Ummahatul
Mu'minin (Arab: أمهات المؤمنين, para
ibu orang-orang mukmin) adalah istilah dalam bahasa Arab yang digunakan
dalam syariat Islam, merupakan penyebutan kehormatan bagi istri-istri
dari Muhammad. Muslim menggunakan istilah tersebut sebelum atau sesudah
nama istrinya. Istilah ini diambil dari ayat Quran, yang berbunyi:
“
|
Nabi
itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan
istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka...( Al-Ahzab ayat 6)
|
”
|
Nabi Muhammad seringkali disebutkan menikah dengan 9 dan 11 orang
perempuan. Akan tetapi ada juga kisah menceritakan Rasulullah menikahi 14 wanita Arab yang sebagian besar tertindas, malang nasib nya dan Janda kecuali Siti Aisyah. Terdapat kisah bahwa ia menikah dengan dua orang perempuan lainnya,
tetapi diceraikannya sebelum mereka sempat bersama-sama, yaitu Amrah binti
Yazid dari Bani Qilab dan Asma binti Nu'man dari Bani
Kindah.
Berikut ini ada 14 istri nabi Muhammad saw yang
pernah tercatat dalam seajarah :
Ummu al-Mukminin:
- Khadijah
binti Khuwailid (556-621M)
Ia merupakan istri Nabi Muhammad yang pertama. Berbagai riwayat
memaparkan bahwa saat Muhammad menikah dengan Khadijah, umur Khadijah
berusia 40 tahun sedangkan Nabi hanya berumur 25 tahun. Nabi Muhammad bersama
dengannya sebagai suami istri selama 25 tahun yaitu 15 tahun sebelum menerima
wahyu pertama dan 10 tahun setelahnya hingga wafatnya Khadijah, kira-kira 3
tahun sebelum hijrah ke Madinah. Khadijah wafat saat ia berusia 64 tahun 6
bulan.
Ia merupakan istri Nabi
Muhammad yang tidak pernah dimadu, karena semua istrinya yang dimadu dinikahi
setelah wafatnya Khadijah. Di samping itu, semua anak Nabi
kecuali Ibrahim adalah anak kandung Khadijah. Khadijah sebelumnya
sudah menikah 2 kali sebelum menikah dengan Nabi SAW. Suami pertama Khadijah
adalah Aby Haleh Al Tamimy dan suami keduanya adalah Oteaq Almakzomy, keduanya
sudah meninggal sehingga menyebabkan Khadijah menjadi janda.
Maskawin dari Nabi Muhammad
sebanyak 20 bakrah (sapi betina) dan upacara perkawinan diadakan oleh
ayahnya Khuwailid. Riwayat lain menyatakan, upacara itu dilakukan oleh
saudaranya Amr bin Khuwailid.
Pernikahannya dengan
Khadijah menghasilkan keturunan hanya enam orang, yaitu: Al
Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum,Fatimah, dan Abdullah.
Nabi Muhammad setelah mendapatkan seorang putra yang bernama Al Qosim, maka ia
mendapat julukan Abul Qosim (bapak Qosim), sedangkan putranya
yang bernama Abdullah mempunyai julukan at Thoyib at Thohir yang
berarti "Yang Bagus dan Lagi Suci".
Khadijah meninggal pada tahun 621M , dimana
tahun itu bertepatan dengan Mi’raj nya Nabi Muhammad SAW ke Surga. Nabi SAW
sangatlah mencintai & melindungi Khadijah. Sehingga begitu perhatian nya kepada istri pertama yang mengawal perjuangan Islam, hanya setelah sepeninggalnya Khadijah
lah Nabi SAW baru mau menikahi wanita lain.
- Saudah
binti Zam'ah (596-674M)
Nabi menikah dengan Sawdah setelah wafatnya Khadijah dalam bulan itu
juga. Sawdah adalah seorang janda tua. Suami pertamanya ialah al-Sakran bin
Amr. Sawdah dan suaminya al-Sakran adalah di antara mereka yang pernah
berhijrah ke Habsyah.
