Sunday 29 November 2015

12 Peristiwa Penting Nagari Suliek Ayie ( Bag-II )

4. 29 SEPTEMBER 1912. (Musyawarah Lareh Nagari)


Di Balairung Panjang (sekarang Balairungsari) Balai Lamo Sulit Air, berlangsung pertemuan para penghulu Sulit Air, para pemuka masyarakat, orang tua-tua serta para cerdik pandai Sulit Air. Pertemuan besar itu dimotori oleh Mahyuddin Dt. Sutan Maharaja Nan Besar alias Dt. Bangkik (ahli adat terkemuka Minangkabau) dan Muhammad Rasyad Dt. Tumenggung (penghulu andiko di kelompok Urang Nan Onom Limo Panjang), yang baru saja diangkat oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai Kepala Nagari (Nagarihoofd), yang juga merangkap sebagai kepala semua penghulu di Sulit Air. Kepala Penghulu itu dalam pergaulan se-hari2 di Sulit Air disebut Ongku Kapalo (Ongku Palo) atau Datuok Kapalo (Tuok Palo). Karena Rasyad Dt, Tumenggung adalah ongku palo pertama, maka beliau masyhur dengan sebutan Ongku Palo Gaek.


Maksud pertemuan penting itu adalah untuk menangkal segala macam maksiat yang sedang merebak di seluruh Sulit Air. Pertemuan itu akhirnya berhasil membulatkan kata, pipih sepicak, bulat segiling, bulat air dek pembuluh, bulat kata dek mufakat, melahirkan sejumlah keputusan, yang kemudian populer sebagai Undang-2 Nagori Nan Saboleh Fasal, karena terdiri dari 11 fasal. Undang2 tsb mengatur a.l.: " Larangan berjudi dan sanksi berat terhadap pelakunya. Setiap penghulu harus punya rumahgadang sendiri dan memberantas berbagai bentuk kejahatan. Setiap rumahgadang harus terpelihara kebersihannya. Penghulu dan ninik-mamak harus mengajarkan adat-istiadat kepada kemenakannya. Setiap lelaki harus menanam tanam-tanaman tua. Bila pergi merantau harus minta izin kepada penghulunya dan kepada kepala nagari ". Demikian bunyi undang-undang itu. 

Kemudian diwajiban kepada lelaki dewasa untuk menggunakan kupiah setiap keluar rumah. Dimaksudkan sebagai penegakan disiplin diri, ternyata memang mampu memberikan berbagai dampak positif kepada anak nagari Sulit Air. Terkenal sebutan, bila lelaki tidak pakai kupiah dan ketemu di jalan dengan Ongku Palo Gaek di Sulit Air, maka orang itu tentu akan dilompang (ditempeleng) oleh wali nagari. Orang tua-tua kita dahulu sering memuji ketertiban, keamanan, kemajuan dan kebesaran Sulit Air selama berada di bawah kepemimpinan Ongku Palo Gaek Rasyad Dt. Tumenggung itu (1912 – 1936).

 Sejarawan Anas Nafis dari ‘Pusat Dokumentasi & Informasi Kebudayaan Minangkabau” yang menemukan dan menyebar luaskan undang-undang nagari Sulit Air itu, memberikan ulasan a.l. sebagai berikut: “ Jadi berlainan dengan masa sekarang, di mana sebagian masyarakat Minangkabau (baca: Sumatera Barat) lebih suka menunggu lahirnya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi, Kabupaten atau Kota terlebih dulu dan baru setelah itu ‘penyakit’ ditanggulangi, di masa lampau Sulit Air telah berbuat sesuatu untuk kebaikan dan kemajuan nagari mereka. Jadi yang berkehendak ialah masyarakat sendiri dan bukanlah menunggu komando dari atas, misalnya menunggu perintah dari Tuanku Laras , kemudian Engku Demang, Tuanku Mandua, maupun Tuanku Luhak”.

