Adat Sulit Air I, sebagai
Hari Kebangkitan Adat Sulit Air; dan (4) Diikhtiarkan mengadakan
Musyawarah Pemangku Adat Sulit sekali dalam dua tahun, terhitung sejak
hari kebangkitan adat itu.
Deklarasi ditetapkan dalam sidang
terakhir, di bawah pimpinan Nasrullah Salim Dt. Polong Kayo dan Helmy
Panuh Dt. Pono Marajo SH (sekarang Doktor), serta dibacakan oleh Mayor
TNI-AU Drs. Habibullah S.J. Malin Tumengung dan diamini oleh seluruh
peserta. Musyawarah juga menetapkan Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah
Tangga KAN Sulit Air. Ada satu keputusan penting lain yakni keputusan
No. 148/KAN-SA-3/1989 tanggal 8 Mei 1989 yang ditandatangani oleh Yassir
Dt. Bangso Rajo (ketua) dan Djamal Arief, pj. Dt Sindo Sutan
(sekretaris), hurup B, tentang Perluasan Pintu Perkawinan. Keputusan itu
selengkapnya berbunyi:
“Untuk memperluas pintu perkawinan secara
adat, memberi wewenang dan kepecayaan kepada DPP SAS untuk membentuk
satu team yang akan meneliti dan merumuskan secara konkrit, bentuk,
cara-cara dan persyaratan perluasan pintu perkawinan untuk diputuskan
Kerapatan Adat Nagari Sulit Air, yang berlaku bagi seluruh warga Sulit
Air”
Pada waktu itu yang menjadi Ketum DPP SAS adalah Drs.
Rainal Rais. Wewenang dan kepercayaan yang diberikan KAN Sulit Air tsb
hanya dalam bentuk keputusan itu saja, yang dibacakan dan disetujui
dalam sidang pleno KAN. Namun tidak disertai semacam “memorandum of
understanding” (MOU) antara KAN Sulit Air dengan DPP SAS. Saya tahu,
semula DPP SAS hendak mengadakan angket atau plebisit terhadap
masyarakat Sulit Air. Tetapi apa yang hendak diangketkan? Bagi DPP SAS
cara untuk memperluas pintu perkawinan tsb hanya satu, yakni perbanyakan
suku.
Bila diperhatikan baik-baik, wewenang dan kepercayaan yang
diberikan KAN tsb adalah perluasan pintu perkawinan yang berlaku untuk
seluruh warga Sulit Air, bukan hanya yang di perantauan saja. Jadi
nampaknya hendak merujuk kepada Keputusan KAN 7 Desember 1972 tentang
kebolehan pernikahan antara orang yang berbeda datuk ninik
dipersukuannya, untuk dibuatkan secara konkrit, bentuk dan cara-caranya.
Lalu kemudian diputuskan oleh KAN Sulit Air dan berlaku bagi seluruh
warga Sulit Air.
Dalam maklumat musyawarah tersebut, tak sedikitpun tersinggung perihal perbanyakan suku yang masih menjadi keyakinan DPP SAS di masa itu. Maka DPP SAS menjadi bimbang dan ragu, terbayang beban berat yang hendak dipikulnya dengan hasil yang belum pasti, mengingat pengalaman DPP SAS di tahun 1972 seperti telah dikemukakan. Maka, sekali lagi ini menjadi hutang dan beban sejarah terutama bagi KAN Sulit Air, yang perlu dilunaskan dan dituntaskan, karena kewenangan itu berada di KAN, bukan di DPP SAS.
Dalam maklumat musyawarah tersebut, tak sedikitpun tersinggung perihal perbanyakan suku yang masih menjadi keyakinan DPP SAS di masa itu. Maka DPP SAS menjadi bimbang dan ragu, terbayang beban berat yang hendak dipikulnya dengan hasil yang belum pasti, mengingat pengalaman DPP SAS di tahun 1972 seperti telah dikemukakan. Maka, sekali lagi ini menjadi hutang dan beban sejarah terutama bagi KAN Sulit Air, yang perlu dilunaskan dan dituntaskan, karena kewenangan itu berada di KAN, bukan di DPP SAS.