Saat suaminya meninggal dunia setelah pulang
dari Habsyah, maka Rasulullah telah mengambilnya menjadi istri untuk
memberi perlindungan kepadanya dan memberi penghargaan yang tinggi kepada
suaminya.Acara pernikahan dilakukan oleh Salit bin Amr. Riwayat lain menyatakan
upacara dilakukan oleh Abu Hatib bin Amr. Maskawinnya ialah 400 dirham.
- Aisyah
binti Abu Bakar (614-678M)
Aisyah adalah satu-satunya istri Muhammad yang masih gadis pada saat dinikahi.
Aisyah dinikahkan pada tahun 620 M. Akad nikah diadakan
di Mekkah sebelum Hijrah, tetapi setelah wafatnya Khadijah dan
setelah Muhammad menikah dengan Saudah. Upacara dilakukan oleh ayahnya Abu
Bakar dengan maskawin 400 dirham.
Hadits mengenai umur Aisyah tatkala
dinikahkan adalah problematis. Hisyam bin ‘Urwah adalah satu-satunya yang
mengabarkan tentang umur pernikahan Aisyah, yang didengarnya dari ayahnya.
Bahkan Abu Hurairah ataupun Malik bin Anas tidak pernah
mengabarkannya. Beberapa riwayat yang termaktub dalam buku-buku hadits berasal
hanya dari Hisyam sendiri, dan hadits ini dianggap dhaif.[butuh rujukan] Hisyam
mengutarakan hadits tersebut tatkala telah bermukim di Irak, dan ia pindah
ke negeri itu dalam umur 71 tahun.
Hisyam bin ‘Urwah menyatakan bahwa
Aisyah dinikahkan ketika berumur 6 tahun. Muhammad tidak bersama dengannya
sebagai suami-istri melainkan setelah berhijrah ke Madinah. Ketika itu, Aisyah
berumur 9 tahun sementara nabi Muhammad berumur 53 tahun. Mengenai hal ini
Ya’qub bin Syaibah berkata: “Yang dituturkan oleh Hisyam sangat
terpecaya, kecuali yang disebutkannya tatkala ia sudah pindah ke Irak.” Ibnu
Syaibah menambahkan bahwa Malik bin Anas menolak penuturan Hisyam yang
dilaporkan oleh penduduk Irak. Dalam buku tentang sketsa kehidupan para perawi
hadits, tersebut bahwa saat Hisyam berusia lanjut ingatannya sangat menurun.
Menurut Tabari, keempat
anak Abu Bakar (termasuk Aisyah) dilahirkan oleh istrinya pada
zaman Jahiliyah, artinya sebelum 610 M. Apabila Aisyah dinikahkan sebelum
620 M, maka ia dinikahkan pada umur di atas 10 tahun dan hidup sebagai
suami-istri dengan Muhammad dalam umur di atas 13 tahun. Menurut Abd alRahman
bin Abi Zannad: “Asmah 10 tahun lebih tua dari Aisyah.”
Menurut Ibnu Hajar al-'Asqalani, Asmah hidup hingga usia 100 tahun dan
meninggal tahun 73 atau 74 Hijriyah. Apabila Asmah meninggal dalam
usia 100 tahun dan meninggal dalam tahun 73 atau 74 Hijriyah, maka Asma berumur
27 atau 28 tahun pada waktu Hijrah, sehingga Aisyah berumur (27 atau 28) -
10 = 17 atau 18 tahun pada waktu Hijrah. Itu berarti Aisyah mulai hidup berumah
tangga dengan Muhammad pada waktu berumur 19 atau 20 tahun.
Sedangkan menurut Sahih
Al-Bukhari, Aisyah sendiri mengatakan bahwa dirinya dinikahi oleh Muhammad
ketika berumur 6 (enam) tahun. Pandangan ini juga berlaku di kalangan umat
islam tertentu.
- Hafshah
binti Umar bin al-Khattab (607-665M)
Hafsah seorang janda. Suami pertamanya Khunais bin Hudhafah al-Sahmiy yang
meninggal dunia saat Perang Badar. Ayahnya Umar meminta Abu Bakar menikah
dengan Hafsah, tetapi Abu Bakar tidak menyatakan persetujuan apapun dan Umar
mengadu kepada nabi Muhammad. Kemudian rasulullah mengambil Hafsah sebagai
istri. Hafsah Binti Umar (wafat 45 H).
