Wednesday 30 September 2015

Rel Kematian Padang - Pekanbaru (1943-1945)

           Sewaktu  kecil, ambo pernah melihat satu seri foto-foto almarhum Bapak bersama teman-temannya di suatu lokasi. Beliau berbaju hijau, bercelana pendek, bersepatu bot dengan pistol di pinggang. Teman-teman beliau juga berbaju hijau. Maklumlah, mereka semua tentara
           Backgroundnya bermacam-macam. Ada yang di sungai, ada yang di atas rel, ada yang seperti terowongan atau gua. Ketika ambo tanya fotonya diambil dimana, jawaban yang ambo terima adalah "Logas". Berikutnya justru kakak-kakak ambo yang menambahi bahwa Logas itu adalah tambang emas Jepang dan banyak orang Indonesia dikirim ke sana oleh Jepang untuk kerja paksa menambang emas dan membangun jalan kereta api dan akhirnya tewas disana. Ditutup dengan kabar pertakut, "karena itu di sana angker - banyak hantunya..."
           Gambaran itulah yang melekat di benak ambo sejak kecil tentang daerah yang bernama Logas. Karena ambo sendiri sampai sekarang tidak pernah menginjakkan kaki di sana. Tapi cerita sebenarnya menjadi jelas bagi ambo ketika menemukan sketsa berikut di dunia maya.


           Sketsa itu adalah sketsa rencana rel kereta api yang menghubungkan antara ujung rel yang telah ada di Muaro (Sijunjung) ke Pekanbaru. Nantinya akan menghubungkan pantai barat dengan pantai timur Sumatera, sebagai bagian dari jaringan kereta api pulau Sumatera oleh Perusahaan Kereta Api Hindia Belanda. (lihat disini). Jalur ini melewati Muaro - Logas - Muara Lembu - Lipat Kain - Taratak Buluh - Tangkerang dan berujung di Pekanbaru.
           Rencana itu telah mendekati detail, dengan memuat dimana kamp harus dibuat dalam proses pembangunan rel. Total ada 16 kamp (kamp 4 dan 7 dobel), dengan kamp 1 berada di tepi sungai Siak di Pekanbaru. Logas sendiri berada di kamp 9 --142 Km dari Pekanbaru. Total panjang rel itu sendiri sekitar 220 Km. Kendala utama dalam mewujudkan rel ini adalah kontur daerah yang sangat sulit serta hutan belantara yang masih belum terjamah dengan binatang buas di dalamnya.
           Ketika Jepang masuk, rencana ini jatuh ke tangan mereka. Mereka melihat rel ini akan memudahkan mereka untuk bergerak menghindari ancaman sekutu di Samudera Hindia dengan mempercepat akses ke Selat Malaka. Demikian juga akan mempercepat akses bantuan logistik dan balatentara dari semenanjung Malaya ke Sumatera. 
          Apa yang sulit bagi Belanda, gampang di mata Jepang. Medan yang sulit diatasi dengan mendatangkan tenaga kerja dari Jawa sejak September 1943. Pada awalnya dengan iming-iming gaji, tapi akhirnya dengan paksaan. Romusha. Masih dianggap belum cukup dengan itu, sejak Mei 1944 didatangkan tawanan perang bangsa Eropa untuk bekerja.
           Secara total diperkirakan lebih dari 100.000 orang romusha dan 5000 orang tawanan perang dipekerjakan di jalur rel ini. Dari angka itu 80.000 orang romusha dan 700 orang tawanan perang tewas dan berkubur di sepanjang rel. Itu belum terhitung 1.800 orang tawanan perang yang tenggelam bersama kapal Van Waerwijck and the Junyo Maru yang ditorpedo sekutu sebelum sampai ke Pekanbaru. Dari angka-angka itu lah jalur rel ini mendapatkan namanya "Death Railways" atau "Rel Kematian", sama seperti Rel Kematian lain yang ada di perbatasan Birma - Thailand dan Saketi - Bayah di Banten Selatan.
          Buku yang paling detil mengungkap tentang tragedi ini adalah karangan Henk Hovinga yang berjudul  Eindstation Pekan Baru 1944-1945-Dodenspoorweg door het Oerwoud terbitan KITLV Leiden. Di dalam bukunya Hovinga menulis bahwa para pekerja itu telah dipaksa bekerja “dalam suatu neraka hijau, penuh ular, lintah darat dan harimau., lebih buruk lagi miliaran nyamuk malaria, di bawah pengawasan kejam orang-orang Jepang dan pembantu mereka orang Korea”.
           Ditambah lagi dengan cara orang Jepang yang menghindari pembuatan terowongan sebagaimana rancangan aslinya dengan cara mendinamit perbukitan. Seringkali tanpa pemberitahuan, sehingga pekerja yang bekerja dibawahnya ikut tertimbun. Rombongan berikutnya bertugas membersihkan reruntuhan hasil dinamit, sekaligus mengumpulkan mayat teman-temannya.
           Semuanya dikerjakan dengan otot. Tidak ada peralatan yang memadai. Mulai dari menebang pohon, memotong tebing sampai memasang rel dan membuat jembatan semua dikerjakan dengan tenaga manusia. Ditambah gizi yang buruk, obat-obatan yang kurang serta perlakuan diluar batas kemanusiaan menyebabkan tingginya angka kematian.
           Jalur rel ini selesai pada 15 Agustus 1945, tepat ketika Jepang takluk kepada sekutu. Tapi di tengah rimba raya Sumatera, Jepang belum kalah. Para serdadu Jepang masih meneriakkan banzai pada saat merayakan pematokan paku emas tanda selesainya jalur rel Muaro - Pekanbaru. Sementara para romusha dan tawanan hanya boleh menyaksikan upacara dan perayaan itu dari jauh.
           Ironisnya, dengan puluhan ribu korban jiwa, rel ini berumur sangat singkat. Kereta api terakhir yang melewatinya adalah pada September 1945 yang membawa tawanan perang dari kamp-kamp kerja di dalam rimba menuju ke Pekanbaru. Jembatan-jembatan yang terbuat dari kayu dengan cepat lapuk dan hanyut oleh amukan sungai. Rel-rel yang tertinggal dengan cepat merimba dan sebagiannya lagi dibuat menjadi pagar oleh masyarakat dan jawatan Kereta Api sendiri untuk jalur Sawahlunto - Padang. 
           Ingatan ambo kembali ke masa kecil. Foto almarhum Bapak yang ada di awal tulisan tadi dijepret pada awal tahun 60-an. Disadari atau tidak disadari oleh Bapak, kira-kira 20 tahun sebelumnya, tempat Bapak berdiri itu mungkin saja merupakan lokasi penyiksaan tentara Jepang terhadap seorang Romusha. Atau mungkin di tempat itu seorang romusha mati kelaparan dan dikuburkan. Mengingat puluhan ribu mayat bertebaran sepanjang 220 km rel. Inilah sebenarnya "hantu" Logas yang dibicarakan oleh kakak-kakak ambo dulu ketika kami masih kecil....
           Dan hari ini, generasi sekarang di Sumatera Barat dan Riau hanya terheran-heran ketika menemukan sisa-sisa lokomotif di dalam hutan belantara atau ladang penduduk, tanpa tahu dari mana asalnya.....
(kita berkewajiban memberitahu mereka tragedi ini....?!)

