Anda pernah Nyepi di Bali? Keluarga saya pernah. Seperti yang kita tahu, saat Nyepi, hampir semua kegiatan ditiadakan. Contoh, selama Nyepi keluarga pasien di berbagai rumah sakit tidak
boleh keluar RS dengan alasan apapun. Stok makanan dan minuman pun harus
disiapkan, mengingat warung di sekitar RS juga tutup. Selama
Nyepi, Bandara tutup sehari dan ratusan penerbangan ditiadakan.
Perbankan tutup sampai tiga hari. Anda mungkin menyebutnya aneh dan
rugi. Tapi sebagian pengamat menyebutnya unik dan hemat. Di atas
segalanya, itulah tradisi dan keyakinan mereka. Hargai. Akan indah
jadinya.
Anda masih protes? Tunggu dulu. Apakah Anda penduduk Bali? Apakah pendapat Anda dianggap penting bagi warga Bali? Jika tidak, baiknya diam saja. Hargai. Konon pemilik sebuah toko seluler di Kuta Bali pernah menghina tradisi ini. Yah wajar saja kalau warga merasa geram. Lalu, mengamuk dan merusak toko itu.
Beralih ke ujung Timur Indonesia, setiap hari Minggu, di sejumlah kota di Papua, salah satunya Jayawijaya, warga dilarang jualan. Apapun agama mereka. Itu artinya 52 hari dalam setahun. Kalau Ramadhan, cuma 29 atau 30 hari. Saya pribadi pernah berkunjung ke tiga kota di Papua dan saya melihat ini diatur melalui Perda. Anda mau protes? Tunggu dulu. Apakah Anda penduduk Papua? Apakah pendapat Anda dianggap penting bagi warga Papua? Jika tidak, baiknya diam saja. Hargai.
Kita setuju atau tidak, inilah Perda. Selama Ramadhan, rumah makan di beberapa kota, termasuk Serang, diminta untuk tidak beroperasi siang-siang, cukup sore dan malam saja. Di berbagai kota di Sumatera juga menerapkan ini, dengan Perda atau tanpa Perda. Anda mau protes? Tunggu dulu. Apakah Anda penduduk Serang? Apakah pendapat Anda dianggap penting bagi warga Serang? Jika tidak, baiknya diam saja. Hargai.
Bahkan di Amerika sono daerah Texas, Anda boleh menyimpan senjata api. Sementara di negara bagian lainnya di AS tidak boleh. Ini Perda. Perda berasal dari aspirasi rakyat setempat. Artinya kebiasaan ini
sudah berlangsung puluhan tahun bahkan ratusan tahun. Perda walaupun
usianya baru sekian tahun atau belasan tahun berusaha mengukuhkan
aspirasi ini. Semoga kita bisa memahami dan berhenti menghakimi.
Boleh-boleh saja kita berempati dan berdonasi kepada si ibu-ibu. Apalagi
setelah digiring dan didramatisir oleh media. Tapi pikirkan juga Perda
yang telah ditetapkan di Serang. Coba bayangkan, Anda buka bengkel di
Bali ketika Nyepi. Atau buka lapak ketika Hari Minggu di Kabupaten
Jayawijaya. Ending-nya juga sama, Anda bakal diciduk.
Lantas bagaimana dengan mereka
yang tidak berpuasa? Ada non-muslim. Ada musafir. Ada muslimah haid,
hamil, dan menyusui. Ada orang sakit. Tenang. Mereka pasti telah
mengantisipasi. Aman kok. Terbukti mereka tetap tinggal di sana selama
bertahun-tahun. Nggak ada yang protes. Kok kita orang luar yang sok tahu
dan mau menggurui? Sebenarnya, dalam tradisi Yahudi dan Kristen
ada juga anjuran untuk menghormati tradisi puasa. Lihat Imamat 23: 29
dan ayat-ayat lainnya. Tentu saja ini tiada kaitan sama sekali dengan
dinamika muslim sekarang. Yah sekedar komparasi saja. Rezim republik sekarang lebih condong mengkebiri aturan syariah yang telah berlaku lama. Sekarang tidak aneh lagi mah, jika non muslim menjustifikasi perda syariah. Namun justru memilukan dan memalukan, yang mempermasalahkan adalah sebagian ummat Muslim sendiri yang konon katanya terbesar didunia.
Saya pribadi tak pernah menyuruh orang untuk menghargai puasa saya. Toh ini urusan saya dengan Tuhan saya. Tapi saat suatu kota memutuskan sebuah Perda terkait Ramadhan, tak ada salahnya saya dan kita semua turut mengapresiasi. Bagaimanapun itu Perda, itu aspirasi. Ramadhan tahun lalu saya sempat menemani guru saya non muslim untuk sarapan. Bagi saya nggak masalah. Tak mungkin saya tergoda dengan sarapannya. Btw, ibu saya rutin puasa Senin-Kamis. Ketika saya makan siang, beliau sering menemani saya. Bagi beliau nggak masalah. Itulah 'Perda' di rumah kami. Anda protes?
Sumber: detiweka.blogspot.co.id (astrid s)