Hafshah binti Umar bin Khaththab
adalah putri seorang laki-laki yang terbaik dan mengetahui hak-hak Allah dan
kaum muslimin. Umar bin Khaththab adalah seorang penguasa yang adil dan
memiliki hati yang sangat khusyuk. Pernikahan Rasulullah . dengan Hafshah
merupakan bukti cinta kasihnya kepada mukminah yang telah menjanda setelah
ditinggalkan suaminya, Khunais bin Hudzafah as-Sahami, yang berjihad di jalan
Allah, pernah berhijrah ke Habasyah, kemudian ke Madinah, dan gugur dalam
Perang Badar. Setelah suami anaknya meninggal, dengan perasaan sedih, Urnar
menghadap Rasulullah untuk mengabarkan nasib anaknya yang menjanda. Ketika itu
Hafshah berusia delapan belas tahun. Mendengar penuturan Umar, Rasulullah
memberinya kabar gembira dengan mengatakan bahwa ia bersedia menikahi Hafshah.
Jika kita menyebut nama
Hafshah, ingatan kita akan tertuju pada jasa-jasanya yang besar terhadap kaum
muslimin saat itu. Dialah istri Nabi yang pertama kali menyimpan Al-Qur’an
dalam bentuk tulisan pada kulit, tulang, dan pelepah kurma, hingga kemudian
menjadi sebuah kitab yang sangat agung.
- Ummu
Salamah binti Abi Umayyah (599-683M)
Salamah seorang janda tua mempunyai 4 anak dengan suami pertama yang bernama
Abdullah bin Abd al-Asad. Suaminya syahid dalam Perang Uhud dan
saudara sepupunya turut syahid pula dalam perang itu lalu nabi Muhammad
melamarnya. Mulanya lamaran ditolak karena menyadari usia tuanya. Alasan umur
turut digunakannya ketika menolak lamaran Abu Bakar dan Umar al Khattab.
Lamaran kali kedua nabi Muhammad
diterimanya dengan maskawin sebuah tilam, mangkuk dari sebuah pengisar tepung.
- Ramlah
binti Abu Sufyan (591-665M)
Ummu Habibah seorang janda. Suami pertamanya Ubaidillah bin Jahsyin al-Asadiy.
Ummu Habibah dan suaminya Ubaidullah pernah berhijrah ke Habsyah. Ubaidullah
meninggal dunia ketika di rantau dan Ummu Habibah yang berada di Habsyah
kehilangan tempat bergantung.
Melalui al Najashi, nabi
Muhammad melamar Ummu Habibah dan upacara pernikahan dilakukan oleh Khalid bin
Said al-As dengan maskawin 400 dirham, dibayar oleh al Najashi bagi pihak nabi.
- Juwayriyah
(Barrah) binti Harits (605-670M)
Ayah Juwairiyah ialah ketua kelompok Bani Mustaliq yang telah
mengumpulkan bala tentaranya untuk memerangi nabi Muhammad dalam Perang
al-Muraisi'.
Setelah Bani al-Mustaliq tewas dan Barrah ditawan oleh Tsabit bin
Qais bin al-Syammas al-Ansariy. Tsabit hendak dimukatabah dengan 9
tahil emas, dan Barrah pun mengadu kepada nabi.
Rasulullah bersedia membayar mukatabah tersebut, kemudian menikahinya.
- Shafiyah
binti Huyay (628-672M)
Shafiyah anak dari Huyay, ketua suku Bani Nadhir, yang berdiam di
sekitar Madinah. Dalam Perang Khaibar, Shafiyah dan suaminya Kinanah
bin al-Rabi telah tertawan. Dalam satu perundingan setelah dibebaskan, Safiyah
memilih untuk menjadi istri nabi Muhamad. Sofiah binti Huyai bin
Akhtab (wafat 50 H).
Shafiyah
memiliki kulit yang sangat putih dan memiliki paras cantik,
menurut Ummu Sinan Al-Aslamiyah, sehingga membuat cemburu istri-istri
Muhammad yang lain.
Bahkan ada istri Muhammad
dengan nada mengejek, mereka mengatakan bahwa mereka adalah
wanita-wanita Quraisy, wanita-wanita Arab sedangkan dirinya adalah wanita
asing (Yahudi). Bahkan suatu ketika Hafshah sampai mengeluarkan lisan
kata-kata, ”Anak seorang Yahudi” hingga menyebabkan Shafiyah menangis.