Dalam kaitan ini, tokoh besar Sulit Air masa lalu Zainal Abidin Ahmad menambahkan: “ Kepala Nagari Rasyad Dt. Tumenggung, Syaikh Sulaiman al Khalidi (Imam Mesjid Raya) dan Dt. Sutan Maharajo (Dt. Bangkik) bersama Kerapatan Adat, melarang keras perjudian, menyabung ayam, memberantas segala sihir dan juhung permayung (memberi pekasih dan kaboji) dan segala perbuatan yang mengganggu dan merusak keamanan masyarakat, khususnya mengganggu rumahtannga. Dalam hal ini jasa Angku Palo Gaek Dt. Tumenggung tidak dapat dilupakan.

Pokoknya masa kepemimpinan Sulit Air di bawah M. Rasyad Dt. Tumenggung Ongku Palo Gaek yang berlangsung demikian lama (1912 – 1937) sering disebut oleh orang-orang tua kita sebagai masa jayanya Sulit Air dan banyak yang mengidamkan agar masa gemilang tsb dapat dibangkitkan kembali. Sebagai salahsatu langkah untuk membangkitkannya adalah dengan berbulat tekad agar warga Sulit Air kembali kepada khittah dan semangat perjuangan di tahun 1912 tsb.

Bisakah diberlakukannya kembali “Undang-undang Nagori Nan 11 Fasal” tgl 29 September 1912 tsb bagi setiap orang yang berdiam di Sulit Air? Sama  kira-kira dengan Presiden Soekarno yang pada tgl 5 Juli 1959 mendekritkan Indonesia kembali kepada Undang-undang Dasar 1945. Tidak salah bila tanggal 29 September 1912 ini perlu kita catat sebagai salahsatu tonggak penting dalam sejarah Sulit Air; -Tahun Penegakan Disiplin!

5. Tahun 1925, (Hidupnya Dunia Pendidikan Nagari).

Adalah tahun berdirinya Pendidikan Sekolah Agama (PSA) Gando Sulit Air, sekolah kebanggaan anak nagari, yang tetap eksis sampai sekarang. Yang mencetuskan berdirinya PSA di Sulit Air adalah Labai Muhammad Yassin, murid Sekolah Thawallib Padang Panjang dengan dukungan 2 temannya Jamin Hamzah (kakek Syaiful Sirin Dt. Rajo Mangkuto) dan Jamin Yahya dari sekolah yang sama.
Gedung PSA yang masih terawat & Asri berada di jorong Gando
Ketiganya ingin mewujudkan adanya sekolah model Thawallib di Sulit Air, jadi semacam mini Thawallib. Gagasan tsb didukung oleh tokoh-tokoh muda Sulit Air masa itu, yaitu: Nurdin Dt. Rajo Mansyur, M. Taher St. Sati (guru Sekolah Gubernemen, kakek DR. Happybone), Kasim St. Besar (pedagang di Padang, ayahanda Brigjen. Dr Amir Kasim), Jalin St. Sati (tokoh penggerak pembangunan), HM Salih (ulama, ayahanda A. Karim Salih), Syamsuddin Khatib Jum'at (ayahanda Amir Shambazy), H. Zakaria (imam Surau Tebing), Udin St. Maruhum, clan sebagainya.

Trio “Yassin-Hamzah-Yahya” tersebutlah yang menjadi guru-guru pertama sekolah PSA itu pada tahun 1925. Dimulai di Surau Tobiang, kemudian pindah ke surau Singgodang, lalu pindah lagi ke Surau Muruok. Belajar tidak lagi menghadap rehal tapi duduk di bangku panjang menghadap meja, mendengarkan guru berbicara dan menulis di papan tulis dengan kapur tulis. Jumlah murid pertama mencapai 80 orang dan terus bertambah-tambah juga.