Sumber: Minanglamo.blogspot.com 

Tuesday 22 September 2015

Hikmah kisah nabi Ismail & awal mula air Zamzam

   
          Cerita Islami yang mengulas mengenai kisah nabi Ismail as. Cerita ini dimulai Ketika Nabi ibrahim as yang telah berhijrah meninggalkan mesir, ia bersama dengan istrinya yang bernama sarah & dayangnya yang bernama Hajar ke Palestina. Ia juga membawa pindah semua binatang ternaknya, dan seluruh harta miliknya yang diperoleh dari hasil usaha perdagangan di mesir.

          Al-Bukhari meriwayatkan dari ibnu Abbas ra berkata : Pertama-tama yang menggunakan stegi (setagen) adalah hajar ibu Nabi Ismail yang bertujuan untuk menyembunyikan kandungannya dari siti sarah yang telah lama menikah dengan Nabi ibrahim as tetapi belum juga mengandung, tetapi walau bagaimana pun juga akhirnya terbukalah rahasia yang disembunyikan itu dengan lahirnya Nabi Ismail as. Tentunya sewajarnya seorang istri, siti sarah merasa telah dikalahkan oleh Siti Hajar sebagi seorang dayang diberikan kepada Nabi Ibrahim as. Mulai saat itu siti sarah merasa bahwa suaminya lebih sering dekat kpada siti hajar, karena ia senang dengan hadirnya Ismail. Tentu saja ini menjadi penyebab keretakan rumah tangga mereka Nabi Ibrahim as, Siti sarah hatinya tidak kuat melihat suaminya lebih dekat kepada siti hajar, sehingga ia meminta Nabi ibrahim agar siti hajar dijauhkan dan berpindah tempat.

          Kemudian Allah yang maha esa menurunkan wahyu kepada Ibrahim supaya keinginan istrinya tersebut dipenuhinya. Lalu berangkatlah Nabi Ismail as bersama siti hajar dan anaknya yang masih kecil sekali, yaitu Ismail pergi ke tempat yang belum diketahui tujuannya, dan juga mau dititipkan kemana anak dan istrinya tersebut.

          Nabi ibrahim bersama anak dan istrinya pergi dengan menaiki unta ke tempat yang belum jelas tujuannya, ia hanya berserah diri kepada Allah, Tuhan yang ia yakini akan menuntunnya kemana arah langkahnya. Unta yang ditunggangi tiga hamba Allah itu terus berjalan sampai kahirnya keluar dari kota, memasuki lautan pasir dan padang yang terbuka. Terik matahari begitu pedih menyengat tubuh dihasi dengan angin yang kencang dengan debu-debu pasir yang bertebaran.