Muhammad kemudian bersabda, “Sesungguhnya
engkau adalah seorang putri seorang nabi dan pamanmu adalah seorang
nabi, suamimu pun juga seorang nabi lantas dengan alasan apa dia mengejekmu?”
Kemudian Muhammad bersabda kepada Hafshah, “Bertakwalah kepada Allah wahai
Hafshah!” Selanjutnya manakala dia mendengar ejekan dari istri-istri nabi yang
lain maka diapun berkata, “Bagaimana bisa kalian lebih baik dariku, padahal
suamiku adalah Muhammad, ayahku (leluhur) adalah Harun dan pamanku
adalah Musa?” Shafiyah wafat tatkala berumur sekitar 50 tahun, ketika masa
pemerintahan Mu'awiyah.
- Zaynab
binti Jahsy (588-641M)
Zaynab merupakan istri Zaid bin Haritsah, yang pernah
menjadi budak dan kemudian menjadi anak angkat nabi
Muhammad s.a.w. setelah dia dimerdekakan.
Hubungan suami istri antara Zainah dan Zaid tidak bahagia karena Zainab dari
keturunan mulia, tidak mudah patuh dan tidak setaraf dengan Zaid. Zaid telah
menceraikannya walaupun telah dinasihati oleh nabi Muhammad s.a.w..
Upacara pernikahan dilakukan
oleh Abbas bin Abdul-Muththalib dengan maskawin 400 dirham, dibayar
bagi pihak nabi Muhammad s.a.w.
- Zaynab
binti Khuzaymah (595-626M)
Zaynab putri Khuzaymah bin al-Harits bin Abdullah bin Amr bin Abdu Manaf bin
Hilal bin Amir bin Sha’sha’a bin Muawiyah. Dijuluki “Ibu orang-orang miskin”
karena kedermawanannya terhadap orang-orang miskin.
Sebelumnya menikah dengan Muhammad,
ia adalah istri dari Abdullah bin Jahsy. Ada riwayat yang mengatakan ia
istri Abdu Thufail bin al-Harits, tetapi pendapat pertama adalah yang
sahih. Ia dinikahi oleh Muhammad pada tahun ke 3 H dan hidup bersamanya selama
hanya dua atau tiga bulan., karena Zainab binti Khuzaimah meninggal dunia
sewaktu Muhammad masih hidup.
- Maymunah
binti al-Harits (602-681M)
Maymunah binti al-Harits bin Hazn bin Bujair bin al-Harm bin Ruwaibah bin
Abdullah bin Hilal bin Amir bin Sha’sha’a bin Muawiyah bibi dari Khalid bin
Walid dab Abdullah bin Abbas. Rasulullah saw menikahinya di tempat yang bernama
Sarif suatu tempat mata air yang berada sembilan mil dari kota Mekah.
Ketika ia dinikahi masih berumur 36
tahun sedangkan rasul waktu itu berusia 60 tahun. Ia adalah wanita terakhir
yang dinikahi oleh Muhammad. Rasulullah SAW menikahinya sebagai penghormatan
bagi keluarganya yang telah saling tolong menolong dengannya. Maimunah
sendirilah yang datang menemui Rasulullah SAW dan meminta agar menikahinya.
- Maria
binti Syama’un (594-637M)
Mariah al-Qibthiyah ialah satu-satunya istri Nabi yang berasal dari Mesir.
Ia seorang mantan budak Nabi yang telah dinikahi dan satu-satunya
pula yang dengannya Nabi memperoleh anak selain Khadijah yakni Ibrahim namun
meninggal dalam usia 4 tahun. Mariyah al-Qibtiyah wafat pada 16H/637 M.
Seorang
wanita asal Mesir yang dihadiahkan oleh Muqauqis, penguasa Mesir
kepada Rasulullah tahun 7 H. Setelah dimerdekakan lalu dinikahi oleh Rasulullah
dan mendapat seorang putra bernama Ibrahim. Sepeninggal Rasulullah dia dibiayai
oleh Abu Bakar kemudian Umar dan meninggal pada masa kekhalifahan Umar.
