Thursday, 20 November 2014

Cerita Sulit Air

Sumatera Barat adalah tempat untuk belajar. Saya bangga pernah menjadi bagian dari mereka. Lebih dari 4 tahun hidup bersama dan menjadi bagian orang-orang yang haus untuk selalu belajar ….

“Sulik Aie !” Orang Minang melafalkan dua kata di atas. Kata-kata pedas itu merupakan nama sebuah Nagari yang tersuruk di perbukitan Danau Singkarak Kabupaten Solok – Sumatera Barat.

Mendengar namanya saja, bulu kuduk segera berdiri. Membayangkan sebuah perkampungan kumuh di perbukitan batu cadas yang tandus dengan sawah-sawah dikotori rumput-rumput liar yang juga tak sanggup hidup lagi. Masyarakat penghuninya tinggal di gubug-gubug reot berlantai tanah. Perkampungan hanya dihuni laki-laki tua dan wanita renta serta anak-anak caludih berkulit legam terpanggang matahari. Anak-anak kecil bermain dalam simbahan debu tanpa alas, mereka yang lebih besar membawa tempayan di kepala, menuruni perbukitan terjal menuju sumber air, Danau Singkarak.

Lain dulu lain sekarang, kata pepatah. Demikian juga dengan Nagari Sulit Air, tidak ada lagi kelangkaan benda cair sekalipun kemarau melanda teramat panjang. Sawah dan huma dapat menghasilkan padi serta tanaman khas seprti kulit manis (sebutan untuk kayu manis, karena memang yang dijual di pasar dan rasanya manis adalah kulitna bukan kayunya) dan tanaman kebun lainnya.

Sulit Air bukanlah tanah yang gersang seperti namanya melainkan perbukitan yang subur makmur. Pembangunannya melebihi nagari-nagari lain di Sumatera Barat.

Berbaliknya rupa wajah dengan nama yang melekat sampai sekarang itu ternyata tidak lepas dari peran perantau asal Nagari Sulit Air yang tersebar di seantero tanah air dan juga luar negeri. Sulit Air Sepakat (SAS) adalah organisasi yang mempunyai cabang seratusan di seluruh Indonesia dan beberapa di luar negeri.

Jauh-jauh hari sebelum krismon, aset orang rantau itu mencapai Rp. 12 milyar (data tahun 1995). Bisa dihitung sendiri sekarang, kalau kurs dollar saat itu belum lebih dari Rp. 2.000,-/US dollar. Bila sampai sekarang Nagari Sulit Air dihuni 80.000 orang maka setiap bayi yang lahir sudah punya tabungan hampir mencapai Rp. 1 juta.

Sekarang, sulit air yang sebenarnya sedang melanda Kabupaten Indramayu. Di sebelah barat, para petani gagal panen atau bahkan tanam winih sekalipun gara-gara irigasi kering. Tanah pun tidak ramah lagi untuk disedot, selain airnya kelicir kecil juga berakibat langsung terhadap krisis air di perkampungan.

Sepanjang pengetahuan penulis, baru saat ini sumur bor di Desa Sumbon Kecamatan Kroya hampir tidak mengeluarkan air. Padahal rata-rata sumur bor dibuat dengan menancapkan 18 pipa. Tahun 70-an, sumur bor sedalam itu sudah bisa mengeluarkan air tanpa disedot pompa Dragon, apalagi jet-pump.

Petani yang sudah pasrah dengan kegagalan panen pun harus menyerah pasrah kalau biang kerok kesulitan air itu dituduhkan kepada mereka. Sebagian berpendapat lain, kesulitan air di Indramayu Bagian Barat yang dampaknya langsung dirasakan penduduk pengguna sumur bor di Kroya, Gabuswetan, Bongas, Anjatan dan Haurgeulis itu tidak lain akibat ribuan liter air yang terus mengucur dari sumur artesis Pesantren Al-Zaitun. Krisis air bersih mereka alami beberapa bulan lebih dulu sebelum masyarakat Indramayu Bagian Timur berteriak, “PDAM macet !”

Sulit Air tetap ada di Ranah Minang sementara masyarakat Kabupaten Indramayu saat ini benar-benar lagi sulit air. Kata media, merupakan yang terparah diseantero Jawa Barat.

Belajar dari Sulit Air di Ranah Minang, maka kebersamaan akan kuat mengatasi permasalahan sesulit apapun. Termasuk kesulitan yang sudah melekat erat dan menjadi prototype nama daerah sekalipun. Dengan kekompakan warganya, baik di rantau maupun yang tetap tinggal di Kampuang, Sulit Air berubah menjadi daerah yang sama sekali lain dari arti kata nama daerah itu sendiri.

Akhir bulan agustus tahun 2010, ada 60-an pejabat Kabupaten Indramayu, termasuk Bupati Indramayu, akan menunaikan umroh ke Tanah Suci. Kata sebagaian orang, do’a di Tanah Haram itu akan sangat dekat dengan Yang Maha Kuasa sehingga, selalu terkabul.

Dapat ditebak kalau berbagai macam permintaan sudah ada di benak masing-masing peserta. Permintaan-permintaan pribadi sampai sangat privacy sehingga tidak boleh diketahui siapapun, tak terkecuali sang isteri. Bagaimana dengan do’a untuk kemaslahatan bersama ?

Berdo’a di Tanah Haram bagi masyarakat Indramayu khususnya, yang sama sekali tidak punya sumber air baku sendiri kecuali bergantung kepada daerah sekitarnya. Posisinya mirip Nagari Sulit Air yang keberadaannya dikelilingi sumber air berlimpah namun selama bertahun-tahun terus kesulitan air. Mudah-mudahan do’a bersama di Tanah Suci akan memberi jalan keluar bagi Indramayu yang selama secara terus menerus bergantung kepada sumber-sumber air daerah sekitarnya untuk dikaruniai mata air yang berlimpah.

Kalau di tengah padang pasir bisa keluar air yang deras seperti halnya Zam Zam, mengapa di daerah yang dikelilingi sumber air ini dianggap mustahil ? Semua adalah karunia Yang Maha Kuasa yang harus diiringi dengan ikhtiar kita bersama. Amien.

Bunga Bangkai tinggi 2 meter  hidup subur di nagari Sulit Air

Sumber: segudang-cerita-tua.blogspot.com

No comments:

Post a Comment