Nabi Ismail dan Siti Hajar
          Akhirnya Nabi Ibrahim bersama Ismail dan ibunya tiba di suatu tempat setelah berminggu-minggu dalam dalam perjalanan jauh. Ia tiba dikota suci yang disebut Makkah, yang nantinya ka’bah akan didirikan di kota itu, yang akan menjadi kiblat manusia di seluruh dunia. Unta Nabi ibrahim berhenti mengakhiri perjalanan di tempat dimana Masjidil Haram dibangun saat ini. Di tempatitulah Nabi Ibrahim meninggalkan siti hajar bersama dengan Ismail putranya, mereka ditinggal hanya dibekali dengan serantang bekal makanan dan minuman, sementara itu keadaan di sekitarnya masih belum ada tumbuh-tumbuhan, tidak ada air yang mengalir, batu dan pasir kering lah yang ada saat itu.

           Siti hajar begitu cemas dan sedih ketika Nabi ibrahim akan meninggalkannya seorang diri bersama anaknya yang masih kecil, di tempat yang begit sunyi senyap, tidak ada orang sama sekali, keculi hanya pasir dan batu. Seraya merintih dan menangis, ia memegang kuat-kuat baju Nabi ibrahim as sambil memohon belas kasihannya, meminta agar ia tidak ditinggalkan seorang diri di tempat yang begitu hampa, tidak ada seorang manusia sama sekali, tidak ada binatang, tidak ada pohon dan air mengalir pun juga tidak terlihat di tempat itu. Semenara itu ia masih bertanggung jawab untuk mengasuh anak kecil yang masih menyusu kepadanya. Mendengar keluh kesah Siti hajar, tentunya Nabi ibrahim as merasa tidak tega untuk meninggalknya ia sendiri bersama putranya yang ia sayangi tersebut di tempat yang sepi. Namun ia juga sadar bahwa apa yang dilakukannya merupakan kinginan dan perintah Allah yang maha pencipta, yang tentunya mengandung hikmah yang belum diketahuinya dan ia sadar bahwa Allah yang maha kuasa akan melindungi putra dan siti hajar di tempat sepi tersebut dari kesukaran dan penderitaaan.

          Nabi ibrahim as pun berkata kepada siti hajar : ”Bertawakallah kepada Allah yang telah menentukan kehendak-Nya, percayalah kepada kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke sini dan dialah yang akan melindungi kamu dan menyertai kamu di tempat yang sunyi ini. Sungguh kalau bukan perintah dan wahyu-Nya, tidak sekaipun aku tega meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama puteraku yang sangat aku cintai ini. Percayalah wahai hajar bahwa Allah yang Maha kuasa tidak akan menelantarkan kamu berdua tanpa perlindunga-Nya. Rahmat dan barakah-Nya akan tetap turun di atas kamu untuk selamnya. Insya-Allah”

          Mendengar rangkaian kata dari Nabi ibrahim itu, siti hajar segera melepaskan genggamannya dari baju Nabi Ibrahim as dan dilepaskannya beliau menunggang untanya untuk kembali ke palestina dengan iringan air mata yang bercurah membasahi tubuh Nabi Ismail as yang sedang menyusu.

          Sementara itu Nabi ibrahim juga tidak dapat menahan air mata ketika ia turun dari dataran tinggi meningalkan mekah menuju kembali ke palestina, tempat dimana istri pertamanya, siti sarah dengan punya keduanya yaitu Nabi ishak as sedang menunggu. Selama dalam perjalanan, Nabi ibrahim tidak henti-hentinya memohon perlindungan, rahmat dan barokah serta karunia dan rezeki bagi putra dan siti hajar yang ditinggalkannya di mekah yang masih sepi dan asing itu. Doa Nabi ibrahim kepada Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an sebagai berikut :

          “Ya Tuhan kamu, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturuanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”

          Sejak Nabi ibrahim pergi, tinggalah siti hajar dan Ismail di tempat yang sunyi dan jauh dari peradapan itu. Ia harus bisa menerima nasib yang oleh Allah telah ditakdirkan kepadanya dengan kesabaran dan keyakinan penuh bahwa Allah akan melindunginya. Sementara itu bekal dan makanan yang dibawah dalam perjalanan pada akhirnya habis juga setelah dimakan beberapa hari sejak ditinggal oleh Nabi Ibrahim as. Dimulailah beratnya beban hidup yang harus ditanggungnya sendiri tanpa bantuan suaminya. Ditambah lagi ia masih punya tangggung jawab menyusui Ismail, sedangkan air  susunya semakin lama semakin mengering karena kekurangan makanan.  Sehingga anaknya pun menangis tak henti hentinya karena tidak bisa menum air susu dengan puas dari Siti Hajar. Ibunya pun menjadi bingung, panik dan cemas mendengar anak yang disayanginya menangis menyayat hati. Siti hajar menoleh ke kanan dan ke kiri, berlaki ke kanan ke sana kesini untuk mencari sesuap makan atau seteguk air yang bisa meringankan kelaparan dan meredakan tangisan anaknya, namun usaha yang dilakukannya tidak membuahkan hasil.