Seperti halnya Sayyidah
Raihanah binti Zaid, Mariyah al-Qibtiyah adalah teman (stlh dibebaskan
Rasulullah) yang kemudian ia nikahi. Rasulullah memperlakukan Mariyah
sebagaimana ia memperlakukan istri-istrinya yang lainnya. Abu Bakar dan Umar
pun memperlakukan Mariyah layaknya seorang Ummul-Mukminin. Dia adalah istri
Rasulullah satu-satunya yang melahirkan seorang putra, Ibrahim, setelah
Khadijah.
Allah menghendaki Mariyah al-Qibtiyah melahirkan seorang putra Rasulullah
setelah Khadijah. Betapa gembiranya Rasulullah mendengar berita kehamilan
Mariyah, terlebih setelah putra-putrinya, yaitu Abdullah, Qasim, dan Ruqayah
meninggal dunia.
Mariyah mengandung
setelah setahun tiba di Madinah. Kehamilannya membuat istri-istri Rasul cemburu
karena telah beberapa tahun mereka menikah, namun tidak kunjung dikaruniai
seorang anak pun. Rasulullah menjaga kandungan istrinya dengan sangat
hati-hati. Pada bulan Dzulhijjah tahun kedelapan hijrah, Mariyah melahirkan
bayinya yang kemudian Rasulullah memberinya nama Ibrahim demi mengharap berkah
dari nama bapak para nabi, Ibrahim. Lalu ia memerdekakan Mariyah sepenuhnya.
Batal
menjadi Ummu al-Mukminin - Diantara semua
para istrinya, hanya kedua wanita ini saja yang telah dinikahi tetapi belum
sempat digauli oleh rasul :
Asma' menikah dengan nabi
Muhammad tetapi kemudian diceraikan oleh nabi dan diantar pulang
oleh Abu Usaid ke keluarganya sebelum hidup bersama karena Asma telah
berkata"'A'udzubillah" (Aku berlindung kepada Allah atas
dirimu) kepada Muhamamd, atas masukan
dari Aisyah, Saudah dan Hafshah, karena mereka cemburu
kepada Asma seorang janda yang cantik. Kembalilah Asma’ binti an-Nu’man ke
tengah keluarganya, karena penyesalannya, ia selalu menyebut dirinya
sebagai asy-Syaqiyah artinya wanita yang celaka. Kisah
perceraian rasulallah dengan Asma binti Numan ini diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dalam Shahihnya.
Disebut dalam suatu kisah bahwa Nabi Muhammad menikah dengan
Amrah ketika Amrah baru saja memeluk agama Islam.
Demikianlah sekilas mengenai istri-istri Rasulullah SAW yang luar biasa.
Jelaslah bahwa Rasulullah SAW memiliki alasan yang kuat dalam setiap
pernikahannya. Semua dilandasi atas kecintaan pada Allah SWT dan umatnya.
Semoga kita semua terbebas dari pikiran-pikiran buruk dan hasutan kaum kafir
mengenai beliau.
Poligami :
Al Qur’an membicarakan tentang disyariatkannya poligami hanya didalam dua ayat yang keduanya berada di surat an Nisa :
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُواْ فِي
الْيَتَامَى فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى
وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً أَوْ
مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُواْ
Artinya : “dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi :
dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS.
An Nisaa : 3)
وَلَن تَسْتَطِيعُواْ أَن تَعْدِلُواْ
بَيْنَ النِّسَاء وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيلُواْ كُلَّ الْمَيْلِ
فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِن تُصْلِحُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ
اللّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا
Artinya : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di
antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian,
karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai),
sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu
Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisaa :
129)
Poligami bukanlah sebuah kewajiban dan bukan pula sunnah akan tetapi ia
diperbolehkan oleh agama islam karena adanya tuntutan pembangunan dan
kemasyarakatan yang mendesak untuk berpoligami, sebagaimana dikatakan
Sayyid Sabiq didalam kitabnya “Fiqhu as Sunnah”. Maka sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw tersebut adalah
bagian dari kekhususan yang diberikan Allah kepadanya saw yang tidak
diberikan kepada umatnya.
So... ??
Sumber: Eramuslim - Cara-Muhammad.com
- Sekian -