Melihat kemajuan pesat itu, Nurdin Dt. Rajo Mansyur Cs memelopori berdirinya sebuah organisasi yang diberinya nama VSSA (Vereniging Studiefonds Sulit Air) yang bertujuan untuk membantu menyukseskan PSA dengan membangun sebuah gedung sekolah yang cukup pantas bagi murid-murid yang semakin bertambah tsb. Agaknya VSSA Sulit Air meniru Studie Fonds Koto Gadang yang didirikan oleh Tuanku Laras Datuk Kayo di Koto Gadang pada tgl 1 September 1909, yang ditengarai sebagai penyebab banyaknya orang Koto Gadang yang berhasil menjadi orang-orang pintar dan terkenal di kemudian hari.

VSSA didukung oleh tokoh-tokoh Sulit Air masa itu seperti HM Taher, Jamin Endah Kayo (kakek Zarkasyi Nurdin), M. Jalin Sutan Sati (ayahanda Jurnalis Jalins), Taher Dt. Lenggang Marajo, Asin Sutan Batuah, Jausa Dt. Majo Bongsu (ahli adat), Udin Sutan Maruhum, H. Zakaria dll. Selain dari nama-nama tsb, atas kerja keras pengurus berdatanganlah sumbangan uang dari para pedagang perantau Sulit Air yang diangkat sebagai komisaris-komisaris VVSA, seperti M. Zein Dt. Sati Marajo (Pekan Baru), Ismail Dt. Rajo Penghulu (Teluk Kuantan), Kahar Sutan Mudo (Padang), Tunut Sutan Mangkuto (Sawahlunto), M. Lebe (Solok), Udin Sutan Maruhum (Padang Gantiang), dll.

Pada tahun 1933, sewaktu pimpinan PSA beralih dari M. Salim Amany (yang melanjutkan sekolah ke Normal Islam Padang) kepada Nurdin Thaher, PSA Gando mencapai puncak kejayaannya, muridnya mencapai 500 orang. “Periode ini adalah masa pesatnya kemajuian pendidikan PSA, di mana murid-muridnya sangat menonjol dalam segala gerak masyarakat. Banyaknya murid mencapai 500 orang, terdiri dari 12 kelas, pagi dan sore. Di bawah pimpinan Nurdin Taher, dengan guru-guru 10 orang yang umumnya berpendidikan cukup pada bidangnya masing-masing. PSA mencapai kemajuan yang mengagumkan.

Menjadi kebanggaan bagi pemuda-pemuda perantau, bila mereka mendapatkan isteri dari pelajar PSA. Walaupun isteri cantik dan dari keluarga kaya, tapi kalau tidak belajar di PSA, kuranglah mendapat penilaian dari para pemuda yang ingin mendapatkan jodoh. Banyaklah pelajar puteri PSA yang mencapai prestasi dalam kehidupannya, baik di kampung maupun setelah mengikuti suaminya di perantauan. Begitupun para pelajar pria-nya, banyak yang sukses dan menonjol dalam kehidupan di perantauan, di bidang perdagangan atau di lapangan kehidupan sosial dan ekonomi.
Sisiwa dan Siswi PSA bersama pengurus Yayasan serta para guru.
Maka tahun 1925, perlu pula kita catat sebagai salahsatu tonggak sejarah penting dan tahun kebangkitan Sulit Air, khususnya dalam pendidikan agama Islam yang menyebabkan anak nagari Sulit Air kokoh kuat memeluk agama Islam, yang pada gilirannya meneruskan dan mewariskannya kepada anak keturunannya dalam semangat keislaman yang kental, walaupun sudah pindah ke perantauan.

6. 2 JULI 1951, (Berdiri nya IPPSA).