Begitu juga, tanggal 28 Ramadhan 1409 Hijriah sebagai Hari Kebangkitan Adat Sulit Air, setahu saya tidak pernah diperingati, bahkan tidak banyak orang yang menyinggungnya lagi. Dulu, sengaja dibuat tgl 28 Ramadhan, berarti 1-2 hari menjelang Idul Fitri, pada saat Sulit Air tengah ramai dikunjungi para perantau, agar dapat memperingati Hari Kebangkitan Adat Sulit Air itu secara kidmad dan meriah.
Sejarah kembali
berulang, membuat keputusan bahkan deklarasi sekalipun tidak begitu
sulit, yang sulit adalah melaksanakannya! Sungguhpun begitu tgl 28
Ramadhan 1409 H. perlu kita catat sebagai salahsatu peristiwa penting
dalam Sejarah Sulit Air. Selain karena adanya deklarasi adat tsb, ahli
adat Idrus Hakimi Dt. Rajo Penghulu (Ketua LKAAM Sumbar) yang diundang
memberikan ceramah adat dalam musyawarah tsb, menyatakan inilah
musyawarah para pemangku adat pertama yang diadakan di Sumatra Barat.
Sungguhpun demikian, semenjak musyawarah itu, KAN Sulit Air selalu
melakukan Musyawarah Pemangku Adat Sulit Air secara teratur sampai
sekarang.
11. Tanggal 12 APRIL 2003, pemberian gelar kebesaran kepada keturunan Sulit Air.
Keluarga Besar H. Oesman Sapta Odang di kampung halaman Sulit Air |
Seorang pengusaha & tokoh nasional ini yakni Oesman Sapta Odang, ditelusuri ternyata berdarah Minang tepat nya nagari Sulit Air. Peran serta dalam dunia perpolitikan nasional juga turut andil membuat nama beliau berkibar sebagai tokoh lintas nusantara yang dihormati. Merujuk judul diatas, adalah tanggal dianugerahinya Dr.
Oesman Sapta Oedang (cucu Demang Hamid, orang Sulit Air merantau ke Kalimantan). Sebuah gelar
kebesaran adat Dt. Bandaro Sutan Nan Kayo, dalam suatu barolek godang,
di Medan Nan Bapaneh Balai Lamo Sulit Air.
Ini termasuk baralek adat termewah dalam Sejarah Sulit Air. Peristiwa itu berlangsung pada masa Ketua KAN Nasrul Dt. Majo Indo, (plt) Wali Nagari H. Irdizon, Ketum DPP SAS Zulherfin Zubir dengan dua panitia pelaksana yakni Ridjal Mandah Ali dan Mukhlis Listo. Biaya yang telah dikeluarkan untuk seluruh rangkaian kegiatan ini diperkirakan mencapai sekitar dua miliar rupiah. Namun saya tidak berani mengatakan sebagai terakbar atau terbesar dalam Sejarah Sulit Air. Upacara ini hanya merebahkan (membantai) seekor sapi dan beberapa ekor kambing.
Ini termasuk baralek adat termewah dalam Sejarah Sulit Air. Peristiwa itu berlangsung pada masa Ketua KAN Nasrul Dt. Majo Indo, (plt) Wali Nagari H. Irdizon, Ketum DPP SAS Zulherfin Zubir dengan dua panitia pelaksana yakni Ridjal Mandah Ali dan Mukhlis Listo. Biaya yang telah dikeluarkan untuk seluruh rangkaian kegiatan ini diperkirakan mencapai sekitar dua miliar rupiah. Namun saya tidak berani mengatakan sebagai terakbar atau terbesar dalam Sejarah Sulit Air. Upacara ini hanya merebahkan (membantai) seekor sapi dan beberapa ekor kambing.
Menurut riwayat yang saya terima dari Bapak Yunus Amin Dt.Marah
Bangso, dimasa lalu-waktu barolek godang penganugerahan gelar adat Dt. Pamuncak
Perkasa Alamsyah (masa sekitar pasca Perang Paderi), telah direbahkan 4
ekor sapi. Waktu Mahyuddin yang populer dengan julukan Datuk Bangkik
(1860 – 1921) dianugerahi gelar kebesaran adat Datuk Sutan Maharajo Nan
Besar di Medan Nan Bapaneh Balai Lamo, telah direbahkan kerbau dan
sapi, seluruhnya berjumlah 7 ekor. Ini dapat dimaklumi karena jumlah
penduduk Sulit Air pada masa beliau masih sekitar 40 ribu – 50 ribu
orang. Sedang pada masa penganugerahan DR. Oesman Sapta sebagai Dt.
