Momentum Mukernas SAS 2015
Tanggal 18
Juli 2015, di Sulit Air telah berlangsung Musyawarah Kerja Nasional SAS
(Mukernas 2015). Jika selama ini Mukernas SAS selalu di laksanakan di luar Sulit Air atau di perantauan, kali ini dengan semangat pulang basamo disepakatilah kampung halaman sebagai arena Mukernas. Itu juga tidak lepas dari Ad/Rt SAS yang mengalami revisi, jika selama ini pemilihan ketua umum DPP SAS dilaksanakan 2 tahun sekali, diperpanjang menjadi hanya 4 tahun sekali. Akan tetapi untuk agenda pulang basamo tetap diselenggarakan 2 tahun sekali.
Dalam kesempatan itu bapak Hamdullah Salim sebagai pembicara utama dalam tajuk awal diperingati hari jadi nagari, banyak mengemukakan pemikiran serta nilai-nilai sejarah tentang awal keberadaan nagari Sulit Air. Dengan semangat yang menggebu dan ingatan masa lalu yang masih kuat, beliau telah mencatat berbagai tanggal yang di anggap merupakan tonggak-tonggak penting dalam sejarah Sulit Air.
Maka itu sebabnya ketika pertanyaan dari Prof Jurnalis Uddin diajukan kembali kepada bapak Sejarahwan nagari Sulit Air yakni Drs. Hamdullah Salim kapan tepatnya pristiwa terpenting nagari, dengan cepat dapat beliau sebutkan satu tanggal yang dapat dipandang sebagai Hari Jadi Sulit Air yakni tanggal 28 April 1821, disertai alasan-alasannya . Keberadaan seorang pakar nagari seperti bapak Hamdullah ini, sangat jarang kita dapati memberikan informasi-informasi berkaitan dengan riwayat nagari padahal umur beliau sudah mendekati uzur.
Diwaktu bersamaan beliau juga kemukakan. penting nya melihat
berbagai peristiwa penting dalam Sejarah Sulit Air – sepanjang yang dapat beliau telusuri - itu benar ada nya, dapat menjadikan tonggak bersejarah untuk riwayat nagari kedepan. Bapak Hamdullah yang bersuku Simabur dan pernah menjadi pemred Tunas IPPSA tahun 1952, dengan segala upaya dan ingatan yang masih normal tentu tidak asal bicara dan bermain-main dengan sejarah ini. Dimana secara kronologis ada 12 pristiwa kenagarian yang bisa diangkat sebagai moment penting, lansung saja ulasan beliau sebagai berikut :
1. 25 JULI 1818, hari Sabtu. ( Ekspansi Kunjungan Rafles ).
Letnan Gubernur Jenderal Bengkulu Thomas
Stamford Raffles (1781 – 1826) dan rombongan dalam perjalanan pulang
dari Saruaso dan Pagar Ruyung (bekas istana kerajaan Minangkabau yang
dihancurkan Kaum Paderi pada tahun 1809) sampai di Simawang. Mantan
Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1811 – 1816) tsb, setelah
bersilaturrahmi dengan Tuan Gadih (puteri mahkota Pagarurung), kaum
bangsawan yang tersisa serta kaum adat, kini ingin mengadakan pendekatan
dengan Kaum Paderi di Sulit Air, dalam rangka melancarkan niat
imperialismenya, menyingkirkan Belanda dari Minangkabau. Namun niatnya
tsb ditolak oleh Kaum Paderi di Sulit Air. Hal ini disebutkan Rusli
Amran dalam bukunya “Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang” antara lain
sebagai berikut:
“Di Saruaso itulah Raffles bertemu muka dengan
Tuan Gadih yang diperkenalkan oleh kedua orang tadi sebagai ratu. Dari
Pagaruyung mereka kembali lagi ke Simawang. Kemudian diputuskan untuk
‘mengirim’ seorang utusan, tetapi tidak seorang pun yang berani.
Kemudian diputuskan untuk ‘mengirim’ surat saja. Pada suatu lapangan
dipancangkan tiang cukup tinggi dan pada tiang itulah diikatkan surat
tadi. Balasan pun diterima, juga dengan cara yang sama. Jawaban orang
Paderi singkat saja yakni ‘bersedia hidup damai asal mereka dibantu
menyiarkan agama yang benar”.
Sungguh luar biasa, penduduk
Sulit Air berani menolak keinginan Raffles, mantan pengusaha tertinggi
Inggeris di Jawa, untuk bertemu dengan pimpinan Paderi di Sulit Air,
demi membela keyakinan Islamnya! Hal ini akan kita uraikan lebar panjang
nanti. Yang penting, peristiwa 25 Juli 1818 yang heroik ini perlu
dicatat dengan tinta emas dalam Sejarah Sulit Air.dalam hal ini juga akan ada bab tersendiri, kronologis peristiwa muhibah Rafles ke negeri Minangkbau bermula dari Simawang.