Adalah hari lahirnya Ikatan Pemuda Pelajar Sulit Air (IPPSA) di Sekolah Rakyat (SR) I Koto Tuo Sulit Air, bersamaan dengan musim liburan puasa pada tahun itu. Mayoritas para pendirinya adalah para pelajar SMP Negeri I dan SMP Negeri II Solok, antara lain: Martunus Tunut, Chainaris NS, Musmar St. Mangkuto, Misbach Jalins, Lukman Muman, Roslaini Thaher, Zamzoma Muman, Sariana Potai Lobek, Harun Al Rasyid, Nurana Suprapto, Jufri Jamin, Syahruddin Kasim , Amir Arselan Tamin, Jurnalis Jalins, Asnidar Thaher, Nurhayati Miin, Hamidah Hamid, Achyar Darussalam. Yang diluar SMP atau yang lebih senior adalah Syafni Jadibs (SGA Negeri Solok).
Pengurus DPP IPPSA saat ini ( Rizki, Septian, Ferry & Taufik Akbar)
Yang memberikan nama IPPSA tsb adalah Darussalam Rasyad. Mengenai nama IPPSA, saya berkeyakinan Darussalam Rasyad (kemudian bergelar Dt. Samarajo) memperoleh inspirasi kata-kata ikatan pemuda pelajar dari nama IPPI (singkatan Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia) yang baru lahir dan sedang bertumbuh pesat pada masa itu.

Pada masa itu DPP IPPI di Jakarta dipimpin oleh Emil Salim, sedang di Sumatera Tengah (meliputi Sumbar, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau sekarang) dipimpin oleh Awaloeddin Djamin. Apalagi Awaloeddin Djamin, sebagai Ketua IPPI Sumatera Tengah sering berkunjung ke Solok dan menjadi tamu beliau selaku Kepala Inspeksi P & K Kabupaten Solok. Ungkap Awaluddin Djamin: ”Di SMA Negeri yang dipimpin oleh Dr. Rosma, kami membentuk ”Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia” (IPPI) dan ”Tentara Republik Indnesia Pelajar” (TRIP) seperti pelajar-pelajar di Jawa. Saya terpilih menjadi ketua IPPI Sumatera Tengah. Selaku Ketua IPPI Sumatera Tengah saya sering ke sekolah-sekolah menengah pertama di Padangpanjang, Solok, dan Sawahlunto.

Di Padang panjang siswa sekolah agama pun bergabung dengan IPPI". Untuk menelusuri letak keterkaitan atau hubungan itu, baik kita kutipkan sedikit tulisan Prof. Mr. Ruslan Saleh sekitar kelahiran IPPI sebagai berikut: “Tanggal 2 Februari 1946, Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia disingkat IPPI didirikan. Kata “pemuda pelajar” adalah suatu proses pemikiran dan pertukaran pendapat yang serius guna memelihara kesatuan dan persatuan perjuangan pada masa itu yang sangat didambakan. Dengan kata-kata ini tersimpul pengertian tidak terpecahnya pemuda dalam sekolah menengah pertama (SMP), sekolah mengah atas (SMA) dan mahasiswa, semuanya bersatu dalam sebutan Pemuda Pelajar. Terkandung dalam pengertian pemuda yang meliputi pelajar dan mahasiswa. Sebelumnya organisasi ini bernama Ikatan Pelajar Indonesia, organisasi dari pelajar sekolah menengah pertama dan menengah atas".

Yang mengesahkan berdirinya IPPSA adalah Wali Nagari Sulit Air Salim Thaib. Tokoh masyarakat yang hadir dan memberikan sambutan: Darussalam Dt. Samarajo, Alwin Dt. Sutan Malano, M. Jalin Sutan Sati, M. Taher Sutan Sati, M. Salim Amany, Kahar Taher dan Sa’adiyah Muluk. Kelahiran IPPSA itu disepakati setelah para pelajar tsb beberapa kali mengadakan rapat di Ayie Mati Solok, di rumah tokoh pendidik Darussalam Dt. Samarajo tsb, juga atas gagasan dan dorongan yang beliau berikan. Seperti maksud pembentukan IPPI pada tahun 1946, pembentukan IPPSA juga dimaksudkan untuk menyatukan seluruh pelajar dan mahasiswa Sulit Air.