          Lalu siti hajar pergi ke bukti Safa, ia berharap bisa mendapatkan sesuatu yang bisa menolongnya, namun hanya batu dan pasir yang ditemuinya di sana, lalu dari bukit safa itu ia melihat bayangan air yang mengalir di atas bukit marwah, kemudian berlarilah ia ke bukti Marwah, namun setelah sampai di sana yang dikiranya air ternyata hanya bayangan atau fatamorgana belaka. Lalu ia mendengar seolah-olah ada suara yang memanggilnya dari bukti safa, pergilah ia ke bukit safa, namun setelah sampai di bukit safa ia tidak menjupai apa-apa.
Asal usul air zamzam
          Siti hajar memiliki keinginan yang kuat untuk tetap hidup bersama putra yang disayanginya, Siti hajar pun berlari mondari-mandir sebanyak tujuh kali antara bukit Safa dan Marwah, yang pada akhirnya ia duduk termenung, kepalanya merasa pusing dan hampir saja ia putus asa.

          Diriwayathkan bahwa saat itu ibu dari Ismail ini berada alam keadaan yang tidak berdaya dan hampir putus asa kecuali dari rahmat Allah dan pertolongan-Nya datanglah malaikat jibril kepadanya, lalu malaikat jibril itu bertanya kepada Siti Hajar : “siapakah sebenarnya engkau ini?” Kemudian siti hajar menjawab : “Aku adalah hamba sahaya Ibrahim”. Jibril bertanya lagi :” Kepada siapa engkai dititipkan di sini?”, Siti hajar menjawab : “Hanya kepada Allah".

          Lalu malaikat jibril berkata lagi : “Jika demikian, maka engkau telah dititipkan kepada Dzat yang maha pemurah dan maha pengasih, yang akan melingungimu, mencukupkan keperluan hidupmu dan tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan ayah puteramu kepada-Nya”

          Setelah percakapan itu, diajaklah siti hajar pergi ke suatu tempat mengikutinya di suatu tempat dimana malaikat jibril menginjakkan telapak kakinya kuat kuat di atas tanah dan atas izin Allah segeralah keluar dari bekas telapak kaki itu air yang begitu jernih. MasyaAllah itu merupakan mata air zam-zam yang sampai saat ini dianggap keramat/barokah oleh jemaah haji. Mereka rela berdesak-desakan mengelilinginya untuk mendapatkan setitik atau seteguk air. Karena sejarahnya mata air itu dengan nama “Injakan jibril”

          Dalam kesejap, air bekas injakan kaki jibril tersebut melimpah kemana-mana, kemudian malaikat Jibril berkata : “zamzam!”, yang artinya “berkumpullah:. Kemudian air itu berkumpul dan sampai sekarang air itu diberi nama zam-zam. Kemudian malaikat jibril berkata lagi : “Hai siti hajar janganlah engkau takut akan kehausan di sini, karena sesungguhnya Allah menjadikan air ini untuk minuman orang-orang yang ada di dunia ini. Dan air ini akan terus mengalir dan tidak akan berhenti, dan nanti Ibrahim akan kembali juga ke di sini untuk mendirikan ka’bah”

          Melihat air yang deras itu  Siti hajar begitu gembira dan lega. Lalu segeralah ia membasahi bibir puteranya dengan air keramat itu dan wajah puteranya pun segera terlihat segar lagi, begitu juga dengan siti hajar,  wajahnya terasa segar  dan ia merasa sangat bahagia dengan hadirnya mukzijat dari Allah yang mengembalikan kesegaran hidup kepadanya dan juga kepada putranya setelah sebelumnya dibayang-bayangi oleh kematian karena kelaparan.

          Dengan dikeluarkannya air zazam itu, datanglah burung-burung mengelilingi daerah yang ada airnya tersebut. Burung-burung kemudian menarik perhatian sekelompok bangsa arab dari suku juhrum yang merntau dan sedang berkemah di sekitar Makkah. Mereka mengetahui dari pengalaman bahwa dia mana ada terlihat burung di udara, maka di bawahnya juga terdapat air, maka mereka mengutus beberapa orang untuk memeriksa kebenaran teori ini. Para pemeriksa itu kemudian pengri mendatangi tempat dimana siti hajar berada, kemudian mereka kembali kepada kaumnya dengan membawa kabar gembira mengenai adanya mata air zamzam dan juga keadaan siti hajar bersama puteranya. 