Bandaro Sutan Nan Kayo, jumlah penduduk Sulit Air hanya sekitar 8 ribu
orang. Tapi saya belum menemukan dokumen tertulis tentang tanggal dan
tahun penganugerahan gelar Dt. Pamuncak Perkasa Alamsyah dan Dt. Sutan
Maharajo Nan Besar tsb.
Rangkaian upacara sekitar penganugerahan
gelar Dt. Bandaro Sutan Nan Kayo itu paling mewah, telah di-charter dua
pesawat “Lion Air” berbadan lebar Jakarta – Padang p.p. untuk membawa
tamu-tamu VIP dari Jakarta, Jawa dan Kalbar. Warga Sulit Air dari
berbagai kota perantauan sengaja berduyun-duyun pulang untuk menyaksikan
kemeriahan dan kebesaran upacara tsb, walau waktu itu bukan akhir
Ramadhan atau musim Lebaran. Tamu-tamu VIP yang datang, antara lain
Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Ali Marwan Hanan, Wakil
Ketua MPR Jusuf Amir Faisal, Raja Pagaruyung Taufiq Thaib, Gubernur
Kalbar Usman Dja’far, Dirut Bank Mandiri FEC Nelloe, beberapa anggota
DPR seperti Aulia Rahman, Azwir Daini Tara, Gazali Thaib, Adiwarsita Dt.
Rajo Mansyur; tamu penting lain Ir. Yanuar Muin, beberapa bupati di
Kalbar, aktor-politisi Ruhut Sitompul.
Untuk menghibur anak nagari
didatangkan biduanita Minang senior Elly Kasim dan sanggar tari terkenal
dari Kalbar yang pernah memenangkan Indonesia di Festival Tari Asia
Pasifik. Dan yang membuat upacara menjadi mendunia, diboyongnya 30
wartawan lokal maupun nasional untuk meliput peristiwa tsb, di antaranya
7 stasiun televisi dari ibukota.
Upacara penganugerahan gelar
kebesaran itu sering muncul di Stasiun Televisi “El Shinta”, dalam
rubrik budaya “Teropong” berulang-ulang kali, bahkan sampai tahun yang
lalu masih saya lihat siaran itu muncul. Sulit Air terlihat di seluruh
dunia pada sarana audio visual tsb. Yang menjadikan upacara tsb suatu
peristiwa besar dan penting, Sulit Air barolek godang, anak nagari
tumpah ruah menikmatinya, menyangkut pribadi besar Oesman Sapta. Beliau
adalah seorang yang flamboyant, tokoh nasional/Wakil Ketua MPRI di kala
itu (sekarang pun memangku lagi jabatan tsb), tahu betul arti penting
kehadiran media massa. Di mana-mana dia mengatakan: saya urang Sulik
Ayie! Dia bangga dengan kakeknya Thalib atau Demang Hamid, orang
Silungkang Sulit Air. Tentu setiap orang Sulit Air merasa senang dengan
ucapan itu. Dan pada upacara itu pun dia mengatakan:
“Kalaulah boleh diperkenankan, mungkin gelar kebesaran adat ini pantas diterima oleh kakek saya almarhum Demang Hamid yang gigih berjuang dan gugur dalam melawan penjajah atau untuk mendiang ibunda saya yang penuh cinta kasih membesarkan kami anak-anaknya dalam suka dan duka".