Selain terinspirasi dari IPPI tsb, pemuda pelajar di dalam ”IPPSA” juga dimaksudkan sebagai para pelajar yang setelah tamat dari SR melanjutkan sekolah ke SLTP seperti SMP. Ini untuk membedakan dengan pemuda-pemuda Sulit Air yang setelah bersekolah di Sekolah Rakyat (SR), baik tamat atau tidak, menjadi tradisi untuk pergi merantau dengan maksud terutama untuk berdagang, mencari pangadok. Jadi, pemuda pelajar dalam pengertian ini merupakan satu kesatuan tak terpisahkan, bukan pemuda dan pelajar! Pengurus pertama IPPSA, ketua Martunus Tunut, sekretaris Chainaris NS dan bendahara Asnidar Thaher.

Jadi IPPSA yang diresmikan berdirinya pada tanggal 2 Juli 1951 itu sebenarnya adalah IPPSA Solok. Namun pada waktu peresmian tsb, hadir beberapa pelajar dari kota lain yang lebih tinggi sekolahnya, seperti Dawanis Sirin dan Mawardy Jalins (SMA Padang), Sofyan Hasan (SMA Bukit Tinggi) dan Hasan Basri Salim (guru SR dan Kursus Keterampilan Pembantu Guru) dari Sulit Air. Dengan berdirinya IPPSA Solok ini menjadi pendorong bagi berdirinya IPPSA di kota-kota lainnya: Padang, Bukit Tinggi, Padang Panjang, Medan, Jakarta dan Yogya, walau jumlah pelajar Sulit Air di kota-kota tsb (kecuali Padang Panjang) belum begitu banyak.

Dengan berdirinya IPPSA di kota-kota lainnya itu, maka atas inisiatif enam orang pelajar Sulit Air yakni: Dawanis Sirin (kelas 3 SMA Padang), Mishar Bahrony (kelas 3 SMA Yogya yang kemudian pindah ke Bukit Tinggi), A.Karim Salih (Sekolah Tinggi Islam, Jakarta), Jurnalis Jalins (kelas 1 SMA Bukit Tinggi), Hasan Basri Salim (KKPG Sulit Air) dan Ramly Jalil (Kursus Fotografi Jakarta) diadakanlah pertemuan IPPSA dari berbagai kota pada bulan Puasa tahun 1952 di Sekolah Rakyat Balai Lamo Sulit Air. Dideklarasikanlah IPPSA sebagai organisasi bagi seluruh pelajar Sulit Air, mulai dari yang telah menamatkan Sekolah Rakyat-nya dan melanjutkan sekolahnya, sampai menjadi mahasiswa (sebelum menjadi sarjana, berumah tangga atau meninggalkan statusnya sebagai pelajar-mahasiswa). Untuk itu dibentuk Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IPPSA yang pertama yang diketuai oleh A. Karim Salih (Jakarta), dengan cabang di kota-kota perantauan lainnya itu.
Rancak-rancak IPPSAWATI nyo
Dengan demikian, berbeda dengan SAS (Sulit Air Sepakat) yang lahir di Padang pada tahun 1912, mempunyai dewan pimpinan pusat (DPP) yang dilahirkan di Ciloto Puncak Jabar pada tgl 5 Juli 1972, IPPSA maupun DPP-nya, keduanya dilahirkan di haribaan tanah tercinta Sulit Air. Berbeda dengan SAS yang hanya ada di perantauan, IPPSA juga meliputi Sulit Air dan mempunyai cabang di Sulit Air. Maka tanggal 2 Juli 1961 layak kita kenang sebagai salahsatu tonggak dan peristiwa penting di Sulit Air, di mana pelajar-pelajar Sulit Air yang masih demikian muda-muda (apalagi untuk ukuran masa sekarang) telah berhasil melahirkan IPPSA, organisasi kebanggaan pelajar-mahasiswa Sulit Air yang sangat besar peranannya dalam pembangunan dan kemajuan Sulit Air.

(Bersambung)
Sumber: Drs. Hamdullah Salim
--- Sekian ---

No comments:

Post a Comment