Berdasarkan bukti tertulis yang saya temui, sampai dengan tahun 1970
atau 58 tahun setelah lahirnya SAS di Padang pada tahun 1912, setidaknya
ada 14 kota perantauan warga Sulit Air, yang menamakan perkumpulan atau
paguyubannya dengan nama Sulit Air Sepakat (SAS). Ke-15 kota perantauan
itu adalah: Padang, Pekan Baru, Medan, Tembilahan, Rengat, Teluk
Kuantan, Jambi, Palembang, Betung, Palembang, Yogyakarta, Solo,
Semarang, Teluk Betung dan Jakarta. Di Bandung masih bernama Warsab
(warga Sulit Air Bandung), sebelumnya PPSA (Persatuan Perantau Sulit
Air). Teluk Betung dan Jakarta disebut yang terakhir karena kedua kota
ini yang terakhir di dalam SAS, berkat perjuangan gigih DPP IPPSA
dibawah Ketua Umum Zulfikar Joesoef Ahmad. Sebelumnya, di Teluk Betung
perkumpulan kita bernama PAS (Persatuan Anak Sulit Air). Dan di Jakarta
POWSA (Persatuan Organisasi Warga Sulit Air) dan 15 nama lainnya.
Salahsatu program kerja DPP IPPSA Zulfikar Joesoef Ahmad (1964 –
1966) yang terpilih melalui Konperensi IPPSA VI di Bandung pada tahun
1964 adalah mempersatukan semua warga perantauan Sulit Air dalam satu
organisasi tunggal; disamping IPPSA yang khusus untuk kalangan pelajar
dan mahasiswa Sulit Air. Karena banyak sekali kota perantauan Sulit Air
yang menamakan perkumpulannya SAS, nama yang ideal bagi organisasi
tunggal itu adalah SAS. Untuk itu DPP IPPSA bersama IPPSA Jakarta,
Yogya dan Bandung, pada bulan Januari 1965, di ruang rapat SD Gang
Thomas Tanah Abang Jakata (kepala sekolahnya Ibu Dahniar Zein),
mendeklarasikan sebuah kebulatan tekad untuk mewujudkan sebuah
organisasi tunggal bagi segenap warga perantauan Sulit Air yang
pengelolaannya dikoordinir oleh sebuah dewan pimpinan pusat (DPP).
Sayang tokoh legendaris IPPSA Zulfikar Joesoef Ahmad tidak berusia
panjang, tahun 1968 dia berpulang dalam usia 28 tahun (1940 – 1968).
Berkat perjuangan DPP IPPSA, warga Sulit Air di Teluk Betung –
Tanjung Karang, yang punya lebih dari 1000 jiwa, yang perkumpulannya
semula bernama PAS (Persatuan Anak Sulit Air), berhasil diyakinkan untuk
merubahnya menjadi SAS. Kemudian DPP IPPSA berhasil membujuk 10
perkumpulan warga Sulit Air. Kesepuluh perkumpulan tsb adalah JAPSA
(Amir Shambazy), Panitia PSA (Rais Taim St Alamsyah), DPP PEPSA
(Syamsubahar Maarif), DPP GEPSA (Zulkarnain Jamin), PEPSA Jakarta (Jalil
Muluk), GEPSA Jakarta (Syamsuddin Enek), Perwakilan Muhammadiyyah Sulit
Air di Jakarta (Kahar Taher), Budi Caniago (Kuraisyin St Mudo), Cinto
Caniago (Kaharuddin Saleh Bujang Sati), Koperasi Wanita Sulit Air
Rasyidin Rasyad), ditambah perwakilan warga dari Palembang (B. Dt.
Bagindo Malano), Bandung (Saladin Isa) dan Semarang (Bahrul Bahrony)
untuk menghadiri “Musyawarah Organisasi-organisasi Warga Sulit Air”,
pada tgl 25 dan 26 Desember 1965 di Ruang Rapat Mesjid Agung “Al Azhar”
Kebayoran Baru, Jakarta.
Musyawarah yang berlangsung di
bulan Ramadhan itu, bersepakat untuk menghilangkan segala perselisihan
yang telah terjadi dan menciptakan sebuah organisasi kesatuan tunggal di
Jakarta, yang diberi nama SAS. Maka dibentuklah SAS Jakarta yang
dipimpin oleh 3 orang ketua, yakni Annas Nurdin, Darwis Sutan Malano
dan Syahruddin Kasim; sekretaris Jalil Muluk, Habibullah S.J. dan
Zulkarnain Jamin; bendahara Ny. Syamsariana, Darwis Taher dan H. Sutan
Ismail. Dan HZA Ahmad ditunjuk sebagai Pembina. Pada tgl 18 Mei 1969,
pimpinan SAS Jakarta beralih kepada kuartet Sofyan Hasan-A. Karim
Saleh-Bahrul Bahrony- Jurnalis Uddin, sekretaris Nur Aksar, Zulkarnain
Jamin dan Harlis Bahrony. Sebelum rapat pembentukan pengurus baru itu,
dibacakan surat DPP IPPSA ditandatangani oleh Ketum Nur Aksar dan Sekum
HB Chandra, yang mengusulkan bahwa telah tiba waktunya bagi SAS Jakarta
untuk mengadakan musyawarah besar warga Sulit Air untuk menjadikan SAS
sebagai organisasi tunggal warga perantauan Sulit Air dan pembentukan
DPP SAS.