          Sejak itu, segeralah sekelompok suku juhrum itu memindahkan perkemahannya ke tempat sekitar zamzam, tentu saja kedatangan suku juhrum tersebut disambut dengan gembira oleh siti hajar karena dengan hadirnya sekolompok suku juhrum itu bisa menghilangkan kesunyian dan kesepian yang selama ini dirsakan oleh siti hajar yang hanya hidup berdua dengan Ismail saja.  Siti hajar bersyukur kepada Allah yang maha pengasih dan penyayang, dengan rahmatnya telah membuka hati orang-orang itu untuk datang meramaikan dan memecah kesunyian.

Nabi ismail dikorbankan
          Beberapa waktu kemudian Nabi Ibrahim pergi ke Makkah untuk mengunjungi putranya yaiti Nabi Ismail as di tempat yang dianggapnya masih asing, untuk menghilangkan rasa rindu pada putranya yang sangat disayanginya, dan juga untuk menenangkan hatinya yang selalu risau jika mengingat keadaan puteranya bersama ibunya yang ditinggalkan di tempat yang tandus. Jauh dari masyarakat kota dan pergaulan umum.

          Ketika Nabi Ismail as mencapai usia remaja, Nabi ibrahim mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih puteranya, yaitu Nabi Ismail.  Dan mimpi seorang Nabi merupakan salah satu dari cara Allah menurunkan wahtunya kepada Nabi, jadi perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim as. Mengetahui perintah itu, ibrahim duduk dan termenung memikirkan ujian dari Allah yang begitu berat tersebut. Sebagai seorang ayah yang baru saja dikarunia seorang puterang setelah puluhan tahun diharapkan dan didamnbakan, serta saat ini ia sedang penuh kebahagiaan bersama puteranya yang diharapkan bisa menjadi pewaring dan menyambung kelangsungan keturunannya, tiba tiba harus dijadikan qurban dan harus direnggut oleh tangan ayahnya sendiri.

          Tapi karena ia merupakan seorang Nabi, yang menjadi pesuruh Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam beribadah kepada Allah, menjalankan segala pernitah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, istri, harta dan benda lain-lain. Tentu ia harus melaksanakan perintah dari Allah yang diwahyukan melalui mimpinya, apapun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.

          Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim as, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud : “Allah lebih mengetahui dimana dan kepada siap Dia mengamanatkan risalah-Nya”. Lalu Nabi ibrahim as tidak membuang waktu lagi, berniat tetap akan menyembelih Nabi Ismail as puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang telah diterimanya. Dan berangkatlah Nabi Ibrahim as menuju ke Makkah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah perintahkan.

          Nabi Ismail sebagai anak yang soleh yang sangat taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika Nabi Ismail as mulai besar Nabi ibrahim as berkata : “Hai anakku! Aku telah bermimpi, di dalam tidur seolah-olah saya menyembelih kamu, maka bagaimanakah pendapatmu?”

          Tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang Nabi Ismail pun menjawab perkataaan ayahnya :
“Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insya-Allah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu agar ayah mengikatku kuat kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan Ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku ketika ibuku melihatnya, ketiga tajamkanlah pedangmu dan percepatlah pelaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaaan dan rasa pendihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaianku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya”

          Kemudian dipeluknya Nabi Ismail as dan dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata :
“Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah”

Nabi Ismail disembelih
          Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Nabi Ismail as, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu diambillah parang tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang parang ditangannya, kedua mata Nabi ibrahi asi tergenang air berpindah memadang dari wajah puteranya ke parah yang mengkilap di tangannya, seakan-akan pada saat itu hari beliau menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada leher Nabi Ismail as dan penyembelihan dilakukan. Akan tetapi apa saya, parang yang sudah ditajamkan itu ternyata menjadi tumpul di leher Nabi Ismail as dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.

          Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizati dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pengorbatan islmail itu hanya suatu ujian Nabi ibrahim as dan Nabi Ismail as sampai sejauh mana cinta dan taat mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu. Nabi ibrahim as telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan pengorbanan puteranya untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan Nabi Ismail as tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam melaksanakan kebaktiannya kepada Allah dan kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan, sampai-sampai terjadi seketika merasa bahwa perang itu tidak mampu memotong lehernya, berkatalah ia kepada ayahnya : “Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cobalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku”. Akan tetapi parang itu ttetap tidak berdaya mengeluarkan setitik darah pun dari daging Ismail walau telah telangkupkan dan dicoba memotong lehernya dari belakang.

          Dalam keadaan bingung dan sedih hati, karena gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi ibrahim wayu Allah dengan firmannya : dan kami panggilah dia : Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpimu itu sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan besar. Kemudian sebagia ganti nyawa Nabi Ismail as yang telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim as menyembelih seekor Domba yang telah tersedia disampingnya dan segera dipotong leher Domba itu oleh beliau dengan parang yang tmpul di leher puterangnya tadi itu. Dan inilah asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat islam pada setiap hari raya Idhul Adha di seluruh dunia.

