Friday 20 March 2015

Sejarah kemuliaan Al-Quran (tausyiah Jumat)




السلام عليكم ورحمة الله وبركاتهبسم الله والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله ، وبعد

          Mukjizat AlQur an diakui oleh berbagai pihak, baik orang beriman maupun orang kafir. Sejak dulu hingga kini, bahkan hingga akhir zaman, tak ada kitab yang mampu menandingi keindahan gaya bahasanya. Cukup banyak pujangga dan sastrawan yang menulis puisi namun tak satupun yang berhasil mampu menandingi keindahan Al Quran. Kitab suci ini dijamin keontetikannya sepanjang masa. “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami pula yang benar-benar memeliharanya.” (QS Al Hijr:9).

          Tak satu huruf pun dapat ditambahkan, tak satu huruf pun bisa dikurangi dari Al-Quran. Bahkan tak satu pun titik boleh digeser dari satu huruf ke huruf lain. Jika ada yang mencoba melakukan perubahan pada Al-Quran hal tersebut dapat diketahui dengan mudah. Sebab begitu banyak penghafal Al-Quran dari masa ke masa. Dan tak satu pun kitab di dunia ini yang abadi seperti keabadian al-Quran.
Naskah lama Al-quran tanpa baris

History
          Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.

  • Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW
         Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab.
Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan.
 

          Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang.Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.
  • Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin
Pada masa pemerintahan Abu Bakar:
          Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat.
 

          Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar.Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.

Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan:
          Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda.

          Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku.
Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini.


          Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). 
Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.

          Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih: 
Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan. 'Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."

          Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat.
Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. 
Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. 

          Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).

Cara Al-Quran Diturunkan Kepada Nabi SAW

no1

Hati

Jibril memasukkan ke dalam hati Baginda dalam keadaan Baginda tidak melihat apa-apa, hanya Baginda berasa bahawa wahyu itu berada dalam hatinya.
no1

Pengucapan

Malaikat memperlihatkan dirinya sebagai seorang lelaki dengan mengucapkan ayat kepada Baginda sehingga Baginda benar-benar dapat menghafaz ayat yang diturunkan itu.
no1

Bunyi

Wahyu datang kepadanya berserta bunyi loceng. Ini adalah cara yang paling berat dihadapi oleh Baginda sehingga keadaan baginda sangat panas walaupun ketika itu cuaca sangat sejuk.
no1

Datangnya Jibril

Jibril memperlihatkan dirinya yang sebenar sepertimana yang dialami oleh Baginda sewaktu turunnya ayat surah al-Muzammil.



         
          Alquran diturunkan secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun. Para Ulama membagi masa penurunan ini menjadi dua periode, yaitu periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah berlangsung selama 13 tahun masa kenabian Rasulullah SAW. Sementara itu, periode Madinah dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10tahun. Sedangkan, menurut tarikh Qamariyah Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari. Adapun kosakata Al-Quran berjumlah 77.439 (tujuh puluh tujuh ribu empat ratus tiga puluh sembilan) kata, dengan jumlah huruf 323.015 (tiga ratus dua puluh tiga ribu lima belas) huruf yang seimbang jumlah kata-katanya, baik antara kata dengan padanannya, maupun kata dengan lawan kata dan dampaknya.  


Dari segi turunnya ayat-ayat Al-Qur’an itu dipisahkan menjadi dua: 
1. Ayat-ayat Makkiyyah, ialah ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah atau sebelum Nabi Muhammad SAW. berhijrah ke Madinah.
2. Ayat-ayat Madaniyyah, ialah ayat-ayat yang diturunkan di Madinah atau sesudah Nabi Muhammad SAW. hijrah ke Madinah.

          Subhanallah...Jika baca dan hayati dengan sepenuh jwa, belum pernah ada dalam sejarah keajaiban di dunia ada sebuah benda yang semisterius dan semenarik seperti apa yang digambarkan ayat-ayat Al-Quran, kata per kata, ayat per ayat. Bahkan dalam pengucapan huruf dan kata-katanya muncul melodi indah dalam susunan tangga nada yang rumit. Banyak pula keajaiban dan ke unikan dari angka, surah dan ayat-ayat didalam Al-quran itu sendiri. InsyAllah dalam tulisan akan datang, kita buka dan urai kembali akan kebesaran dari kitab suci ummat Islam ini.



Sumber: www.Alquran.gov (Malaysia)
-- Sekian --

No comments:

Post a Comment