2. 28
APRIL 1821, (Pertempuran Pertama Belanda Terhadap Kaum Paderi)
Ditulis oleh buku-buku sejarah sebagai hari dimulainya
Perang Paderi (1821 – 1837). Pada hari itu tentara Belanda
mendemonstrasikan kemampuan militernya dengan menggempur Sulit Air,
karena penduduknya tidak mau tunduk kepada Pemerintah Belanda walau
sudah diancam. Namun tanpa disangka-sangka rakyat Sulit Air memberikan
perlawanan sengit selama 1 hari. Penduduk dan pejuang Paderi berhasil mempertahankan Sulit Air dan Belanda terpaksa mundur.
Nagari Simawang strategis di masa penjajahan dahulu nya |
Demikian juga
waktu menyerang Sipinang (berdasarkan arsip Kielstra dan Lange, 1856).
Korban di pihak Belanda cukup tinggi, pada hal di Simawang sudah
ditempatkan meriam-meriam. Belanda kemudian menambah balatentaranya
dan baru pada ronde kedua, pasukan Paderi berhasil dikalahkan. MengenaI
ini juga akan kita uraikan panjang lebar nanti dalam bab tersendiri nanti nya. Dalam hal ini juga menjadi sebab musabab dijadikan waktu & tanggal ini menjadi hari jadi lahir nya nagari Sulit Air. Karena ini adalah salah satu pristiwa yang terpenting, nanti diuraikan dalam tulisan tersendiri dengan dalil dan berita cakupan yang otentik.
3. Tahun 1871
( Berdirinya Sekolah Rakyat )
Adalah tahun berdirinya Sekolah Guvernemen
atau "Gouvernement School" di Koto Tuo Sulit Air. Sekolah ini kemudian
berubah nama menjadi Sekolah Rakyat (SR) I, lalu menjadi Sekolah Dasar
(SD) IV Koto Tuo. Dan sekarang populer pula sebagai sebagai Sekolah
Hibrida karena dijadikan sebagai sekolah dasar percontohan. Tidak lama
sesudah berakhirnya Perang Paderi, yang dimulai di Sulit Air tgl 28
April 1821 dan berakhir di Bonjol pada tahun 1837, maka pendidikan cara
Barat mulai memasuki Sumatera Barat. Yang ada sebelumnya hanya
pendidikan surau, belajar mengaji Al Qur’an. Kebanyakan di antara
mereka tahu hurup Arab, namun tidak tahu aksara Latin. Surat ¬menyurat
dan naskah-naskah lainnya ditulis dalam hurup Arab ¬Melayu.
Yang
diajarkan di sekolah guvernemen tsb adalah menulis, membaca, berhitung,
sedikit ilmu bumi. Tahun 1871 ini perlu kita kenang sebagai Tahun
Aksara Latin bagi Sulit Air karena merupakan tahun mulai terbukanya mata
penduduk Sulit Air melihat hurup Latin, membaca dan menulis. Sudah
barangtentu secara berangsur dan perlahan-lahan, sedikit demikian
sedikit, mengingat kapasitas sekolah yang ada sangat terbatas. Lagi
pula, tujuan Belanda membuka sekolah tsb bukanlah untuk mencerdaskan
anak nagari, tapi untuk sekedar dapat membantu administrasi pemerintahan
Hindia Belanda.
Kenyataannya sampai tahun 1930, berdasarkan statistik,
baru sekitar 10% penduduk Indonesia yang bisa tulis baca hurup Latin.
Di dalam buku "Sumatra Barat Plakat Panjang" karangan Rusli Amran,
halaman 163, ada disebutkan: "Tiba-tiba dimana-mana bermunculan
sekolah-sekolah nagari. Yang telah ditutup dibuka kembali. Semua segera
mengajukan permintaan subsidi kepada pemerintah. Antara 1871 dan 1877
dibuka di Sulit Air, Tanjung Balit, Supayang, Talang, Sungai Lasi,
Padang Panjang, Matua, Balai Selasa, dan Painan".
Karena Sulit Air
ditempatkan pada urutan pertama, maka saya berkeyakinan "Sekolah
Guvernemen Koto Tuo" yang dibangun pada tahun 1871 itu adalah sekolah
guvernemen pertama yang dibangun Belanda di Sumatra Barat.
Pemuka-pemuka Sulit Air dimasa lalu yang lahir di Sulit Air, termasuk
para hartawan, dermawan, cendekiawan dan sarjana, kebanyakan pernah
bersekolah di sana. Karena banyak di antara mereka yang cerdas dan
memiliki intelegensia yang tinggi, merasa tidak kalah dengan para
sarjana, maka mereka membanggakan diri sebagai alumni “Universitas Koto
Tuo”!. Maka tahun 1871 tsb perlu kita catat sebagai salahsatu tonggak
penting dalam sejarah kebangkitan Sulit Air, perlu diingat dan dikenang
oleh generasi masa kini dan masa mendatang, sebagai hari pendidikan
atau hari aksara Sulit Air.
Bersambung...
Sumber : Drs. Hamdullah Salim
--- Sekian --
No comments:
Post a Comment