Nabi Ismail dengan istrinya
          Ketika Nabi Ismail as telah dewasa, ia dinikahkan dengan seorang wanita dari suku jurhum. Pada suatu hari ketika Nabi ibrahim as datang ke rumah Nabi Ismail as, namun ketika itu anaknya sedang tidak berada di rumah, namun hanya istrinya yang ada di rumah. Kemudian Nabi ibrahim as pulang karena rupaya ia tidak dterima dengan baik oleh menantunya itu. Nabi Ibrahim as minta izin pulang dengan meninggalkan pesan untuk anaknya Nabi Ismail as.

          Nabi ibrahim berkata : “Jika suamimu datang nanti, katakanlah bahwa saya datang kemari, ceritakanlah ada orang tua sifanya seperti ini, dan berpesan kepadany, bahwa saya ini tidak suka kepada bawang pintu rumah ini dan minta supaya lekas ditukarnya”. Setelah Nabi Ismail tiba di rumahnya, istrinya tadi menceritakan semua pesan ayahnya kepada Nabi Ismail as. Lalu Nabi Ismail berkata kepada istrinya : “Itulah dia ayahku (Ibrahim) dan rupayanya engkau tidak menghiraukan dan menghormati ayahku, sekarang engkau saya cerai sebab ayahku tidak menyukai orang yang berperangai rendah”.

          Kemudian Nabi Ismail as menikah kembali dengan seorang wanita jurhum lainya, dan Nabi ibrahim as sangat menyukai menantu ini. Dari pernikahan dengan wanita kedua ini, Nabi brahim dikarunia keturunan yang banyak dan anak-anaknya menjadi peimpin kaumnya dan mereka itu dinamakan Rab Musta’ribah
Nabi Ismail meninggal dunia pada suai 137 tahun di negeri palestina, namun ada riwayat lain yang  menyebutkan bahwa bahwa beliau meninggal di Mekah.

          Nabi ibrahim dan Nabi Ismail mempunyai wasiat untuk anak cucunya, yang bunyinya sebagai berikut :
“Hai anak-anaku! Sesungguhnya Allah telah memilih islam menjadi agamamu, karena itu janganlah kamu mati kecuali tetap dalam keadaan Islam. Semoga kita bisa mengambil banyak hikmah dari cerita nabi ismail di atas.

Sumber: cerita Islami.net
-- Sekian --

Wednesday 2 September 2015

Awal Mula Suku di Nagari Sulit Air (Bag - II)


          Pada suat masa , kerajaan Pagaruyung yang berpusat di Batu Sangkar mendapat musibah fitnah atau bisik-bisik dikalangan rakyat jelata yakni sekitar kelahiran putra mahkota Dang Tuanku. Bilamana dalam gosip yang beredar saat itu bahwasanya Dang Tuanku lahir sebagai anak yang tidak sah. Hingga menjadi sebuah desas-desus : " Indak ado nan mamanjek karambie nyiuo Gadiang selain sikuniang Bujang Salamek". Dimaksud Karambie Nyiu gading itu adalah Bundo Kanduang kerajaan, sedang si Bujang Salamek hanyalah seorang pesuruh Bundo Kanduang yang terkenal dengan kegagahan dan ketampanan nya.

          Kalangan Istana mendengar desus ini menjadi sangat murka atas sebuah tuduhan tersebut. Hingga menyimpulkan ada beberapa negeri yang sebagai biang keladi penyebar desas desus tersebut, salah satu nya adalah nagari Sulit Air. Bersiaplah saat itu dengan kekutan tempur yang nyata untuk segera membumi hanguskan nagari Sulit Air. Untunglah pada saat itu masih ada dua putra nagari yakni Dt. Rajo Endah & Dt. Sutan Batuah menduduki jabatan penting menjadi "Cumati Koto Piliang" di kerajaan Pagaruyung, hingga sementara dapat mencegah maksud dari kerajaan tersebut.

          Kedua Putra nagari memohon lah kepada Bundo Kanduang  & Cinduo Mato, agar rencana kerajaan bisa dibatalkan karena akan memakan korban yag tidak sedikit. Mendengar itu Bundo Kanduang & Cinduo Mato bersedia untuk membatalkan rencana kerajaan, bilamana nagari Sulit Air memohon ampun kepada pusat kerajaan serta berjanji tidak akan menyebut desas desus itu lagi. Mendengar itu legalah para kedua putra nagari tersebut, maka disampaikan pula hal tersebut kepada nagari Sulit Air dengan kunjungan lansung & juga sebagai pesan dari titah kerajaan. Maka atas dasar pesan penting tersebut bermusyawarah lah segenap petinggi & pemangku adat nagari, bahwasanya fitnah tersebut tidak akan ditiup-tiupkan lagi. Namun dalam musyawarah tersebut pihak nagari Sulit Air juga meminta sesuatu yang bernilai, yakni memohon kepada pihak kerajaan Pagaruyung untuk memberikan nagari Sulit Air sebuah nagari otonomi, bisa mengurusi rumah tangga nya sendiri.