12. Tanggal 27 JANUARI 2009 - Berdirinya Gontor pertama di Sumatera Barat.
Bapak Gubernur Gamawan Fauzi disambut panitia Prof.Dr Amin Nurdin |
Adalah tanggal Peletakan Batu Pertama Pembangunan Pondok
Modern Gontor Cabang Sumatera Barat, di Guok Limau, Ompang, Talago
Loweh, Sulit Air. Menurut pemantauan Media DDR, upacara yang
berlangsung di atas bukit yang cukup tinggi di pinggiran Sulit Air itu
dihadiri tidak kurang dari seribu orang. Dari segi kemewahan,
sosialisasi dan publikasi media massa, upacara ini memang kalah dengan
upacara no. 11 di atas. Tapi dari segi beragamnya tamu-tamu penting yang
datang, pemaknaan serta arti pentingnya buat masa depan Sulit Air,
upacara ini yang unggul. Upacara ini dihadiri oleh Menteri Kehutanan MS
Kaban yang bersama Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi (yang kemudian
dipercaya menjadi Mendagri) manandatangani prasasti peresmian , anggota
DPR Patrialis Akbar (yang kemudian dipercaya menjadi Menkumham), Ketum
PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, beberapa orang bupati.
Selanjutnya tampak juga ustadz kondang Yusuf Mansyur (yang memberikan tausiah pengumpulan dana), penyair nasional Taufiq Ismail (yang membacakan puisi terbaru menyangkut upacara tsb), politisi masa lalu Aisyah Amini, beberapa pengamat politik nasional yang juga guru besar Indra Samego, Bakhtiar Effendy, dan Fauzan Dt. Sinaro Nan Kuniang, Ketua Gebu Minang Arma Arief, beberapa ulama Sumbar, Ketum DPP SAS Zulherfin Zubir dan rombongan, cabang-cabang SAS perantauan.
Selanjutnya tampak juga ustadz kondang Yusuf Mansyur (yang memberikan tausiah pengumpulan dana), penyair nasional Taufiq Ismail (yang membacakan puisi terbaru menyangkut upacara tsb), politisi masa lalu Aisyah Amini, beberapa pengamat politik nasional yang juga guru besar Indra Samego, Bakhtiar Effendy, dan Fauzan Dt. Sinaro Nan Kuniang, Ketua Gebu Minang Arma Arief, beberapa ulama Sumbar, Ketum DPP SAS Zulherfin Zubir dan rombongan, cabang-cabang SAS perantauan.
Datanglah ke
upacara tsb suatu rombongan besar dari Pondok Modern Gontor Ponorogo
Jatim di bawah petinggi-petingginya KH Syukri Zarkasyi Abdullah, KH
Hasan Abdullah, Rusydi Bey Fanani, Ahmad Hidayatullah Zarkasyi dan
Kafrawi Ridwan (Ketua Badan Wakaf Gontor/mantan Dirjen Bimas Islam
Depag) dan sudah barangtentu para penggerak Panitia Pembangunan Gontor
Sumatra Barat (PGSB) sendiri yang dilokomotofi oleh Syaifullah Sirin Dt.
Rajo Mangkuto.
Acara sebelumnya yakni ketika Pimpinan Gontor
Kiyai Hasan Abdullah datang ke Sulit Air tanggal 6 Juli 2008 untuk
meninjau lokasi seluas 7 HA tanah wakaf di Guok Limau tsb, apakah cocok
untuk didirikan cabang Gontor di sana, juga merupakan suatu peristiwa
besar dan penting, karena ada sekitar 600 warga Sulit Air yang
berbondong-bondong datang ke tempat tsb untuk mendorong dan
meng-elu-elukan KH Hasan Abdullah, agar Pimpinan Pondok Gontor bersedia
mendirikan cabang Gontor di sana.
Acara yang sebenarnya hanya untuk
meninjau lokasi, telah berubah menjadi rangkaian acara yang besar dan
meriah, terutama sewaktu KH Hasan Abdullah berpidato dan memberi harapan
kepada penduduk Sulit Air di Guguok Limau. Lokasi tsb sekarang telah
berubah menjadi kampus Pondok Pesantren Gontor ke- XI. Pekikan takbir
Allahu Akbar tiap sebentar bergema (ini jarang terjadi di Sulit Air),
saya demikian terharu dan tergerak hati untuk menulis sebuah puisi
panjang berjudul Takbir Bergema di Bukit Pinus (Media DDR No. 03/2009
hlmn 57 – 63).