PERSIAPAN PEMBENTUKAN DPP SAS
Perjuangan IPPSA
selama 5 tahun akhirnya membuahkan hasil. Pada tahun 1970, SAS Jakarta
dan Warga Sulit Air Bandung (Warsab) bersepakat untuk mensponsori
penyelenggaraan Konperensi Pembentukan DPP SAS tanggal 3 s/d 5 Juli 1970
di villa “Aida” (milik HM Joesoef Ahmad) di Ciloto –Puncak Jabar.
Panitia Pelaksana diketuai Dr. Jurnalis Uddin (Jakarta), wakil Rozali
Usman (Bandung), sekretaris Nur Aksar (Jakarta), wakilnya Syarman Syam
SH (Ketum DPP IPPSA), bendahara Bahrul Bahrony (Jakarta) dan wakilnya
Drs. Musmar Muin (Bandung). Ditambah dengan berbagai seksi (A. Karim
Saleh, Mishar Bahrony, Aida Joesoef Ahmad, HB Chandra, Harlis Bahrony
dan Rainal Rais) Jelas sekali tokoh-tokoh Sulit Air di Jakarta dan
Bandung terlihat kompak bersatu dalam kepanitiaan ini. Kalau kita
cermati semua nama itu adalah senioren-senioren IPPSA seluruhnya,
bahkan ada mantan dan ketum DPP IPPSA yakni A. Karim Saleh, Rozali
Usman, Musmar Muin, Nur Aksar dan Syarman Syam, bahkan Jurnalis Uddin
juga jadi Pj. Ketum DPP IPPSA Yogya. Dapat pula kita ambil kesimpulan
bahwa tahun 1970 tsb adalah tahun senioren-senioren IPPSA (lahir tahun
1951) mengambil alih kepemimpinan baru Sulit Air melalui SAS. Wali
nagari Sulit Air Nasrullah Salim Dt. Polong Kayo pada saat ini, juga
adalah mantan Sekjen DPP IPPSA Yogya (1957 – 1962).
Peralihan
tongkat generasi kepemimpinan itu menjadi terasa demikian sempurna dan
terasa harmonis karena didampingi oleh suatu Dewan Sponsor sebanyak 39
orang yakni tokoh-tokoh Sulit Air Jakarta-Bandung yang dikenal umum di
masa itu, yakni Rozali Usman, Musmar Muin, Ramli Paduko Sutan, Bahar
Surin, Usman Ahmad, Amir Syambazy, HM Joesoef Amad, Kaharuddin Saleh
Bujang Sati, H. Rais Taim, H. Jamaluddin Tambam, IAL Dt. Nan Sati,
Syamsulbari Nur, Darwis St Malano, Darwis Taher, HZA Ahmad, HM Zein,
Z.Camil, Mawardy Jalins, Rasyidin Rasyad, Syamsubahar Maarif, H.
UsmanTaher, Muhammad Tiding, AB Dt Bijo Dirajo, Marjohan Djamin, Jusuf
Cupak, Syamsunur Nur, Junus Taher, Zainuddin, Kolonel Munir, Hasan Basri
Taher, Suhaemi Djamin, Abubakar Saad, Ibu Hj. Rosma Rais, Ibu Dahniar
Zein, Ibu Elly Amir Shambazy, Ibu Nurma Syamsulbahri, Ibu Rasyidah KS
Bujang Sati dan Ibu Hj. Aminah Amran.
Mungkin Anda bertanya mengapa Rozali Usman, Musmar Muin dan Mawardy Jalins, masuk dalam Dewan Sponsor, bukankah ketiganya itu senioren IPPSA? Benar, tapi ketiganya sudah jadi pengusaha tenar pada masa itu. Musmar Muin dalam kefarmasian (apotik), Mawardy Djalins dalam bidang penerbitan buku, lebih-lebih Rozali Usman dengan CV “Remaja Karya”nya di Bandung sedang naik benar “daun”nya, sadang barayie asam e. Dan ke-6 ibu yang disebut di atas, selain dikenal sebagai tokoh-tokoh wanita Sulit Air di Jakarta (termasuk Uni Rosma yang hartawan-dermawan), juga dikenal sebagai ahli-ahli masak ala Sulit Air yang faham betul selera tinggi urang awak, yang akan membuat konperensi SAS pertama itu sebagai konperensi yang sulit dilupakan di daerah dingin pegunungan Puncak, yang kadarnya jauh lebih dingin daripada sekarang. Bisakah Anda membandingkan komposisi kepemimpinan Sulit Air di Jakarta-Bandung pada tahun 1970 itu dengan komposisi kepemimpinan Sulit Air Jakarta-Bandung sekarang, setelah menempuh kurun waktu 46 tahun?
Dengan menyebutkan nama-nama tsb,
saya juga sekedar ingin mengenang bagaimana hebatnya perjuangan IPPSA
dalam menyatukan segenap potensi SDM Sulit Air di Jakarta dan Bandung di
kala itu, dalam merajut kembali hubungan silaturrahmi antara
pemimpin-pemimpin Sulit Air yang sejak tahun 1964 dirobek-robek oleh
perpecahan yang demikian parah dan menyedihkan! Bayangkan di Jakarta
ada 16 perkumpulan warga Sulit Air, yang berasal dari dua kubu yang
saling berseteru. Dan semua nama yang disebutkan di atas menjadi
penggerak atau anggota dari 1-2 perkumpulan tsb. Bayangkan orang-orang
yang tadinya walau sudah dipersatukan dalam SAS Jakarta, pada hakekatnya
mereka belum barelok betul, masih baudu atau indak sabuni, setidaknya
masih malu2, sekarang mereka diharak ke Ciloto, untuk membentuk DPP SAS,
bagolak-golak dan makan lomak.
Sumber: H. Drs .Hamdullah Salim
No comments:
Post a Comment