          Ketika pesan dari masyarakat Sulit Air sampai ditelinga Bundo Kanduang, dengan hati-hati dan penuh perhitungan Bundo Kanduang dapat menerima nya namun sebelumnya harus dibawa dulu kedalam musyawarah kerajaan. Akhirnya keluar keputusan kerajaan bahwasanya bisa mengabulkan permintaan nagari Sulit Air, namun dengan syarat-syarat yang sangat berat yang rasanya sukar dipenuhi oleh pihak nagari Sulit Air.

          Disamping persyaratan keharusan membayar upeti kerajaan pada setiap musim, juga keharusan menjunjung tinggi dasar-dasar poko beradat Minangkabau, serta mematuhi politik luar negeri kerajaan. Adapun persyaratan lain nya yang segera dipenuhi pihak nagari berupa :
  1.  Persukuan nagari Sulit Air harus dikembalikan dari 15 suku menjadi 4 suku, sesuai dengan jumlah suku yang ada dinagari-nagari lain nya.
  2.  Nagari Sulit minimal harus memiliki 4 koto & 7 langgam, setiap langgam harus mempunyai balairung (balai-balai) tersendiri untuk bermusyawarah.
  3.  Nagari Sulit Air harus memiliki sungai yang cukup besar yang mengalir ditengah-tengah nagari. Sebagai bukti cukup besar, juga harus ada 3 buah lubuk yang luas & dalam.
  4.  Nagari Sulit Air harus terdapat sedikit nya 7 buah bukit yang masing-masing minimal nya bisa "sapaimbauan tinggi nya". harus ada 3 buah rimba untuk bisa mengadakan perburuan didalam nya serta 3 buah tanjung yang bisa "sapaimbauan" luas & panjang nya.
          Anggota utusan kerajaan waktu itu, selain dari Dt.Rajo Endah & Dt.Sutan batuah belum seorang pun yang pernah berkunjung ke nagari Sulit Air. Hingga mereka berkeyakinan dengan mengajukan persyaratan yang sungguh berat itu, tentulah mustahil pihak nagari untuk memenuhi nya. Sebenar nya dengan permintaan-permintaan tersebut, kerajaan Pagaruyung ingin menolak secara halus permintaan nagari Sulit Air yang agak "aneh" maka dibalas pula dengan sayrat-syarat yang berat.

          Ketika syarat-syarat itu disampaikan secara resmi kepada perwakilan dua putra Sulit Air tersebut, maka dengan agak berat hati beliau menerima nya & akan segera disampaikan kepada pihak nagari. Ditekankan pula untuk mencapai syarat itu, hanya diberi waktu satu musim (kira-kira 6 bulan) untuk mempersiapkan & membuktikan nya. Oya, pada cerita ini kedepan, kita hanya akan membahas syarat-syarat kerajaan dari pengurangan suku saja.

          Bagaimanapun, syarat-syarat yang telah diajukan keajaan itu merupakan tantangan bagi pemimpin & rakyat nagari Sulit Air yang segera dijawab juga dicarikan solusi nya. Maka berkumpulah para cendikiawan & pemangku adat untuk membicarakan serta memecahkan persolaan yang ada. Berhari-hari, berminggu-minggu memeras fikiran mencari jalan atau siasat yang mungkin bisa ditempuh. Dalam satu kesepakatan, maka disuruh kembali Dt rajo Endah untuk kerajaan Pagaruyung untuk menyampaikan bahwa nagari Sulit Air menerima & sanggup untuk memenuhi persyaratan-persyaratan yang diajukan kerajaan dalam tenggang satu musim. Pada musim yang akan datang di persilahkan pihak kerajaan untuk datang kembali meninjau & membuktikan persyaratan tersebut.
           Sementara itu, para cendekiawan , pemimpin, pemangku adat mulai menyiapakan satu persatu syarat yang telah diajukan tersebut. Syarat yang utama adalah mengecilkan jumlah suku dari 15 suku hanya menjadi empat suku nanti nya. Cara peleburan suku ini teryata cukup rumit & ruwet juga. Dilain tempat, rata-rata di negeri Minangkabau hanya berpatok pada suku "Bodi-Chaniago & Koto-Piliang", yang mana diambil dari dua kelarasan waktu itu Bodi-Chaniago ciptaan Dt.Parpatih Nan Sabatang dan Koto-Piliang ciptaan Dt.Katamanggungan.

          Tapi nagari Sulit Air dalam rangka hak otonomi yang diperoleh nya, tidak mau terikat demikian saja dengan ke empat nama suku tersebut. Dalam musyawarah yang sangat hati-hati tersebut, diputuskan satu-satunya nama yang diambil dari ke empat nama tersebut adalah suku  PILIANG karena masa-masa sebelumnya nagari Sulit Air memang termasuk keselarasan Koto Piliang. Sebagai pendukung dari suku Piliang ini adalah empat suku yang lama yakni: Piliang, Piliang Sumagek, Piliang Sani & Piliang Kalumpang. Selanjut nya ditetapkan pula suku yang lama ada menjadi satu suku yakni: Bodi, Sumpadang, Kuti Anyie & Bendang menjadi suku Bodi. Akan tetapi untuk menunjukan ke otonomian nagari dirubah menjadi suku Simabur, kenapa demikian ? karena ibu dari keempat datuk ninik mereka yakni Puti Anggo Jati berasal dari Simabur sebuah nagari tak jauh dari Batu Sangkar.

