Jika teman-teman memlihat berita sore, Metrotv ataupun TvOne spesialis siaran berita dijumpai polemik tentang auran boleh nya mengkritik dan menghujat seseorang. Bahkan polisi dengan badan intelejen nya dirasa perlu mengeluarkan surat edaran ke seluruh anggota polisi seluruh Indonesia di publish ke media tentang kata-kata yang mengandung unsur ujaran kebencian (hate speech). Itulah, sepekan pertama di awal bulan november perbincangan tentang Suku Anak
Dalam (Kubu) menyeruak ke permukaan. Pasalnya, di sela-sela kunjungannya
melihat langsung kasus kebakaran hutan wilayah Jambi,
Sumatera Selatan, dan Riau,
Presiden Jokowi menyempatkan dirinya untuk
menengok langsung kondisi Suku Anak Dalam. Jokowi menjadi presiden
pertama di Indonesia yang akhirnya berkunjung menilik langsung bagaimana
kehidupan nomaden masyarakat pedalaman hutan Jambi: Suku Anak Dalam. Justru ketika pihak Istana mendokumentasikan photo-photo tersebut tersirat kejanggalan yang aneh di pemerhati media, bahkan seorang Roy Suryo (bekas menteri) & Andi Arif (mantan safsus era SBY) ikun menunjukan ketidak heranan atas sesuatu yang agak aneh dalam fhoto tersebut dibawah ini.
Saat ini, media adalah sarana tercepat untuk menyampaikan sesuatu
dalam skala kecil maupun besar sehingga memiliki efek yang sangat besar
pula. Efek yang seperti ini menimbulkan efek positif dan negative.
Positif jika memang berita yang disampaikan sesuai dengan fakta ataupun
kritikan yang memiliki alasan dan dasar yang jelas. Negative jika berita
yang disampaikan tidak sesuai dengan fakta dan tidak memiliki alasan
yang jelas sehingga bermuara pada fitnah. Fitnah yang disebarkan ini
pula menjadi bahan konsumsi masyarakat luas terutama kepada masyarakat
yang tidak selektif (asal telan saja) sehingga membuat fitnah tersebut lebih cepat berakar dari umurnya yang seharusnya.
Banyak dari pro pemerintah menghujat atas ke orisinalan foto tersebut. Bahkan dalam suatu media ProJo, mengeluarkan himbauan seperti ini: Parahnya lagi pelaku dalam media (terutama media sosial) adalah
para remaja atau generasi muda penerus dan harapan bangsa. Mereka
bukannya tidak berpendidikan dan tidak mampu menyeleksi apa yang mereka
dapat dan apa yang layak dibuang. Begitu juga dengan berita-berita yang
dari media, manusia Indonesia didominasi oleh pikiran yang sok kritis
padahal otak krisis. Banyak yang berpikiran, “mengkritik pemerintah itu
hebat, trend luar biasa,” padahal mereka sebenarnya tidak tahu apa yang
mereka kritik. Mulailah dengan tidak saling menyalahkan.
Apa yang mengandung himbauan positif rasa nya perlu kita dalami lebih baik lagi dalam era digital ini. Media harus lebih selektif untuk memberitakan
sebuah peristiwa. Ada baiknya media memberitakan suatu peristiwa secara
beruntut, jelas, dan nada kronologis yang jelas agar pembaca mengetahui
secara penuh latar belakang dari peristiwa tersebut sehingga tidak ada
lagi fitnah. Saat ini, media lebih banyak memberitakan “cuplikan” saja
atau potongan berita saja sehingga masyarakat juga menerima potongan
tersebut, apalagi mereka yang tidak mampu berpikir realistis dan logis,
berita itu akan cepat menyebar karena begitu gampanganya melakukan share di media sosial.
Sebelum nya hanya era media cetak yang berani menyuarakan ketidak seimbangan demokrasi, disebut hanya seperti koran Kompas, majalah Tempo, Tabloid Obor Rakyat. Sekarang media menjadi konsumsi publik bisa dimiliki oleh pribadi misal nya Facebook, Instagram, twitter dll.. Disitulah kehati-hatian dalam menulis harus dibingkai dalam fakta dan berita yang bisa di pertanggung jawabkan. Saya pribadi tidak ingin teman-teman tergoda dengan segala macam atau kesengajaan kebohongan yang tersirat dalam pemerintahan sekarang, itu boleh jadi sebagai ketidaktahuan atau permainan politik yang tiada habis nya.
Be Your self itu motto dari teman sekolah saya dahulu, jangan terbawa Arus. So..! dengan kemunculan SE (surat edaran) kapolri atas hate speech, setiap ada yang aneh sekarang ini ataupun ada laporan pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan polisi sekarang akan melakukan langkah cepat serta pencegahan yang bisa berujung penangkapan. Tentu kita semua kita berharap kebebasan informasi & komunikasi tidak terkangkangi dengan SE Kapolri yang agak nyeleneh tersebut.
Mulai lah sekarang bersikap dan bisa membedakan antara kebenaran foto dengan kenyataan yang ada, saya pribadi tidak mau teman-teman termasuk bagian dari delik aduan nanti nya. Walau rancanagn SE ini banyak dipertentangkan, namun karena masih era nya Jokowi semua tetap dalam koridor kehati-hatian yang dalam menyuarakan ketidak jelasan negeri ini. Simak juga ulasan Gubernur Sumbar atas sosok Jokowi .
--- Sekian ---
No comments:
Post a Comment