Inilah buat pertama kalinya, warga Sulit Air dengan
bantuan Pemda Solok & Sumbar menyediakan tanah dan bangunan sekolah
beserta prasarana jalan dan listrik untuk dijadikan Pesantren Modern
Gontor yang ke- XI, pengelolaan dan urusan selanjutnya diserahkan
sepenuhnya kepada pimpinan pesantren paling bergengsi dan ternama di
Indonesia itu. Maka tanggal 27 Januari 2009, perlu kita catat sebagai
salahsatu tonggak sejarah dan peristiwa penting dalam Sejarah Sulit Air.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Catatan Tambahan :
Nah, itulah 12 peristiwa yang saya pandang sebagai penting dan besar
dalam Sejarah Sulit Air. Dengan menyebut 12 peristiwa tsb, bukan berarti
hanya itu peristiwa-peristiwa penting di Sulit Air. Ada peristiwa
lainnya yang juga penting. Seperti pembangunan dan pembukaan SGB Negeri
(Juli 1954) yang kemudian berubah fungsi menjadi SMP Negeri Kacang
Baririk (1962); Perguruan Tsanawiyyah Muhammadiyah di Balik Parik
(1964), SMA Negeri Sulit Air di Piek Ontang (6 Maret 1986) kemudian
pindah ke Padangpanjang Koto Tuo, perguruan El Hakim (1994) juga di Piek
Ontang sebagai perguruan tinggi pertama (sekarang Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi) di Sulit Air.
Juga ada Peringatan Pers Nasional (PPN) tingkat
Sumbar tanggal 9 Februari 1989 yang dipusatkan di Sulit Air, tanah
kelahiran Mahyuddin Dt. Sutan Maharajo Nan Besar, untuk menghormati
jasa-jasa beliau sebagai Bapak Perintis Pers Melayu. Lebih-lebih setiap
konperensi IPPSA, Mubes SAS, Musyawarah Pemangku Adat, sekarang juga
Mukernas SAS, pada musim Lebaran juga selalu menampilkan arti penting
dan kebesaran tersendiri, Sulit Air demikian ramai dan hebohnya, hingga
kendaraan-kendaraan sulit di parkir. Hingga akhirnya dirasakan sebagai
suatu kerutinan.
Kita juga pernah mengalami peristiwa penting, yakni
upacara “Penanaman Perdana Proyek Sentra Industri, Tanaman Buah-buahan
dan Tanaman Terpadu” oleh Menteri Muda Pertanian Syarifuddin Baharsyah
di desa Sarikeh pada tgl 2 Januari 1992 (masa pemerintahan desa),
periode DPP SAS Rainal Rais. Semuanya itu dan yang lain-lain perlu kita
tulis dalam Sejarah Sulit Air. Namun untuk penulisan makalah ini, kita
cukupkan dengan ke- 12 peristiwa penting itu.
Ke- 12 peristiwa
tsb mempunyai kelebihan dan keutamaan masing-masing, seperti telah saya
utarakan, yang tidak selalu dapat dibandingkan, malah mungkin dapat
saling melengkapi. Namun dari ke- 12 peristiwa tsb, yang saya pandang
paling layak dan paling tepat untuk ditetapkan sebagai Hari Jadi Sulit
Air adalah peristiwa ke- 2, yakni peristiwa pasukan kolonial Belanda
menggempur Sulit Air, pada tgl 28 April 1821, dengan korban jiwa yang
tidak sedikit, yang oleh buku-buku sejarah dicatat sebagai permulaan
Perang Paderi.
Dari tanggal 28 april inilah, kedepan negeri ini hendaknya bertolak menjadi nagari yang menjunjung nila-nilai Islami dan berbudaya Adat yang saling melengkapi. Pengetahuaan sejarah ini bukan semata-mata untuk dibanggakan, namun dibalik itu bisa menjadi pelajaran kepada anak, cucu, kemanakan, sumando dan keluarga besar keturunan orang Sulit Air dimanapun berada.
Dari tanggal 28 april inilah, kedepan negeri ini hendaknya bertolak menjadi nagari yang menjunjung nila-nilai Islami dan berbudaya Adat yang saling melengkapi. Pengetahuaan sejarah ini bukan semata-mata untuk dibanggakan, namun dibalik itu bisa menjadi pelajaran kepada anak, cucu, kemanakan, sumando dan keluarga besar keturunan orang Sulit Air dimanapun berada.
Sumber : H. Hamdullah Salim
--- Sekian ---