          Begitu pun suku Limo Singkek tak lain adalah bergabung nya suku Chaniago, Dalimo, Mandaliko & Tanjung dimana ke empat datuk Ninik nya yang pertama merupakan putera Dt Mulo Nan Kawi ditambah seorang menantu nya. Diberi nama Limo Singkek adalah ganti dari Chaniago. Trus, kenapa diberi nama Limo Singkek ? pada waktu itu berlansung kenduri (pesta) menentukan nama suku itu, dauk-datuk ninik nya diminta untuk menjangkau buah lima untuk bumbu masakan, kebetulan tangan nya singkek-singkek. Tak terjangkau oleh mereka buah itu dari pohon nya, maka itulah diberi Limo singkek. Dengan diresmikan nya tiga nama, maka tinggalah satu suku yang harus ditentukan lagi. Karena ada suku-suku lama belum digabungkan kepada suku baru itu adalah: Koto, Patapang & Supanjang. maka dengan sendiri nya ketiga suku itu menjadi menjadi suku jenis ke empat. Kenapa Limo Panjang ? tak lain dari kebalikan Limo Singkek, dalam acara kenduri tersebut para datuk ninik yang bertiga inilah tangan nya panjang-panjang mampu menjangkau buah limau tersebut.

          Agar perobahan tata adat ini tidak terlalu berat dirasakan, maka datuk-datuk ninik yang Lima Belas tersebut masih tetap dalam sebutan nya sebagai "Datuk Ninik". Hanya saja tidak lagi memegang jabatan sebagai ketua-ketua suku, yang sudah-sudah. Akan tetapi tetap berkuasa atas hak ulayat nya masing-masing dan mengkoordinir datuk "Andiko" yang berada dibawah payung nya masing-masing. Begitupun dengan terbentuk nya empat suku baru, ditetapkan pula kepala-kepala nya sebagai "Datuk Suku". Ke empat datuk suku itu meliputi: suku Simabur dibawah Datuk Rajo Kuaso, suku Limo Singkek dibawah Datuk Maharajo Nan Sati, suku Piliang dibawah Datuk Bandaharo dan Suku Limo Panjang kepala suku nya adalah Datuk Malakomo.

          Untuk memudahkan kelancaran kerja adat datuk-datuk suku, memiliki tiga tangan kanan (pengiring) yakni Datuk Monti berurusan bagian hukum & adat istiadat, Jurai berurusan bagian keagamaan dan hulubalang (Dubalang) bertanggung jawab masalah keamanan & ketertiban nagari. Monti dan Jurai dipanggilkan pula sebagai Datuk, lain hal nya dengan Jurai yang lebih memahami masalah agama biasanya seorang Ustad.

          Nama-nama pengiring dari Datuk kepala suku Simabur  adalah : Dt.Bijo Dirajo (Monti) - Dt. rajo Batuah (Dubalang) - Pakiah Mudo (Jurai). Suku  Limo Panjang: Dt. rajo Momat (Monti) - Dt. Lelo Batuah (dubalang) - Malin Parmato (Jurai). Suku Piliang : Dt. kakayo (Monti) - Dt.rajo Padang (dubalang) - Malin Cayo (Jurai). Terakhir Suku Limo Singkek : Dt.bagindo Kayo (Monti) - Dt. Panghulu Mudo (Dubalang) - Pakieh Sati (Jurai).

          Itulah secara ringkas ada nya perobahan empat suku yang ada di nagari Sulit Air, dulu nya melihat polemik cerita ini - pertentangan nagari Sulit Air yang bersebarangan dengan pusat kerajaan Pagaruyung nyata adanya. Mungkin itu sebab nya pepatah minang ini populer dinagari Sulit Air yakni :

Pisang sikalek-kalek hutan
Pisang tamtu nan bagatah

Bodi Caniago inyo bukan
Koto piliang inyo antah

          Namun kedepan nya semua menjadi nilai sejarah bagi setiap nagari, khusus nya dimana keberadaan para datuk-datuk di nagari Sulit Air menjadi bukti kebudayan Minang juga ada. Selanjutnya bab ke-III atau terakhir, nanti di ulas tentang ada nya kerajaan wilayah Taragung meliputi Sulit Air dan sekitar nya serta lengkap nya 115 orang datuk suku yang ada dinagari Sulit Air.

Sumber : Tambo Asal-usul nagari & persukuan Sulit Air (H.Rozali Usman & Drs. Hamdullah Salim) 

--- Sekian ---